34. End of all

5K 323 78
                                    

Maaf typo bertebaran :)

Aluna berjalan dengan kedua tangan diikat dibelakang punggung, kedua pria yang bertugas memegangi Aluna berjalan disamping Aluna. Sedangkan raut wajah Aluna membuktikan kalau dirinya gentar tak takut. Aluna mengibaskan kepalanya saat rambutnya yang menempel dipelipisnya mengganggu penglihatan.

"Duduk",. Perintah salah seorang pria yang bertugas memegangi Aluna, dengan sinis Aluna melirik sekilas membuat sang pria itu mendelik kesal, lalu memaksa Aluna duduk di kursi kayu dengan mendorong bahu Aluna.

"Mana Tuan Lo?",. Tantang Aluna seraya menantang kedua pria berjas itu dengan sinis,.

Kedua pria berjas itu saling berpandangan satu sama lain, dan detik selanjutnya salah satunya mengangguk. Aluna bergerak berontak saat salah satu pria berjas itu mencoba melakban mulutnya,.

"HMMMMMMMM",. Teriak Aluna saat pria berjas itu selesai melakban mulutnya. Aluna menatap kedua pria itu nyalang dengan nafas memburu.

Aluna menatap kesekeliling ruangan yang digunakan kedua orang itu untuk menyekap dirinya. Bukan Rumah kosong, Gedung Kosong atau gudang tua. Melainkan kantor, gedung tinggi yang beroprasi dan Aluna yakini ini adalah milik dari Enggar. Orang yang Aluna duga sebagai dalang penculikannya saat ini.

Tidak lama kemudian pintu besar dari belakang Aluna terbuka lebar. Aluna bisa mendengar suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai yang dingin, dan Aluna bisa memastikan bahwa bukan hanya satu atau dua orang saja yang masuk kedalam ruangan, bahkan lebih. Sampai orang-orang yang baru saja masuk kedalam ruangan itu berjalan didepan Aluna dan tepat berhenti didepannya,.

"Buka lakbannya",. Perintah laki-laki berkaos polo dan berjaket kulit itu. Pria yang berada disamping Aluna segera mengangguk patuh, lalu dengan kasar ia menarik lakban itu dari mulut Aluna membuat Aluna memalingkan wajahnya berlawanan lalu menatap kearah pria berkaos polo itu dengan nyalang,.

"Kelihatannya kamu tidak kaget sama sekali melihatku, sudah tau ternyata?",. Kata Enggar seraya duduk di kursi sofa besar didalam ruangannya,.

Aluna mengulas senmyum sinis bersamaan ia memandang Enggar dan Maudy yang juga ada disana secara bergantian,. "Apa anda berharap saya terkejut dan takut kalau saya tau orang itu adalah anda?",. Kata Aluna seraya menaikan salah satu alisnya,.

Enggar tertawa hambar, lalu mengangkat kakinya diatas meja,. "Benar-benar tak punya takut",. Katanya,.

Aluna tersenyum miring,. "Apa anda pikir saya tidak tau siapa dalang dari pembunuhan Bunda saya?",. Telak pertanyaan retoris dari Aluna itu membuat Enggar, Maudy dan seisi ruangan terkejut. Enggar bahkan langsung menegakan tubuhnya dan menurunkan kakinya bersamaan, sedangkan Maudy menatap Enggar penuh tanda tanya,.

"Kenapa? Kaget?",. Tanya Aluna,.

"Tau dari mana kamu?",. Aluna segera menoleh ke asal suara saat Maudy membuka mulutnya untuk pertama kalinya sejak ia menapakan kakinya disini.

Aluna mengulas senyum miring,. "Tidak penting saya tau dari siapa, yang jelas sebentar lagi semuanya akan terbongkar",. Kata Aluna.

Pyaaaarr.....

Aluna dan seisi ruangan menoleh saat suara pecahan gelas itu menggema diseluruh penjuru ruangan. Enggar baru saja membanting gelas berisi wishkey itu kelantai. Lalu berdiri dan mencengkram erat kedua pipi Aluna dengan tangan kanannya.

"Dengar Aluna, jangan harap ancaman mu itu bisa menakuti ku, sebelum kamu melaporkan ke polisi, kamu yang lebih dulu lenyap dari dunia ini",. Katanya Lirih tapi menusuk di telinga Aluna.

Aluna menatap tajam dengan nafas memburu kepada Enggar. Detik selanjutnya, Enggar menyentak wajah Aluna hingga terteleng kekiri.

Aluna tertawa hambar seraya mendongakan kepalanya, lalu ia menoleh pada Maudy dan Enggar secara bergantian,.

BENALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang