5

128 16 0
                                    

Sudah sekitar dua minggu Jesi ada di rumah sakit. Yang ia lakukan hanya berbaring, duduk yang tentu saja harus di pandu oleh ibunya dan perawat. Serta mengkonsumsi beberapa obat yang entahlah nampaknya cukup banyak untuk di konsumsi dalam sehari. Jesi mulai bosan dengan aktivitas yang ia lakukan sehari- hari di rumah sakit.

" Bu, kalau nanti Ibu ke apart Jesi, boleh tolong bawakan buku sketsa dan pensil?" wajah Jesi tersenyum sembari memohon.

" Jesi bosan Bu, pleaseeee" lanjutnya.

" Gausah sok imut deh lo"

Brian yang tadi duduk di sebelah Ibu Jesi ikut membuka suara melihat wajah Jesi yang dengan sengaja dibuat- buat itu.

"Apasi....." Jesi melotot, tapi ia menghentikan kalimatnya. Ia lupa bahwa hanya dia yang bisa melihat Brian disini.

" Maksud Jesi makasih bu"

Jesi mengeluarkan suara tawa yang sedikit dipaksakan.

" Yaudah nanti ibu bawakan, nanti sore Ibu ke apartment kamu sekalian membawa baju mu" Ibu Jesi menatap anaknya dengan posisi menurunkan kaca mata bacanya sampai di ujung hidungnya.

" Yeayyy makasih bu" Jesi tersenyum.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 4 sore. Ibu Jesi kemudian beranjak dari kursinya dan membangunkan Jesi yang tengah terlelap.

" Nak bangun dulu yuk" Ibunya mengusap puncak kepala Jesi pelan.

" Woy bangun lo kebo" Brian ikut mengguncang- guncang kaki Jesi.

" mmmhhh apasi....." Jesi membuka matanya dan sedikit mengerang.

" Eh Ibu, maaf. Kenapa bu?" Jesi menatap sinis ke arah Brian. Brian hanya tertawa terbahak- bahak melihat reaksi Jesi.

" Ibu mau ke apart kamu dulu, nanti kalau ada perlu apa- apa panggil suster ya?"

Jesi mengangguk. " Hati- hati bu, jangan lupa titipan Jesi ya".

" Iya, yasudah tidur lagi aja ya nak" Ibu Jesi mencium kening anaknya dan kemudian berjalan meninggalkan Jesi sendiri di kamarnya.

Suara pintu kamar sudah kembali di tutup. Suasana kamar kembali sunyi. Hanya ada Jesi, dan Brian.

" Lo tuh ya, kalau ada Ibu gue jangan kek iseng- iseng kaya gitu" Jesi mulai membombardir Brian dengan emosinya.

" Kan kesannya gue kurang ajar sama Ibu." Jesi merengut menunjukkan amarahnya.

" Hahahaha soalnya gue lupa kalo gue cuma bisa diliat sama lo" Brian terkekeh di kursinya.

" Awas lo kalo ngulangin, ga akan gue temen- temenin lo, biar lo dimakan tu sama hantu- hantu serem" Jesi mengepalkan tinjunya diarahkan pada Brian.

Suasana hening beberapa saat. Hanya terdengar suara kendaraan yang sayup terdengar dari jalanan.

" Lo suka gambar?" Tanya Brian.

Jesi mengangguk "banget".

" Coba mana liat?"

" Ambilin HP gue dong tolong" Jesi menunjuk meja yang berada di sampinya, namun sedikit agak tidak terjangkau oleh tangannya.

Brian mengernyitkan dahinya " Jes, tembok aja gue nembus, gimana mau ambilin HP lo"

"Oh iya hehe sorry." Jesi memalingkan tubuhnya perlahan agar rasa nyeri di rusuknya tak begitu terasa untuk mengambil HP nya.

" Aduuh bego, sakit." Ia berhasil mengambil HP nya dan kembali merebahkan diri pada posisi semula.

Jesi kemudian membuka ponselnya dan menyusuri layarnya dengan jari telunjuknya.

" Nih contohnya" wajah Jesi berbinar saat ia memamerkan gambaran tangannya pada Brian.

Brian beranjak dari kursi dan mendektakan wajahnya pada layar HP Jesi. Terlihat beberapa sketsa gambar mulai dari sebuah taman, gedung- gedung kuno, anak- anak kecil yang tengah bermain. Gambaran Jesi terlihat sederhana namun memiliki makna. Jesi nampaknya senang mengabadikan sebuah kenangan pada goresan pensil diatas kertas. Brian ikut tersenyum melihat wajah Jesi yang sedari tadi masih melengkungkan senyum lebarnya.

" Bagus. Kapan- kapan gambarin gue dong" Brian mengacungkan kedua jempolnya dan memamerkan senyum yang menunjukkan jajaran giginya dan mata yang melengkung bak bulan sabit memberi tanda bahwa ia menyukai karya Jesi.

" Kalau gue dulu suka fotografi"

" Sama makan sih hahahaha" Brian duduk kasur di samping kepala Jesi.

" Siapa yang nyuruh lo duduk disini? Sempit" Jesi mendorong Brian namun tentu saja itu adalah usaha yang sia- sia.

" Gue dudukin kepala lo juga nembus Jes, gausah lebay."

Jesi hanya memutar keuda bola matanya.

" Yah sayang, gue ga bisa liat hasil karya lo dong?" Mata Jesi memandang ke atas, ke arah Brian.

" Lo kan bisa buka IG gue kali heheh"

" Apaan IG lo?" Jempol Jesi sudah meluncur pada aplikasi Instagram miliknya.

" from underscore youngk" jawab Brian singkat.

Jesi mengetikkan username yang di ucapkan Brian lalu masuk ke profil miliknya. Terlihat profil dengan nama Brian Kang dan foto berupa siluet yang tentu saja terlihat seperti Brian diantara lampu- lampu kuning yang menghiasi sebuah pohon natal.

" Wahhh gila lo? Lo suka jalan- jalan keluar negeri?" Mata Jesi berbinar kembali menatap Brian.

Brian hanya mengangkat bahunya dan meruncingkan bibirnya. Tanda menyombongkan diri.

" Gila feeds lo bagus banget, Bri"

" Rapi, gue suka litanya" mata Jesi masih menyusuri feeds Instagram milik Brian. Kemudian terhenti pada satu foto dimana Brian nampak berfoto bersama dengan teman- temannya yang masing- masing membawa instrument musik.

" Lo anak band?"

Brian berdiri, kembali duduk di kursi yang ia duduki di awal.

" Iya, gue bassist disitu" Brian tersenyum kecut. Wajahnya nampak menyembunyikan kesedihan.

" Nama band nya apa?" Tanya Jesi.

" Day6" jawab Brian seadanya.

Jesi yang mengetahui perubahan mimik wajah Brian yang terasa langsung muram ikut memandangi Brian dengan rasa sedih.

" Lo pasti kangen ya sama mereka?"

Brian hanya mengangkat kedua bahunya. Tidak menjawab apapun.

" Temuin gih" Jesi meletakkan ponselnya dan memandang tepat ke mata Brian.

" Iya, nanti." Senyum yang bagi Jesi cukup manis itu nampak getir kali ini. Ada sekat yang tak bisa Jesi jelaskan karena sejujurnya alam mereka juga sudah berbeda. Terlebih teman- teman Brian belum tentu bisa seberuntung Jesi yang pada akhirnya bisa melihat hal- hal yang tidak masuk di akal.

The Ghost of You | YoungK Of Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang