"Duluan, ya." Kulambaikan tangan pada Salma yang masih berkutat dengan revisian jurnalnya.
Salma menatapku dengan tampang memelas. "Nggak mau nemenin?"
"Nggak," jawabku cepat.
Mataku lalu disibukkan pada aplikasi pemesanan taksi online. Sampai hampir menabrak mahasiswa yang berjalan di depan, jika tidak segera kembali melihat jalan.
Hari ini kuliburkan lagi si Biru--motor kesayangan yang sudah kembali pulih--karena jarak lokasi makan malam kami yang cukup jauh dari rumah. Pun karena Ayah akan membawa mobil, jadi bisa pulang bersama nantinya.
Tiba di lobby, rupanya koneksi internetku bermasalah. Mobil yang sudah kupesan tidak bergerak dari maps semula ke lokasi jemput. Aku terus menggoyang-goyangkan ponsel dan berharap beberapa bar sinyalnya bisa bertambah, tapi nihil. Jaringan wifi jurusan juga bisa dijangkau dengan baik hanya di lantai jurusan, lantai tiga.
Kepalaku mendongak keluar, siapa tahu mobil yang akan menjemputku sudah sampai, walau tidak terdeteksi oleh aplikasi. Samar kulihat mobil mendekat. Rasanya pernah mengenal plat nomornya.
Sebuah mobil Honda Civic hitam berhenti tepat di hadapan. Kucocokkan jenis mobil yang merapat dengan mobil yang ada di aplikasi, lalu mendapati bahwa yang seharusnya menjemputku adalah mobil Toyota Avanza--yang titiknya masih belum bergerak.
Kaca jendela mobil pun turun dan terdengar suara central lock pintu dibuka. Refleks kutolehkan kepala saat namaku disebut.
"Hana, masuk!"
Fathan? Bukannya baru besok pulang dari Bangkok?
Segera kuhampiri kaca yang terbuka dan mencondongkan sedikit badan.
"Aku sudah memesan taksi online."
"Sudah datang?"
"Belum."
"Cancel saja, bilang kalau sudah ada yang menjemput."
Aku berpikir sejenak. Tawaran Fathan sepertinya lebih baik daripada harus menunggu driver yang masih sulit kuhubungi. Segera kuketik permintaan maaf dan membatalkan pesanan.
Kuraih handle pintu dan membukanya dengan cepat. Fathan bersiap menekan pedal gas saat sabuk pengaman yang kukenakan berbunyi 'klik' dan sudah duduk manis di sampingnya.
"Tadi Bunda telepon, minta tolong sekalian jemput. Katanya kamu masih di kampus."
Fathan memulai pembicaraan ketika mobil sudah jauh meninggalkan kampus, menjawab pertanyaan dalam kepala.
Tiga puluh menit lalu, Tante Sofi memang menghubungi dan menanyakan posisiku, tapi tidak mengatakan jika akan ada orang yang menjemput.
"Sudah balik dari Bangkok?"
"Ya, dipercepat. Pagi baru landing. Siang tadi ada meeting penting."
Aku hanya menoleh dan sedikit menganggukkan kepala. Setelah itu, kami diam dengan pikiran dalam kepala masing-masing.
Lima puluh menit menerjang macet, akhirnya mobil yang kami naiki tiba di lokasi tujuan. Mobil Ayah pun sudah terparkir di halaman.
"Apa yang kira-kira akan dibahas?"
Fathan mengangkat bahunya. "Entah. Mungkin hanya kangen-kangenan. Pertemuan dengan teman lama."
Aku mengekori Fathan yang sepertinya sudah tahu meja mana yang sudah Bundanya sudah pesan.
Benar dugaan Fathan, rupanya bukan hanya ada Bunda dan Ayah di sana, melainkan juga sepasang suami istri beserta anak seusia SD--yang kutaksir cucunya, juga gadis cantik yang duduk di samping Tante Sofi. Itu mungkin yang namanya Caca.
Rupanya acara reuni kecil, bukan acara perjodohan!
Kami bergabung dan Tante Sofi segera memperkenalkan.
"Ini teman-teman Tante waktu SMA dulu, tapi kenal sama Ayah Hana juga, makanya Tante ajak ngumpul."
Aku dan Fathan menyalaminya satu per satu, lalu duduk di kursi yang kosong. Fathan memilih duduk di sebelahku.
Pembicaraan yang kemudian mendominasi pertemuan adalah seputar nostalgia masa sekolah.
Dari cerita yang kutangkap, Tante Widya dan Om Saeful adalah teman Tante Sofi yang rumah orangtuanya dulu dekat dengan rumah orangtua Ayah, sehingga mereka juga mengenal Ayah dengan baik. Ayah juga tahu sejarah bagaimana Om Saeful dulu mendekati Tante Widya.
Pembicaraan pun beralih pada soal pekerjaan dan keluarga. Aku hanya sesekali ikut menimpali, sementara Fathan sibuk dengan gawainya.
--bersambung--
🌸🌸🌸
Hari ini update 2 kali!
Terkhusus bagi para pembaca setia dan spesial bagi yang baru bergabung.😍😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pasti Kembali [Completed]
General FictionRupanya Ibu memiliki tempat teramat istimewa di hati Ayah. Nyatanya, setahun setelah 'kepergian' Ibu, ia terlihat masih sangat terpukul. Tidak tega melihatnya lama terpuruk, Hana berinisiatif untuk mencarikan Ayah seorang pendamping. Berharap bisa m...