Tiga Puluh

2.2K 270 18
                                    

"Hei, bagaimana hasilnya?" tanya Aera ketika Yeri masuk kedalam mobilnya.

"Tidak buruk, dia tidak menolakku."

"Benarkah?" Aera tampak bersemangat. Mendengar CEO ternama itu bisa kalah ditangan sahabatnya.

Yeri mengangguk antusias, "Iya. Aku juga sempat memegang bibirnya,"

Mendadak, Aera terdiam. Fikirannya menjalar kemana-mana. Mungkinkah—

"Jangan berfikir macam-macam, aku hanya membersihkan bumbu spaghetti yang menempel di bibirnya."

Mendengar penjelasan Yeri, Aera mengangguk faham.

Yeri menyandarkan punggungnya, "Tapi, besok aku tidak bisa ke perusahaannya."

"Kenapa?"

"Dia akan menghadiri pertemuan,"

Aera ber-oh ria sebelum menginjak pedal gas mobil. Gadis itu terus saja melontarkan pertanyaan tentang perkembangan sahabatnya yang tengah memperjuangakan Jungkook.

"Berarti kau tidak bisa kencan dengannya?" tanya Aera.

Yeri hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, "Lusa, aku akan menemuinya. Semoga saja dia tidak mengusirku,"

Aera menepuk pelan pundak Yeri, "Baiklah, aku berdoa untukmu. Semoga sukses,"

Yeri mengangguk. Ia mengenakan earphonenya dan menyalakan salah satu lagu kesukaannya. Kepalanya bergerak naik turun mengikuti irama musik.

"Kali ini kita ingin kemana?"

Melihat Aera menatapnya, Yeri refleks melepaskan earphonenya, "Apa?"

"Kali ini kita ingin kemana?"

Yeri tampak berfikir sejenak, "Bagaimana kalau aku menemanimu kencan buta?"

Raut wajah Aera berubah seketika, "Kau saja sana!"

Yeri terkekeh kecil, "Oh ayolah. Aku akan menemanimu,"

"Kau harus ikut kencan buta juga! Lumayan kalau kau tertarik dengan salah satu diantara mereka," Aera memainkan alisnya, menggoda Yeri agar menyetujui permintannya.

Yeri menggeleng cepat, "Tidak bisa, aku harus setia dengan Jungkook."

"Astaga, dia juga belum mencintaimu, kan?" kesal Aera.

"Tapi—"

"Besok ketemuan di Cafe XS, aku akan menjemputmu jam 3 sore." Aera menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah Yeri. Ia melambaikan tangannya agar Yeri cepat-cepat turun dari mobil, dan tidak sempat untuk protes.

"Aku akan menyetujuinya dengan satu syarat,"

Aera mengernyit heran, "Apa?"

"Kau harus tinggal di rumahku. Toh kita udah kenal dari zigot, sekarang kau juga tinggal sendirian. Udah pengangguran, cuman ngandelin warisan, kan jadi repot kalau warisan orangtuamu sudah habis."

"Lalu bagaimana dengan rumahku?"

"Jangan dijual. Kalau semisal kau sudah menikah nanti, kau bisa tinggal disana dengan suamimu."

Aera terdiam sebentar, memikirkan keputusan apa yang akan ia buat.

Yeri menepuk pundak Aera berulang kali, "Oh ayolah, setelah kita kencan buta, kita coba magang di perusahaan. Gimana?"

"Kenapa kita tidak buka usaha sendiri?"

Yeri memutar bola matanya malas, "Memangnya kita sudah memiliki modal? Masih ingat impian kita saat sekolah menengah atas?"

TIME TRAVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang