17. Pelindung

5.3K 332 28
                                    

Pukul 9 pagi, seorang Gadis ini berjongkok disamping pusara tanah pemakaman bundanya. Aluna memeluk erat nisan berwarna putih itu dan terkadang mengusapnya. Ia tak menangis, air matanya mungkin sudah habis tadi malam, merutuki kepergian orang tercintanya. Tak peduli sinar matahari yang terik menyilaukan matanya. Orang-orang atau teman-temannya yang ikut mengantarkan bundanya ke peristirahatan terakhir sudah pergi dari satu jam yang lalu sejak proses pemakaman berakhir.

Ia memilih memejamkan matanya, menghela nafas dengan berat. Dia benar-benar sendiri, saudara atau teman-teman bundanya tak ada yang datang bahkan melayat sama sekali. Jangankan teman, ayahnya saja pun tak datang walau sedetik pun. Mengingat itu membuat Aluna sesak dan tercekat, sebulir air mata jatuh tanpa perintah, dan Aluna segera mengusapnya.

Aluna berpikir mungkin ini semua gara-gara wanita itu, iya. Istri pertama ayahnya, gara-gara dia membuat Ayahnya tak bisa bertemu dengan Aluna lagi. Dan Aluna juga yakin kalau Wanita itu yang membunuh Bundanya, mendengar cerita Mbak Ami, satu-satunya pembantu rumah tangga yang mengatakan jendela kamar bundanya terbuka padahal ibunya tidak suka jendelanya dibuka dan terlihat seperti ada jejak sepatu dilantai kamarnya. Aluna berjanji, akan mengungkap kematian Bundanya.

Aluna membuka matanya tatkala ia merasakan wajahnya tak terkena silauan matahari. Benua berdiri disana dengan tatapan tajam menatap Aluna yang kacau.

"ayo pulang". Perintah Benua, dan Aluna memilih kembali memejamkan matanya tak menanggapi Benua.

"Aluna!". Meski tak menyentak, tapi nada itu terdengar seperti halnya nada peringatan.

"Benua pulang aja dulu". Kata Aluna,

"Lo harus pulang sama gue".

Benua menarik Aluna untuk berdiri, dengan lemah Aluna berdiri dan menyentak tangan Benua. Untuk pertama kalinya, egonya berhasil mengalahkan untuk Seorang Benua.

"aku masih pengen di sini Benua". Kata Aluna memelas,

"Aluna, pulang". Kata Benua dengan nada yang lebih lembut, meski begitu tatapannya yang tajam membuat Aluna menunduk. Aluna ingin menangis lagi saat Benua ada disini, tapi ia tak mau Benua melihatnya.

"tapi aku masih pengen disini sama Bunda, nggak tau mau ngapain lagi kalo nggak ada Bunda, rasanya pengen ikut Bunda aja". Ujar Aluna lirih tapi masih terdengar jelas ditelinga Benua,

Benua menghela nafas panjang sambil memejamkan matanya. "besok kesini lagi, sekarang pulang dulu". Putus Benua,

Benua menarik pergelangan tangan Aluna, dan terpaksa Aluna menurut, mengikuti Benua yang berjalan didepannya. Mungkin jika tidak berada di situasi sekarang, Aluna akan senang sambil loncat-loncat melihat perhatian Benua.

Benua membukakan pintu mobilnya untuk Aluna, dengan pasrah Aluna masuk kedalam mobil. Membuang wajahnya, mamandang luar jendela dengan tatapan kosong. Benua mulai menjalankan mobilnya, beberapa kali melirik Aluna yang masih memandang luar jendela, gadis ini benar-benar kacau.

Tadi Benua memang datang dipemakaman bundanya Aluna bersama dengan mamanya. Tapi sesampai rumah, mamanya merasa tidak enak mengenai Aluna, dan akhirnya Athena menyuruh Benua untuk menjemput Aluna.

"aku nggak mau pulang". Kata Aluna dengan masih memandang jendela,

Benua melirik Aluna sebentar, lalu kembali fokus menyetir. "terus mau kemana? Lo harus pulang". Ujar Benua

Aluna cemberut, ia menundukan kepalanya lalu kembali melihat jendela. Hingga mobil Benua memasuki komplek rumah Aluna yang terlihat sepi dibandingkan biasanya. Benua merendahkan kecepatan mobilnya, Masih berjarak 20 meter Benua memicingkan matanya, lalu melihat Aluna yang masih melihat jendela, dan suasana rumah Aluna secara bergantian.

BENALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang