31. Past

4.4K 280 36
                                    

Gadis cantik berbaju formal dengan gaun hitam lengan putih dengan panjang dibawah lutut itu berjalan dengan tegas. Rambut lurus yang tergerai sepunggung bergerak senada dengan langkah kakinya, sesekali ia menyapa saat seseorang karyawan menyapanya dengan ramah.

Ketukan sepatu heelsnya yang teratur serta sapaan beberapa orang membuat Aluna tersenyum seraya menyibakan rambutnya kebelakang telinga.

"Nona Aluna, kedatangan anda sudah ditunggu diruang Direktur",. Kata salah seorang asisten Direktur, dan Aluna hanya mengangguk seraya mengikuti pria paruh baya ini yang berjalan lebih dulu darinya.

Untuk pertama kalinya, Aluna masuk ke perusahaan milik ayahnya. Tidak terbesit sama sekali bahwa dialah yang akan dipilih ayahnya untuk menjadi penerus perusahaanya diusia muda. Sempat tak percaya diri, Tapi harus bagaimana lagi. Bukan hanya tuntutan, lebih dari itu, ia ingin membalaskan dendamnya.

Kematian bundanya, dan juga.......... Harga dirinya.

Pintu ruangan meeting itu terbuka dengan lebar bersamaan dengan jantung Aluna yang berpacu dengan cepat. Hal yang pertama Aluna lihat adalah semua orang yang duduk dengan kaku dikursi meeting dengan meja persegi panjang dengan beberapa berkas dihadapannya.

Aluna mengedarkan penglihatannya, matanya berhenti pada dua orang yang kini membuat rasa sesak, gugup, dan.... Marah.

Dia, Maudy, ibu tirinya dan juga Enggar, ayah Maudy. Yang Aluna ketahui adalah mereka berdua merupakan salah satu pemegang saham dari perusahaan ayahnya.

Dan sekarang Aluna bisa melihat mereka berdua menatap dirinya dengan tatapan tajam dan penuh ketidak sukaan. Tapi Aluna yang sekarang berbeda, mungkin ia dulu akan menunduk takut karena kepolosannya, tapi sekarang tidak lagi.

Ia mengulas senyum miring, penuh kemenangan membuktikan kepada mereka berdua, sendiri pun Aluna menang.

"Silahkan duduk nona",. Kata asisten direktur itu.

"Mohon ditunggu, Tuan Gandhi sedang ada kampanye sebentar",. Ujar asisten direktur itu.

Aluna duduk dikursi nomor dua dari depan, mengangguk singkat saat pria paruh baya itu mengatakan bahwa ayahnya sedang mengadakan kampanye, mengingat dia sebentar lagi akan melakukan pemilihan kepala daerah.

"Aluna, bagaimana kabarmu? . Lama tak melihatmu, sekarang tumbuh menjadi gadis dewasa",. Suara bariton itu masuk kedalam telinga Aluna, dan seketika Aluna mengulas senyum miring, menegakan tubuhnya seraya menaruh kedua tangannya diatas meja dan menyatukannya.

"Ya, bisa anda liat sendiri tuan Enggar, saya selalu baik",. Katanya percaya diri.

"Apakah kamu siap dengan menduduki peringkat paling atas di Mahatriatmadja Group? Kupikir kamu masih terlalu kecil",. Kata Enggar selanjutnya dengan nada meremehkan,.

Aluna lagi mengulas senyum sinis, lalu mengetukan telunjuknya diatas meja kaca itu sekali,. "Well, masih kecil bukan berarti saya tidak bisa bukan?",. Tanyanya dengan berani.

Suasana semakin panas bersamaan dengan Enggar yang tertawa menggelegar dengan Maudy yang menatap dirinya tajam. Serta 3 orang sisanya yang juga termasuk pemegang saham disitu hanya berdehem canggung.

"Selain tumbuh lebih cantik dan dewasa, kau juga lebih berani, tidak seperti dulu",. Katanya lagi dengan sisa tawanya,.

Aluna menautkan kedua alisnya pura-pura bingung,. "Maksud anda Aluna yang dulu mudah tindas Tuan?",.

Telak pertanyaanya membuat Enggar menghentikan tawanya dan menaikan salah satu alisnya,. "Ayolah Tuan, anda belum lihat saja saya seperti apa aslinya. Burung merpati kalau terusik bisa lebih buas daripada burung elang",. Kata Aluna dengan tenang,.

BENALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang