Aku menyerahkan beberapa lembar uang ke supir taksi itu sesuai angka di argometer. Segera aku turun dan mendapati Sehun berdiri di depan pagar rumahku. Aku bisa melihat mimik khawatir terlukis di wajahnya. Aku menghampirinya dengan langkah yang lemas.
"Belle, kamu nggak apa-apa?"
Itulah pertanyaan pertama yang keluar dari bibirnya setelah berhadapan denganku. Kedua tangannya memegang bahuku. Aku menepis tangannya lalu menggeleng. Aku tak menjawab pertanyaannya.
Kuraih kunci pagar dari dalam tasku lalu membuka gemboknya. "Masuk dulu, yuk?" ajakku.
Sehun mengikutiku masuk ke dalam rumah. Ia tak duduk sampai aku menyuruhnya duduk. Yah, memang sih, niatnya sopan, tapi ini nih buktinya kami masih canggung.
"Mau minum apa?" tanyaku.
"Nggak usah. Aku bukan mau bertamu, kok. Cuma mau liat keadaan kamu," jawab Sehun.
Aku terdiam mendengarnya. Lama aku menatap wajahnya sambil mengerutkan dahi. Ia balik menatapku lalu tersenyum tipis.
Walau begitu, tetap saja aku pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman. Aku membawa dua gelas berisi sirup rasa jeruk ke atas meja di ruang tamu. Sehun menggumamkan ucapan terima kasih yang kubalas dengan anggukan.
"Kamu dari mana tadi?" tanyanya setelah meminum seteguk sirup itu.
"Eh..." Aku berpikir sejenak. Haruskah aku jujur atau mengarang cerita saja?
"Kamu sakit?" Entah kenapa aku malah merasa risih dengan pertanyaannya. Seharusnya aku senang dia perhatian, tapi kenapa justru aku merasa aneh?
"Nggak kok. Tadi aku ada urusan aja," jawabku berdusta.
"Oh, baguslah." Aku mengambil gelasku dan meminumnya untuk membasahi tenggorokanku yang terasa kering. Aku benci situasi ini. Dimana aku kehilangan kata-kata dan tidak tahu harus berbuat apa. Padahal biasanya aku yang selalu bicara.
"Sebenernya..." Sehun membuka mulut. Aku menatapnya Sehun yang duduk di hadapanku setelah menaruh gelasku kembali. "Aku kesini untuk memperbaiki hubungan kita."
Aku menghela napas jengah. "Emangnya ada yang rusak, ya?" tanyaku pura-pura bodoh. Well, memang bodoh, sih, aslinya.
"Belle, kamu harus denger penjelasan aku dulu," Sehun memberi jeda. "Tentang aku dan Daniva."
Kenapa selalu nama gadis itu yang disebut? Aku tersenyum kecut. Tapi tetap memberi kesempatan pada Sehun untuk bicara. Sehun menarik napas dalam.
"Mungkin kamu udah salah menilai Daniva. Dia gak seperti yang kamu kira, Belle. Dia... Dia menderita Thalassaemia."
Napasku tercekat seketika. Apa katanya? Aku membulatkan mataku untuk mencari kebohongan di matanya, tapi tidak kutemukan setitikpun. Sejujurnya aku nggak tahu apa itu Thalassaemia, tapi aku yakin itu penyakit yang serius.
"Waktu itu, aku telat masuk karena Daniva kambuh sesak napasnya. Makanya, aku langsung bawa dia pulang ke rumahnya," jelas Sehun.
Seketika saja, aku merubah pandanganku terhadap Daniva. Aku nggak menyangka gadis cantik dengan gaya modis seperti Daniva ternyata mengidap penyakit Thalassaemia.
"Dan waktu aku meluk dia itu, dia lagi sedih karena penyakitnya bertambah parah. Hemoglobinnya makin lama makin sedikit. Kamu tahu, kan, artinya apa?" Sehun menatap sendu tepat di manik mataku.
"Dia kekurangan oksigen?" aku menerka.
Sehun tersenyum tipis. "Pintar."
"Jadi... Gimana keadaannya sekarang?" tanyaku lirih.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Closer I Get To You
FanficOh Sehun. Cowok yang bener-bener gak pedulian sama pacarnya sendiri. Cuek maksimal! Gak ada romantis-romantisnya lagi. Aku kesel sendiri ngadepin dia. Abis kalo aku ngomong, katanya dia dengerin sih, tapi masa gak ada respon? Dia itu super nyebelin...