Dua Puluh Satu

2.8K 295 41
                                    

Yeri yang terbaring di atas ranjang, menatap Shiye dan Yuanji kesal. Bagaimana tidak? Karena teriakan Shiye tadi, para dayang perempuan dan Yuanji ikut berteriak mencari bantuan. Dan alhasil, Yeri berakhir dengan tidur di atas ranjang setelah tabib kediaman Jungkook memeriksanya.

"Aku tidak keracunan, ok? Aku hanya merasa senang! Kenapa kalian tidak bisa memahami gerak-gerik seseorang yang sedang mabuk cinta?" Yeri mendecih kesal setelah mendengar permintaan maaf yang keluar dari bibir Shiye dan Yuanji.

"Aku badmood, ingin pergi keluar untuk minum. Kalian jangan membuntutiku!" Yeri menyibakkan selimutnya kasar, ia berjalan keluar dari kamar Jungkook dengan menghentakkan kakinya bergantian.

Yuanji dan Shiye saling bertatapan, "Badmood? Apa artinya?"

Detik kemudian, mereka menatap Yeri spontan. "Nona! Nona mau kemana?"

Baru saja ingin mengejar, Yeri sudah menatap mereka tajam. "Jangan mengikutiku! Kalian urus saja urusan kalian sendiri!"

Yeri mengangkat roknya dan berlari keluar kediaman. Di sepanjang perjalanan, ia terus saja menggerutu dan menggumam kesal.

"Cih, dasar dayang kecil menyebalkan! Kenapa mereka bisa menganggapku keracunan? Sampai memanggil tabib segala! Gabut sekali mereka!" Yeri melipat kedua tangannya di atas dada.

"Di saat-saat seperti itu, Jungkook sama sekali tidak mencariku untuk membelaku. Kemana saja dia!"

"Sudahlah. Hari ini melelahkan, aku ingin seseorang memanjakanku. Tapi siapa?"

Yeri menghembuskan nafasnya panjang. Tiba-tiba saja, sentuhan pada bahunya membuatnya tersentak. Ia segera membalikkan badannya dan berharap tidak bertemu dengan seorang penjahat.

"Kenapa kau disini sendirian? Dimana Kakak Ketiga? Kenapa kau tidak bersamanya?" tanya Yeonjun heran.

"Entahlah, dia hilang ditelan bumi."

Seperti terusik dengan pertanyaan Yeonjun, Yeri segera pergi dari sana.

"Hei, kau mau kemana?"

"Minum,"

Alis Yeonjun berkerut. "Hei, ini masih siang. Kenapa kau ingin minum arak sekarang?"

"Tidak apa-apa. Kalau kau tidak memiliki urusan lagi, kau bisa pergi. Aku ingin menenangkan diriku dan menghabiskan sisa waktu hari ini." Yeri menoleh sekilas ke arah Yeonjun, dan melanjutkan langkahnya.

"Tidak biasanya kau seperti ini. Ada apa? Apa ada masalah? Cerita saja padaku! Aku adalah pendengar yang baik," Onjun berlari mendekati Yeri, dan merangkulnya.

"Tidak ada masalah. Bisakah kau melepaskan lenganmu dari leherku?"

"Tidak jika kau masih tidak ingin memberitahu masalahmu padaku," Yeonjun tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang rapi.

Yeri menatap jijik ke arah Yeonjun, "Kau makan apa? Kenapa ada sisa cabe di sela-sela gigimu? Menjijikkan sekali,"

Terlihat salah tingkah, Yeonjun langsung menutupi wajahnya dan segera menghilangkan sisa cabe tersebut.

"Bagaimana? Apakah sisa cabe tadi sudah hilang?" lagi-lagi, Yeonjun menunjukkan deretan gigi rapinya di depan Yeri.

"Sudah,"

Yeri menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya. Ia kembali melangkahkan kedua kakinya menuju kedai yang pernah ia kunjungi untuk meminum arak.

"Hei, kau serius untuk minum arak?" tanya Yeonjun sembari berlari menyusul Yeri.

"Aku sedang tidak bercanda."

Yeonjun tampak sedang beradu argumen dengan fikirannya. "Bagaimana kalau kita menghabiskan sisa waktu hari ini bersama?"

Yeri berhenti. Ia membalikkan badannya dan menatap Yeonjun aneh. "Kemana? Apa kau tahu tempat yang cocok untuk saat-saat seperti ini?"

"Tentu saja tahu!"

Dengan tidak sabaran, Yeonjun menarik lengan Yeri dan membawanya ke suatu tempat.

"Tempat apa ini? Kenapa asing sekali?" Yeri memperhatikan sekitar. Saat ini, ia dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Baiklah, sebut saja ini hutan.

"Tempat ini asing bagimu karena aku belum pernah mengajakmu kemari," Yeonjun menggenggam tangan kanan Yeri, lalu menuntunnya ke suatu tempat.

"Tadaaaa, ini adalah rumah pohon yang kutemukan. Letak pohon ini sangat sistematis. Ia berada di tengah-tengah sungai kecil. Bukankah ini indah? Air sungai ini sangat jernih dan banyak ikan kecil yang tinggal di sana." tatapan riang Yeonjun tidak bisa lagi disembunyikan. Bahkan untuk Yeri sekalipun.

"Ini sangat indah. Terimakasih telah membawaku kemari," Yeri melontarkan senyuman manisnya ke arah Yeonjun, dan berjalan di atas jembatan kecil yang menghubungkan hutan dengan rumah pohon tersebut.

"Kau mau menaikinya?" tawar Yeonjun.

"Bagaimana caranya? Disini tidak ada tangga,"

Yeonjun terkekeh penuh misteri, ia menarik Yeri ke sisi kanan pohon dan menunjukkan ayunan mini pada Yeri.

"Ayunan?"

"Duduklah,"

"Apa ini tidak berbahaya?"

Yeonjun menggeleng singkat.

"Baiklah, aku akan menaikinya."

Yeri duduk di atas ayunan kecil itu dengan perasaan ragu. Detik kemudian, kedua kakinya tidak lagi menapak di atas tanah. Benar, ia melayang dengan ayunan kecil itu.

"Onjun! Tolong! Kenapa ayunan ini tiba-tiba ke atas?" Yeri mencengkram kedua tali yang berada di sisi kiri dan kanannya.

Yeonjun mendongak dan terkekeh kecil, "Tidak apa-apa. Jika sudah sampai ke atas, kau langsung memasuki rumah pohonnya. Nanti giliran aku yang akan naik,"

"Ohh, baiklah."

Yeri melangkahkan kakinya memasuki rumah pohon itu. Setelahnya, ayunan yang ia duduki tadi mulai turun.

"Hei, bisakah kau menarik tali ini?" Yeonjun menunjuk tali yang sedang ia pegang sekarang.

"Untuk apa?"

"Agar aku bisa naik, bodoh."

Yeri hanya memberi cengiran khasnya, dan segera menarik tali tersebut.

"Hufftt, akhirnya."

Yeonjun menidurkan tubuhnya di atas papan kayu. Ia memejamkan matanya dan menikmati semilir angin yang menerpa tubuhnya.

"Terimakasih,"

Yeonjun membuka matanya, dan menatap Yeri aneh. "Ada apa?"

"Terimakasih karena kau sudah membawaku ke tempat seindah ini. Rasanya aku tidak ingin pulang, dan terus menghabiskan waktu denganmu."

Mendengar ucapan Yeri barusan, Yeonjun tertawa cukup keras.

"Hei, bagaimana dengan Kakak Ketiga? Secepat itukah kau ingin menceraikannya dan beralih padaku?"

Satu pukulan mendarat sempurna pada bahu Yeonjun. "Aku tidak berniat untuk menceraikannya."

"Oh begitu? Baguslah," kekeh Yeonjun.

"Ngomong-ngomong, kapan kau menemukan rumah pohon ini? Hutannya pun tidak jauh dari kediaman Pangeran. Bahkan, dari sini aku bisa melihat isi kediaman Pangeran Ketiga dengan jelas." Yeri menyipitkan matanya dan memperhatikan kamar Jungkook yang masih tertutup rapat.

"Satu minggu yang lalu. Apa kau penasaran kenapa aku menjadikan tempat ini menjadi tempat kesukaanku?"

Yeri mengidikkan bahunya, "Memangnya apa alasanmu?"

"Karena aku ingin memperhatikanmu dari sini. Meski terlihat jauh, aku merasa menjadi seseorang yang paling dekat denganmu. Lucu sekali bukan?"













































To Be Continued


TIME TRAVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang