Empat Belas

4.4K 266 10
                                    

Selama dua hari Satya tidak ada kabar sama sekali. Dia masih sedikit tidak terima dengan keadaannya sekarang. Apa yang harus dia katakan jika temannya mengajaknya bermain futsal? Dia tidak mungkin memberitahu penyakitnya pada semua orang. Dia tidak seterbuka itu. Walaupun itu dengan kedua sahabatnya.

Dia hanya memikirkan satu cara. Keluar dari tim futsal. Dan dia juga bingung alasan apa yang cocok untuk keluar dari tim futsal.

Dan di satu sisi dia sudah sangat menyukai olahraga futsal. Hanya permainan itu yang membuatnya lupa akan permasalahan yang dihadapinya. Lantas dengan apalagi dia harus menghadapi masalahnya sendiri? Dia ingin memiliki orang yang ada di sampingnya saat seperti ini. Namun dia juga tidak ingin orang yang ada di sampingnya akan susah nanti.

Entahlah pikirannya kacau saat ini. Selama dua hari hanya itu yang dipikirkan. Tidak menjawab pesan dan telepon dari bunda, Dhifa dan teman-temannya.

Dan sudah dua hari ini makannya tidak teratur. Terkadang hanya satu kali dalam sehari dia makan. Selebihnya dihabiskan untuk berdiri di balkon kamar apartemennya.

Kali ini ada satu pesan masuk dari Dhifa yang membuat Satya harus membukanya.

Kamu di mana? Aku khawatir sama kamu. Aku udah takut kamu kenapa-kenapa. Tolong Satya kalau kamu ada masalah jangan dipendam sendiri. Aku ada untuk nemenin kamu. Jangan kaya gini, ini buat aku ga fokus.
15.00

Dengan pasti dia menjawab pesan dari Dhifa. Dia tidak mau mengakhiri semuanya dengan Dhifa. Dhifa adalah segalanya saat ini buat Satya.

Aku minta maaf. Aku gak di rumah. Aku di apartemenku. Biasa lagi marahan sama bunda dan ayah. Kamu bisa ke sini? Aku butuh kamu:)
15.00

Kamu gapapa kan? Ga sakit lagi kan?
15.00

Engga. Kamu ke sini aja, aku share lock.
15.01

Yaudah. Kamu tinggu aja.
15.01

Iya
15.01

Setelah lokasi Satya sudah dibaca oleh Dhifa. Tidak ada obrolan lagi. Karena Dhifa akan datang ke apartemen Satya.

***

Bel apartemen Satya berbunyi. Dengan langkah gontai dia berjalan untuk membukakan pintu.

Pintu terbuka. Menampilkan Dhifa yang berdiri dengan membawa makanan di tangannya.

Dengan cepat Dhifa memeluk Satya. Dia sangat merindukan Satya. Sudah dua hari dia tidak berkabar dengan Satya. Lebih tepatnya tidak dapat kabar apa-apa setelah Satya keluar dari rumah sakit. Satya membalas pelukan hangat dari Dhifa karena dia juga sangat merindukan Dhifa.

"Kamu jahat tahu gak. Kalau emang lagi ada masalah tuh cerita. Jangan diam aja terus tiba-tiba udah tinggal di sini," omel Dhifa.

"Iya aku minta maaf udah buat kamu khawatir," balas Satya.

Dhifa melepas pelukannya. Memperlihatkan air matanya yang turun.

"Jangan nangis dong," kata Satya lalu menghapus air mata Dhifa.

"Ayo masuk," ajak Satya lalu memegang tangan Dhifa untuk masuk ke dalam.

Dhifa duduk di sofa ruang tamu apartemen Satya. Sementara Satya sedang menyiapkan minum untuk Dhifa.

Satya kembali dengan membawa dua gelas sirup.

"Nih, minum dulu," kata Satya sambil memberikan segelas sirup pada Dhifa.

"Makasih ya," kata Dhifa.

Setelah Dhifa menerima minuman yang diberikan oleh Satya. Satya langsung duduk di samping Dhifa.

"Kamu kemana aja? Aku udah spam kamu tapi gapernah dibalas," kata Dhifa kesal.

"Aku lagi ada masalah Dhif. Maaf karena gak kabarin kamu sama sekali," balas Satya.

"Jangan kaya gini lagi. Buat aku kepikiran kamu terus," ucap Dhifa.

"Iya sayang," balas Satya.

"Iihh aku serius!" ucap Dhifa kesal.

"Iya, aku ga akan kaya gini lagi. Tiap jam tiap menit tiap detik aku kabarin kamu," ucap Satya berlebihan.

"Yah gak kaya gitu juga Satya," ucap Dhifa.

"Iya aku becanda," balas Satya sambil terkekeh.

"Muka kamu kok pucat ya? Apa aku salah lihat?" tanya Dhifa.

"Ah kamu salah lihat kali. Orang aku gak papa kok," jawab Satya.

"Iih bener muka kamu ga kaya biasanya," balas Dhifa lalu menjulurkan tangannya untuk memegang kening Satya.

"Tuh kan panas. Udah berapa lama panasnya? Jujur!" tanya Dhifa.

"Huh. Iya-iya, dari tadi pagi," jawab Satya jujur.

"Tuh kan, pasti belum makan nih. Aku kan udah bilang kamu itu harus jaga kesehatan kamu. Jangan bandel dong, harus makan," omel Dhifa.

"Gak selera Dhif. Kalau aku makan, pasti mau muntah," ucap Satya jujur.

"Yaudah, aku buatkan kamu bubur. Kamu ke kamar aja, nanti aku bawakan buburnya," kata Dhifa.

"Lemes yang," ucap Satya sedikit manja.

"Yaampun aku baru tahu kalau kamu manja banget ya. Yaudah sini aku anterin," ucap Dhifa.

***

Update yaa

VOTE N COMMENT

Difference ✔ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang