ANTAERICA 4

5.9K 503 25
                                    

Melihat kakaknya memakan Eskrim dengan lahap membuat  Antariksa tanpa sadar tersenyum, senyum yang jarang sekali ia perlihatkan kepada siapapun, termasuk Erica.

"Gitu dong senyum, kan cantik." Ucapan Erica membuyarkan dirinya dari menatap kakaknya.

Antariksa merebut eskrim kakaknya lalu memakan bekas gigitan Erica.

"Dasar bocah, tadi gak mau."

Rasanya sangat manis, dia memakan bekas dari Erica dengan bahagia, tanpa adanya rasa jijik sedikitpun.

Dia membayangkan jika bibir seksi nan indah Erica memulat bibirnya.

Shitt

Antariksa menggelengkan kepalanya supaya pikiran kotornya menjauhi otak polosnya.

"Kak, lo pernah suka sama seseorang tapi orangnya gak tau? Tiba-tiba Antariksa menanyakan hal itu kepada orang yang dia maksud.

"Hmm pernah, waktu SMP dulu kalo gak salah, emang kenapa? Lo lagi suka sama siapa? Cowok yang sama lo tadi disekolah ya? Tanya Erica antusias.

Lagi-lagi Antariksa tersenyum kecut.

"Nanya doang, bukan siapa-siapa."

"Gue kira siapa, kenalin kali kalo udah punya, gue keknya gak pernah liat lo pacaran deh Ri." Jangan tanya perasaan Antariksa sekarang, bagaimana dia pacaran sedangkan hatinya hanya untuk Erica seorang.

"Males pacaran kak, ujung-ujungnya putus, kek lo dicuekin lewat chat aja nangis." Ucapnya menenangkan dirinya sendiri dengan memberi sarkasme kepada wanita cantik disampingnya.

"Ntar lo rasain kalo udah punya pacar, lo mungkin jauh lebih cengeng daripada gue." Ucapnya tak suka karena menyinggung dirinya yang menangis karena Rio.

"Hehehe." Ucapnya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sedikitpun.
Bagaimana tidak, melihat Erica nangis karena Rio aja, Antariksa merasa sangat sakit.

"Yaudah pulang yuk kak udah mau gelap." Erica langsung mengangguk, menggandeng lengan Antariksa.

Berjalan dengan keadaan hening, membuat Erica tak nyaman.

"Kak pandangan lo tentang LGBT gimana?" Tanya Antariksa lagi-lagi membuat langkah Erica berhenti.

"Gimana ya, gue agak kurang srek aja sama yang begituan, bagi gue kek gak ada lawan jenis aja, contohnya Lesbian, kek gak ada cowok aja, dan malah milih sesama cewek, enaknya dimana? Tuhan tuh udah nyiptain manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan, jadi jangan ngelakuin hal sia-sia dengan melakukan hal yang ditentang oleh-Nya." Sakit, mendengar orang yang kamu cintai mengatakan hal seperti itu didepanmu, meskipun itu 100% adalah kebenaran, perkataan Erica bagai belati yang menusuk relung hati Antariksa, sangat sakit.

"Kan bukan kemauan mereka menjadi seperti itu, jika disuruh, mereka juga mau normal kali kak, dan gak ada manusia yang ingin dilahirkan berbeda dengan manusia lainnya." Ucapan Antariksa ada benarnya juga, tapi sulit untuk diterima oleh Erica.

"Meski demikian, rasa terhadap sesama jenis juga sangat dibenci oleh allah, tuhan kita, harus dihilangkan, bagaimana murkanya Allah pada kaum Nabi Luth, yang menyukai sesama jenisnya?" Tutur Erica yang membuat Antariksa berpikir juga harus mengubur rasa terlarang ini terhadap kakaknya sendiri.

"Tapi kan yang membuat mereka diazab karena perilakunya bukan karena hubungannya kak." Beo Antariksa yang masih bisa didengar oleh sang kakak.

Tidak bisa dipungkiri, sakit itulah yang sedang dirasakan hatinya, bukannya apa tapi Erica seolah tak mengerti, gimana susahnya Antariksa mencoba melupakan perasaannya, mengubur semua dalam-dalam tetapi sangat sulit, dia juga ingin terbebas dari rasa aneh ini.

"Gue Homopobic."

Deg

Lagi-lagi dia merasakan sakitnya, lebih sakit dari tidak diperdulikan orang tuanya, bagaimana jika Erica tau jika adiknya adalah salah satu dari perkumpulang organisasi pelangi tersebut?
Bahkan dengan lancang sudah berani menaruh hati kepada saudara sedarahnya.

"Yaudah kak, kakak gak capek?" Antariksa mengalihkan topik karena semakin dalam ia mengulik tentang ini, sudah dipastikan dia akan semakin tersiksa oleh rasa sakitnya.

"Capek sih, tapi kenapa tiba-tiba nanya gitu, jangan bilang lo salah satu dari mereka?" Ucapnya menatap sang adik penuh selidik.
Antariksa mencoba tetap rileks kembali ketatapan dinginnya, agar sang kakak tak mengetahui kegugupannya.

"Ng-nggak lah, yakali gue gitu." Ucapnya sedikit gugup setelah itu Erica menatap kearah jalan yang mereka lalui.

"Bagus deh, gue gak perlu takut sama lo." Ucapnya kemudian berjalan lagi, meninggalkan Antariksa yang diam mematung.

Kakaknya, cintanya, akan menjauhi dirinya karena takut jika mengetahui yang sebenarnya. Dia tersenyum masam, mengingat dirinya yang akkh sudahlah sulit dijelaskan.

Antariksa berjalan cepat menyamai langkah sang kakak.

"Makan dulu kak, disini ada penjual bakso pavorit gue, kita mampir sebentar." Menatap kearah mata indah itu lagi membuat dirinya hanyut, menghilangkan sejenak rasa sakit yang bukan salah Erica juga.
Salahnya karena menanyakan hal itu.

"Oke." Erica menggandeng lengan adiknya kearah penjual Bakso langganan Antariksa.

"Mang Ujang Bakso nya dua ya." Mang ujang, nama penjual Bakso langganannya.

"Siap den Ari." Mang Ujang memanggilnya den karena wajah Antariksa sangat tampan menurutnya.

Pesanan sudah datang.

"Nih makan,lo pasti laper seharian ditaman kak." Erica hanya mengangguk, tiba-tiba berubah menjadi pendiam, entahlah.

Setelah itu mereka menyantap dengan nikmat, sesekali Antariksa menyuapi sang kakak, entahlah dia tidak marah tetapi berubah menjadi sangat baik, Antariksa berjanji akan menghapus rasa aneh ini, dengan tetap membahagiakan kakaknya saja sudah cukup menurutnya.

------------------------------------------------------

Ada dari readers yang pernah ngalamin seperti ARI gak?
Pasti sakit banget yah.

Jangan berpikiran bahwa itu pengalaman author, gila aja lo ders, gue gak mungkin sekuat itu, kalo gue mah udah gue tinggalin dijalan si Erica nya.

Ogah gue bergaul sama yang otaknya cetek gak terbuka.

ANTARIKSA [End✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang