***"Jisoo, sayang! Habiskan sarapanmu duluu!"
Bosan dengan kalimat itu?
Ya, Jisoo juga sering menemukannya di hampir kebanyakan cerita fiksi yang ia baca di waktu senggang.
Sama bosannya dengan membaca, Jisoopun bosan kalau ibunya terus berteriak seperti itu tiap kali ia akan berangkat sekolah.
Tidak-tidak! Bukan setiap kali berangkat sekolah, tapi, setiap ia melakukan dua kegiatan sekaligus. Menyantap sarapan dan memakai kaos kaki.
"Aish, kau ini jorok sekali!" ibunya datang seraya mengomel, duduk di kursi sebelah dan menggeser piring miliknya.
Jisoo hanya meringis begitu ibunya menyendokkan nasi ke mulutnya.
Sambil mengunyah, sesaat setelah melihat jam besar yang ada di dinding ruang makan, Jisoo memekik “astaga ibu, aku terlambat.”
Ia menyelesaikan kegiatan memakai sepatu cepat-cepat, menghabiskan sarapanpun juga serba cepat.
Ayahnya yang sedang menyetir tak henti-henti Jisoo omeli agar lebih mempercepat laju mobilnya dalam mengantar.
“Ayah, jangan membuatku semakin terlambat!”Beliau hanya menggeleng pelan, “kau yang bangun kesiangan kenapa ayah yang diomeli. Ayah bahkan sudah rela menungguimu mandi, sayang.”
Jisoo ingin menimpali, tapi dering telepon dari Lisa mengurungkan niat itu. “Hah! Iya Lisa! Aku tahu, sudahlah aku sebentar lagi sudah di depan gerbang!”
Tahu bahwa Lisa akan mengomelinya melalui telepon, Jisoo segera mematikan sambungan itu.
“Bye, ayah! Terimakasih." Pamitnya mencium pipi ayahnya lalu berlari dari arah mobil menuju gerbang.
Ternyata, ada guna juga Jisoo tetap menghabiskan sarapan tadi pagi -meski dengan paksaan ibu- karena ia jadi punya tenaga untuk berlari super kencang dari arah gerbang sekolah menuju kelas yang lumayan jauh.
Astaga! Jisoo memang terbiasa terlambat dulu sewaktu di sekolah lama, tapi tidak ia sangka hingga sekolah menengah ia masih saja terjebak dalam kebiasaan sedikit buruk ini.
Jisoo berlari cukup ceroboh, sampai-sampai tidak sengaja menyenggol seseorang. Sepertinya kakak kelas, dan senior itu tampak marah padanya namun Jisoo tidak punya waktu untuk menoleh.
“Maaf!” teriaknya begitu saja, meninggalkan si korban dan menaiki tangga menuju kelas.
Sesampainya di kelas, Lisa langsung menolong dengan membantu memindahkan tas ransel Jisoo dari punggung.
“Yaa! Kau ini, dasar! Untung belum ada guru yang datang.” Lisa mengomel seperti biasa. Ngomong-ngomong, dia adalah teman Jisoo sejak di sekolah sebelumnya, maka dari itu dia seolah punya wewenang lebih kalau mau mengomeli pelaku yang hampir hobi datang terlambat lagi dan lagi ini.
***
Jennie sebenarnya tidak heran dengan kelakuan para murid baru yang akhir-akhir ini seolah kehilangan sopan santunnya. Tapi dia sama sekali tidak mengira bahwa, seorang murid baru sama sekali tidak ada rasa bersalah dan tanggung jawab sedikitpun setelah menabrak kakak kelasnya sendiri di ujung tangga.
Bukan Jennie yang lemah, catat! Tapi tadi pagi, Jennie sedang membawa tumpukan kertas ujian teman-teman kelas yang harus ia bagikan.
Jennie memang tidak terlalu melihat jalan, tapi gadis itu, dia pasti jelas melihat jalan bukan? Kenapa dia tidak mau mengalah sebentar saja sampai setidaknya membuat Jennie menyadari ia butuh ruang di tangga itu untuk bisa naik ke lantai dua?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kompilasi OS
Short Story☝️ Jennie: Top/Seme/Dominant - Girl's ☝️ Jika kamu tidak nyaman dengan books ini, dipersilahkan untuk meninggalkan books ini dengan segera. ☝️ Tidak menerima komentar jahat/menjatuhkan/bully dsb. ✍️ All copyright by following authors.