1. Kenangan lama sebelum menjadi anak Punk

54 3 0
                                    

Flasback on

Masa kecilku sangat bahagia. Aku memiliki keluarga yang hampir sempurna. Ayah dan ibu yang sangat menyayangiku. Harta yang tidak kekurangan. Ah, sangat indah.

Saat itu umurku masih 8 tahun dan aku sedang berdiri di depan rumah, menggunakan payung karena hujan turun dengan derasnya.

"Ayaahhh. " Aku berteriak kencang, sangat bahagia saat mendapati ayahku sudah pulang kerja.

"Ayo masuk kamu nungguin Ayah?" Ayahku segera memelukku dan menggiringku masuk rumah.

"Ingat kan ayam goreng dan sebotol beer untuk malam yang hujan." Ya, itu adalah tradisi Ayahku setiap malam di musim penghujan seperti ini.

"Kamu masih kecil, Tesya. Belum boleh ikut minum beer. Gimana kalo diganti susu hangat atau teh aja?" Aku tertawa kemudian menghambur ke dapur menyusul Ibuku.

"Ayah sudah pulang?" tanya Ibuku.

"Iya, Bu ayo cepetan aku bantuin biar cepet makan bareng, kasian Ayah pasti laper." Ibuku tersenyum mengusap-usap puncak kepalaku.

Aku segera ikut mempersiapkan makan malam itu.

Ayam goreng dengan sebotol beer, itulah yang selalu ku ingat tentang ayah. Tapi beliau selalu bilang aku belum dewasa dan tidak boleh ikut meminumnya.

Aku tahu dan aku hanya akan mengenang betapa indahnya malam-malam itu, bersama dengan kehangatan keluarga yang lengkap.

Flasback off

"Lu nanti ikut ngacara nggak?" tanya Nadya sahabatku seusai kita mengamen.

Kami sedang istirahat di pojok taman kota sambil menghitung jumlah rupiah yang kita dapat hari ini.

"Nurut sama anak-anak aja, aku ikut," ucapku.

"Hay, ini makanannya!" kata Ferdi dan Doni setibanya membawa dua bungkus makanan.

"Wahhh ini nih, kebetulan banget. Yuk serbu, Tes! " kata Nadya merebut satu bungkus nasi dan memakannya dengan semangat. Ya, mereka bertiga adalah sahabatku sesama anak jalanan yang di persatukan entah karena takdir atau dunia yang kejam.

"Setelah makan kita langsung pergi ke gedung pertemuan. Anak-anak sudah nunggu di lokasi acara mulai jam dua." Ferdi menginstruksikan acaranya.

Aku hanya menganggukan kepala.

"Lu dapet uang banyak, Tes?" tanya Doni hati-hati.

"Ya, cukuplah buat beli minuman buat kalian mabok," ujarku pendek.

Ferdi tertawa sarkatis, Nadya terbatuk-batuk.

"Lu gitu amat jadi temen!" Nadya menoyor tanganku.

"Ya, uang kita berputarnya kan memang buat gitu, kalo habis cari lagi iya nggak, Fer?"

"Betul itu, gue setuju." Yang ditanya manggut-manggut.

Selesai makan kita langsung pergi ke lokasi, karena teman-temanku yang lain sudah menunggu di sana.

*

Siang itu matahari bersinar sangat terik, aku memandang sekelilingku dan mendapati tempat gedung konser akan di mulai sudah penuh dengan kumpulan anak punk dari penjuru negeri. Tak hanya anak punk, anak jalanan dari berbagai komunitas dan yang hanya ikut-ikutan pun banyak yang ikut dalam acara ini.

Aku beserta keempat temanku segera mencari keberadaan gerombolan kami. Dan mereka sudah menunggu di samping panggung.

"Bintang tamunya siapa?" tanyaku pada Alan yang berada di dekatku.

"Karena mereka, dan masih banyak bintang besar lainnya," jawabnya singkat.

Aku memang terbiasa lebih banyak diam apalagi jika kumpul begini, paling aku duduk di pojokan sambil menyesap asap rokok dan berhalu menikmati imajinasi daripada mendengarkan ocehan teman temanku yang terdengar omong kosong.

Di sini aku menumpahkan semua rasaku, melupakan penat rasa sakitku yang terpendam.

Kita mabuk, minum, dan bermoshing-ria bersama teman-teman. Ya, itu memang pelarian dari semua rasa sakitku.

Takkan ada yang menyangka kenapa aku bisa jadi seperti ini.

"Hay, Tesya!" Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku yang sudah agak fly dan pandanganku buram pun mengerjap-ngerjap agar dapat melihatnya dengan jelas.

"Sorry?" Aku berucap pelan karena belum mengetahui dia siapa.

"Gua Fian, tato lu keren juga sebagai seorang cewek. " Dia menunjukan tatoku yang berada di lengan kanan, karena aku memakai tang-top jelas dia melihatnya. Aku hanya tersenyum.

"Thanks," ucapku kemudian kembali berjoget-ria mengikuti dentuman lagu hardcore-an ini.

"Kapan-kapan kalo mau nambah tato hubungi aku aja." Dia berbisik di telingaku.

Aku menoleh sebagai tanda penasaran.

"Aku anak Slank Barat, cari aja namaku ke mereka semua, pasti kenal."  Aku mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Sudah lama dijalan?" Dia masih berbicara sambil mengikuti arah jogetanku.

"Yup, lumayan lama," jawabku pendek , dia ber'oh-ria' kemudian pamit menyusul teman-temannya.

Lumayan asyik si orangnya, dan tawarannya tadi lumayan menggoda. Aku jadi ingin menambah koleksi tatoku.

Dia melambaikan tangan saat sudah berada di grombolannya.
Aku hanya membalas dengan tersenyum.

Nahhh kan udah saya rombak nihh agar lebih rapii. Semoga kalian suka ya karna aku emang baru belajar nulis. Jangan lupa kasih vote dan komennya teman teman see you nex part

Story of lady punk (tesya) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang