Lima Belas

3.2K 327 17
                                    

"Nona, kau benar-benar tidak ingin kutemani?" cemas Shiye menggenggam tangan Yeri yang sudah berada di punggung kuda.

"Tidak apa-apa, lagian ada pasukan berkuda Pangeran. Mereka akan menunjukkanku ke arah Pesisir Selatan. Kau tenang saja,"

"Baiklah nona, nona harus berhati-hati di perjalananan. Kalau ada apa-apa, nona harus melawan."

Yeri terkekeh kecil melihat reaksi Shiye yang berlebihan. "Baiklah baik, kau lebih mirip menjadi eommaku daripada pelayanku."

"Eomma? Apa itu eomma?"

"Ah sudahlah, lupakan. Ayo kita berangkat," pinta Yeri pada pasukan berkuda yang mengelilinginya.

Sedetik kemudian, mereka telah pergi dari Kediaman Xiao.

.

.

.

.

.

"Pangeran, gawat. Keadaan mereka semakin parah,"

Jungkook yang sudah frustasi mengenai masalah itu pun hanya berjalan kesana kemari. Memikirkan segala cara untuk menangani masalah tersebut.

"Aku sudah menyoba semua ilmu medisku, tapi kenapa obat-obat yang kubuat tidak bisa menyembuhkan mereka. Apa yang salah dengan obatnya?"

"Yuanji tidak tahu tu—"

Tiba-tiba saja, kebisingan terjadi. Jauh disana, pasukan berkuda Pangeran dengan Permaisuri yang berada di tengahnyapun mendekat. Jauh lebih dekat hingga mereka sampai di depan Pangeran.

"Hai Pangeran, ada yang bisa kubantu disini?" kekeh Yeri melihat ekspresi Jungkook yang terkejut akan kedatangannya.

"Baiklah, aku sudah tahu permasalahanmu. Dan disini aku akan membantumu, jangan menolak kebaikanku." Yeri turun dari kuda dan mendekati salah satu warga yang tergeletak lemah di tanah.

"Paman, apa yang kau rasakan? Dan apa yang kau makan sebelum kau merasa kesakitan?" tanya Yeri sembari mengecek denyut nadi salah satu warga.

"A—aku memakan makanan dari Kedai Dao. Saat itu, Kedai Dao memberi diskon besar-besaran dan mengundang seluruh warga untuk datang ke Kedainya. Tapi saat sampai di rumah, aku dan keluargaku merasa sakit di bagian perut. Saat dini hari, mereka meninggal dengan naas. Aku yakin itu disebabkan oleh makanan yang ada di Kedai Dao." jelasnya.

"Kalau begitu, langkah pertama yang harus kita ambil adalah mengobati kalian dulu. Setelah itu, kita akan menyelidiki Kedai Dao. Tunggu sebentar, sepertinya ilmu medisku akan berguna." Yeri memperhatikan sekitar. Ia mulai mengumpulkan berbagai daun yang bahkan Jungkook sendiri pun tidak tahu apa yang akan dilakukan Permaisurinya.

Tak butuh waktu lama bagi Yeri menumbuk daun-daunan tersebut. Ia segera memberi hasil tumbukannya kepada salah satu warga tadi dan menyiapkan sebotol air putih.

"Bagaimana perasaanmu, Paman? Apa sudah membaik? Atau semakin sakit?" Yeri memberi air putih kepada Paman tersebut dan memintanya untuk meminumnya.

"Se—sepertinya ini membaik. Aku sudah tidak merasakan sakit lagi. Nona, terimakasih atas bantuanmu." Paman tersebut bersujud kagum setelah meminum ramuan yang dibuat Yeri beberapa menit yang lalu.

Ramuan itu bekerja sangat efektif dan dapat menyembuhkan penyakit mereka dalam waktu singkat. Seperti sekarang, seluruh warga desa yang tadinya kesakitan, justru bersujud di depan kaki Yeri.

"Sudah cukup, kalian tidak boleh bersujud untukku. Bangunlah," tolak Yeri ramah, takut menyinggung warga desa Pesisir Selatan.

"Terimakasih nona, kami akan mengingat kebaikanmu ini."

Yeri tersenyum simpul, "Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya membantu kalian,"

Jungkook yang sedari tadi diam memperhatikan istrinyapun berjalan mendekati Yeri. Merengkuhnya lembut dan menggumamkan kata yang membuat Yeri tidak bisa berkata-kata.

"Apa yang kau katakan tadi?"

"Aku bilang, semakin kau menunjukkan kelebihanmu, aku semakin menyukaimu."

Oke, Yeri tertawa. Pernyataan cinta macam apa itu? Sesederhana itukah?

"Menyukaiku dalam hal apa?" Yeri menoleh menatap Jungkook dari samping.

"Karena kau berguna bagi kehidupanku, dan kapanpun itu aku bisa memintamu membantuku."

Rahang Yeri mengeras, ingin sekali ia mencaci maki Jungkook sekarang juga. Tapi apa boleh buat, mereka masih berada di hadapan para warga. Mereka tidak boleh memunjukkan hal yang tidak senonoh di hadapan mereka.

"Baiklah, terserah apa katamu. Aku tidak peduli lagi," Yeri berjalan ke kudanya, tapi rengkuhan Jungkook sama sekali tidak membiarkannya pergi dari sana.

"Bisa lepaskan tanganmu, tuan? Aku ingin pulang." kesal Yeri tanpa menatap Jungkook sekalipun.

"Kau lupa dengan janjimu tadi? Katanya kau akan menyelidiki Kedai itu?"

"Ashh, baiklah baikk. Aku akan ke kedai itu. Tapi sekarang, bisakah kau melepaskan tanganmu dari bahuku?"

"Tidak bisa, kau harus menaiki kuda bersamaku." Jungkook berjalan dengan tangan memeluk Yeri yang terlihat sangat -terpaksa- melakukannya.

"Sialan. Lebih baik aku tidak menyusulmu kalau aku terus saja bertengkar denganmu. Aku menyesali kebaikanku datang kesini," gumam Yeri pelan. Saking pelannya, Jungkookpun masih bisa mendengarnya.

Jungkook melontarkan senyuman smirknya, "Kau menyesal datang kesini hanya karena kau bertengkar denganku? Apa itu artinya kau berharap kalau aku bisa memperlakukanmu secara romantis?"

"Sudahlah, aku tidak ingin berdebat denganmu. Kau tahu bukan? Semakin lama aku hidup disini, aku semakin lemah. Bahkan saking lemahnya, aku sampai tidak bisa beradu tinju denganmu."

Jungkook hanya terdiam. Ia terlalu malas membahas perihal -ruang dan waktu- yang akan membawa Permaisurinya pergi ke jaman yang berbeda dengannya.

"Jung, tinggal satu bulan lagi aku akan hidup disini. Aku ingin meminta suatu hal kepadamu. Anggap saja ini permintaan terakhir—"

"Bisakah kita tidak membicarakan ini?"

Yeri menghembuskan nafasnya panjang. "Baiklah,"

.

.

.

.

.

Selama melakukan penyelidikan, Yeri dan Jungkook sama sekali tidak saling berbicara. Yeri menyibukkan dirinya dengan salah satu warga yang tahu mengenai kronologis kejadian tadi malam. Dan Jungkook hanya menatap gerak gerik Yeri yang tampak sibuk dengan penyelidikannya.

Sebagai seorang suami, seharusnya dia membantu istrinya yang terlihat kesulitan menemui petunjuk. Tapi ini tidak, dia malah berdiri mematung di ambang pintu utama dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Oke baiklah, sepertinya ini telah dirancang sedemikian rupa sehingga kita tidak bisa menemukan petunjuk apapun dari Kedai ini. Apa Paman mengenal pemilik Kedai Dao?" tanya Yeri dengan tatapan yang masih meneliti setiap ruangan.

"Kenal, nona. Tapi sepertinya dia sudah kabur. Rumahnya pun sudah sepi dan barang-barangnya tidak ada lagi di rumahnya."

Yeri mengangguk faham. Ia sudah sering menjumpai kasus seperti ini. Kalau boleh dibilang, dia pernah menjadi detektif terkenal di Jaman Modern. Tapi ia memilih mengundurkan diri dan memulai hidup baru dengan gaya hidup yang baru pula.

"Tunggu sebentar Paman, aku menemukan sesuatu."

Yeri mengambil secarik kertas yang tergeletak di atas meja. Ia mulai membaca isi dari kertas tersebut dengan lantang.

"Bagaimana Pangeran Ketiga? Apa kau sudah membaca suratku ini? Haha, ternyata kau bisa menyadari kejanggalan dari Kedaiku ini. Pergi ke kotaku, aku ingin menyelesaikan semuanya denganmu. Jangan bawa siapapun, atau Permaisurimu akan kubunuh."














































To Be Continued

TIME TRAVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang