"Hana, lihat Buletin Perencanaan ayah?" Ayah sibuk meneliti deretan bukunya di rak.
"Buletin Perencanaan? Semacam majalah tambang, bukan?"
"Ya," jawab ayah singkat. Matanya masih menelisik judul-judul buku di rak, siapa tahu terselip. "Edisi tahun 2013, tentang Evaluasi Kebijakan Sektor ESDM wilayah Sumatera. Ayah lupa buletin volume nomor berapa."
Aku mulai mengingat. Beberapa bulan lalu memang sempat merapikan rak buku, termasuk rak buku di kamar ayah. Beberapa buku almarhumah kumasukkan ke dalam kontainer plastik dan menyimpannya di gudang.
Apakah jurnal yang ayah maksudkan ikut terbawa?
"Coba Hana cari dulu di gudang. Mungkin waktu itu nggak sengaja dimasukkan ke kontainer." Aku bergegas menuju ke gudang yang bersebelahan dengan dapur.
Gudang yang kumaksud adalah ruangan berukuran 3x2 meter. Ayah telah membuat tiga tingkat rak dari pelat besi siku yang menempel ke dinding dan membentuk huruf U, untuk menyimpan kontainer-kontainer barang. Memenuhi sisi kanan-tengah-kiri dinding gudang.
Di setiap sisi, barang-barang disusun sesuai dengan kategorinya. Ada perkakas--termasuk sparepart, buku-buku, dan peralatan rumah tangga lainnya.
Masing-masing kontainer diberi nama sesuai kategori, seperti kategori BUKU yang sedang kucari saat ini. Selain kategori, di bagian depan kontainer juga ditempeli kertas yang sudah dibubuhkan nama-nama barang yang ada di dalamnya. Demi memudahkan pencarian dan bisa memangkas waktu.
Aku mengangkat dua kontainer di rak paling atas. Dua kontainer itulah yang terakhir kuisi untuk merapikan buku-buku pribadi almarhumah.
Dua puluh menit berselang, jurnal yang kucari belum juga ditemukan. Mau tidak mau, kuangkat beberapa kontainer lain yang berada di bawahnya. Beberapa diantaranya adalah milik ibu dan teh Naura.
Jariku menelusuri nama dan jenis buku yang tertera di sana, hingga berhenti pada tulisan tangan ibu yang bertuliskan 'Buku Harian'.
Tanganku tiba-tiba bergetar, seiring keringat dingin yang membanjir dan detak yang memburu.
Sejenak aku hanya mematung memandangi buku-buku harian ibu diantara tumpukan buku-buku lamanya. Buku-buku itu masih terlihat terawat, hanya ada satu dua noda di atasnya.
Cukup lama waktu yang kubutuhkan untuk memutuskan apakah akan mengambilnya atau tidak. Banyak pertimbangan yang melarangku untuk membukanya, tapi juga banyak bisikan yang mendorongku untuk melihat isinya.
Apakah ibu akan marah jika kubaca buku hariannya?
Aku memejamkan mata sambil menguatkan hati.
Mungkin tindakanku ini salah. Namun, sepertinya tidak ada pilihan lain. Maksudku, tidak ada pilihan lain ketika rahasia pemilik majalah GADIS itu sedang kucari. Mungkin ibu pernah menuliskannya di sana.
Maafkan Hana, Bu.
Tanganku mulai memilah buku dan mengusapnya satu per satu. Ada enam buku harian yang kutemukan. Dua diantaranya bertuliskan tahun agenda, sisanya merupakan buku harian biasa dengan sampul berwarna hitam.
Masih dengan tangan bergetar, kubuka sampul sebuah buku bertuliskan tahun 1984.
Buku itu masih terlihat bagus untuk ukuran usianya yang lebih tua dari usiaku. Hanya saja, ada beberapa bercak kuning dan warna pena yang sedikit memudar. Aku mengenali tulisan tangan ibu yang tidak memiliki banyak perubahan itu, tipis dan sedikit miring ke kanan.
Di halaman-halaman awal, yang kudapati adalah tulisan ibu tentang aktivitasnya selepas lulus kuliah dari fakultas ekonomi. Bagaimana ibu mendapatkan pekerjaan, berkenalan dengan teman-teman baru, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Ada kebahagiaan yang bisa kurasakan saat membaca cerita ibu, terlebih saat ibu menjelaskan bagaimana perasaannya saat bisa membelikan nenek sebuah kalung emas dari gaji pertamanya.
Tanganku membalik halaman-halaman berikutnya yang menceritakan kejadian serupa, termasuk saat ibu digosipkan dekat dengan salah satu teman kerjanya.
Mataku beralih ke halaman selanjutnya yang membuat napasku tercekat.
Barusan Ilham menelpon dan mengatakan bahwa akhir pekan nanti dia akan melamar Sofi.
--bersambung--
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pasti Kembali [Completed]
General FictionRupanya Ibu memiliki tempat teramat istimewa di hati Ayah. Nyatanya, setahun setelah 'kepergian' Ibu, ia terlihat masih sangat terpukul. Tidak tega melihatnya lama terpuruk, Hana berinisiatif untuk mencarikan Ayah seorang pendamping. Berharap bisa m...