09; already mines

200 40 1
                                    

"Jangan merasa bahwa aku akan meninggalkanmu, karena aku akan selalu ada untukmu"

***

(NAME) menghempaskan tubuhnya di atas sofa, tepat diantara Tsukishima dan Sugawara yang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Rasanya seperti aku mempunyai dua kakak lelaki. Eh, tunggu. Maksudku tiga. Aki juga kakak lelakiku," ucap (Name).

Tsukishima hanya dapat menghelakan napasnya. Dia membaca buku yang berada di tangannya. "(Name), apakah kau sudah mengerjakan PR Matematika-mu?"

Tubuh (Name) membeku. Manik matanya melihat ke arah lain. "S... sudah..."

"(Name)?" ucap Sugawara. "Jangan berbohong loh."

(Name) menunduk. "Aku belum membuat PR-ku..."

Sugawara mengusap puncak kepala (Name). "Sudahlah, aku akan membantumu membuat PR, OK?"

(Name) memandang ke wajah Sugawara, senyumnya mengembang. "Iya!"

Tsukishima melihat ke arah mereka dengan mata yang redup. (Name) yang selama ini lengket dengannya, kini lengket dengan lelaki lain. Entah kenapa, itu membuat darah di dalam tubuhnya mendidih.

***

"TSUKKI, apakah kau mau ke kantin?" ajak Yamaguchi.

"Kau saja yang pergi, aku di kelas," balas Tsukishima.

"T-tapi...."

Ucapan Yamaguchi sudah tak lagi di dengar oleh Tsukishima, setelah lelaki berkacamata tersebut memakai headphone dan memutar sebuah lagu dari MP3 player miliknya.

Yamaguchi menghelakan napasnya. Dia tahu bahwa Tsukishima sedang bad mood, jadi sebaiknya lelaki bersurai hijau tersebut tidak menganggunya.

Sekembalinya Yamaguchi dari kantin, dia dapat melihat Tsukishima yang masih memandang ke luar jendela, sembari mendengarkan lagu dari headphone-nya.

Yamaguchi menarik sebuah kursi dan duduk di samping Tsukishima. Yamaguchi bercerita walau tahu bahwa Tsukishima tak akan mendengarkan.

"Tsukishima-kun."

"..."

Yamaguchi menepuk pundak Tsukishima.

"Apaan, Yamaguchi?" tanya Tsukishima sembari melepaskan headphone-nya.

"Kau dipanggil, Tsukki," jawab Yamaguchi.

Tsukishima mengangkat salah satu alisnya. Dia menoleh dan mendapatkan sosok seorang gadis.

"Kau pasti lupa, aku―"

"Akari Minamoto, kan?" tanya Tsukishima, mendengus. "Ada apa?"

"Uhm, begini. Selama ini, kau tak melaksanakan piket karena latihan voli. Tapi, apakah hari ini kau bisa piket sebentar? Soalnya, yang jadwal piket selain kau dan aku tidak datang hari ini, jadi..."

Manik mata Tsukishima memandang Akari sejenak. "Yamaguchi, tolong bilang kepada Daichi-san aku akan datang terlambat, ya."

"Oh, uhm, OK, Tsukki."

Bel tamatnya istirahat makan siang lantas berdering. Beberapa jam kemudian, bel sepulang sekolah pun berdering.

Kini, waktunya bagi para murid untuk melanjutkan kegiatan klub mereka.

"Aku duluan ya, Tsukki," ucap Yamaguchi.

"Iya," ucap Tsukishima.

Yamaguchi lalu berjalan menuju gymnasium, di jalan, dia tanpa sengaja bertemu dengan (Name).

"Hai, (Surname)."

"Tadashi!" ucap (Name). "Loh, Kei dimana?"

"Lagi piket," jawab Yamaguchi.

(Name) mengerutkan keningnya. "Tumben sekali. Bersama?"

"Etto, kalau tak salah... Akari Minamoto."

Mata (Name) melebar. "Oh. Begitu." (Name) lalu tiba-tiba berlari. "Maaf ya, Tadashi ada yang ketinggalan."

"Heh? Tunggu. (Surname)!"

***

"APA maumu, Minamoto?"

Akari Minamoto, gadis yang berhasil mengoyakkan hati Tsukishima berkali-kali tanpa mengenali kata ampun. Bahkan sekarang, gadis itu kembali mengusik kehidupan Tsukishima yang tenteram.

"Tak begitu banyak," balas Akari, menyeringai.

Tsukishima mendecak. "Jika tak ada, tak usah kau usik hidupku lagi. Sudah cukup, Minamoto-san."

"Yah..." Akari memilin rambutnya. "Ini tentang (Surname)."

"Kenapa dengannya?" Tanpa sadar, Tsukishima membalas dengan nada tegas.

Akari terkekeh. "Sudah kuduga reaksimu pasti seperti itu."

Tsukishima memukul papan tulis yang betada disampingnya. Manik mata coklatnya menatap sinis ke arah gadis di hadapannya.

"Jelaskan."

Akari mendengus, berusaha untuk tidak gentar. "Kau tahu, Sugawara-senpai menyukainya, bukan?"

"Trus?"

"Kalau kau mau membantuku, kau bisa mendapatkan (Name) tanpa gangguan Sugawara-senpai."

"Hanya itu?" Tsukishima mendengus, meremehkan. "Sori, tapi itu tak berguna."

Akari mengangkat alisnya. "Sungguh? Apa buktinya?"

"Dia hanya sahabatku, dia sudah milikku." Tsukishima menyambar tasnya, berjalan keluar kelas sembari meninggalkan Akari yang mematung.

Tanpa dia tahu, percakapannya dengan Akari barusan adalah pemicu segalanya terjadi.

.

.

.

tbc.

.

.

.

a.n;

Punten, ada yang kangen??

Hehe, author is back.

Udh lama gak update nih, jadi begitu ngetik lgsg gasss.

Kemungkinan author update lagi minggu depan. Sabar ya.

-Mochii

epiphany | k.t & k.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang