23. Masa lalu yang muncul bersamaan.

4 0 0
                                    

"Bagaimana?" tanya Nadya antusias. Yang lain juga menatap tak sabar dengan penjelasanku.

"Doakan saja semoga sukses, ya?" kataku menatap teman-temanku penuh harap.

Mereka semua tersenyum bahagia dan tak lupa memberi pelukan semangat untukku.

"Nanti malam ada Mafia sholawat. Lo mau ikut nggak?" tanya Alan salah satu sahabat karibku.

"Ikutlah! Sekalian syukuran iya kan?" jawab Nadya sambil merangkul bahuku.

Mafia sholawat adalah salah satu konser islami tapi menjunjung solidaritas tentang anak punk. Jangan heran nanti jika di acara banyak di isi anak punk muslim daripada anak pesantren.

"Lama nggak ada acara gituan, kenapa tiba-tiba di sini ada?" tanyaku heran.

"Nggak tahu, soalnya mau ada acara pemilihan daerah. Jadi, semacam kampanye mungkin." Aku mengangguk paham mendengar penjelasan Nadya.

"Nanti juga kita bisa ketemu temen-temen dari luar kota, Tes. Siapa tahu mereka bisa mensuport karirmu juga." jelas Donny.

"Oke, aku ikut." putusku telak.

Aku juga sudah lama nggak keluar dan ikut acara ini. Akan ku beri tahu kalian tentang salah satu anak punk jenis yang lain.

Punk muslim Indonesia.

****

Sampai di sana, lapangan sudah sangat penuh. Dari berbagai kelompok sudah mengeluarkan bendera kelompok mereka masing-masing.

Ya, soal punk muslim Indonesia. Memang hanya sedikit, dari sekian ratus anak punk. Mungkin hanya sepuluh orang yang termasuk.

Sedikit memang, mereka begitu selektif memilih anggotanya. Aku, bukan. Aku nggak semuslim itu untuk masuk anggota mereka.

Aku sempat bertemu mereka dalam acara kali ini, berada di pojok lapangan. Mulai menyapa beberapa yang aku kenal.

"Tes, itu." Alan menepuk pundakku, dan menunjuk sesuatu. Aku mengikuti arah pandang tunjuknya.

"Ferdy?" gumamku tak percaya.

"Jangan khawatir, kita bakal lindungin lu kok."

Aku menggeleng tegas. "Gue sanggup kalo harus berhadapan dengan dia sekarang."

Selepas ucapanku tadi, Ferdy menoleh ke arahku dan tersenyum. Perlahan coba mendekatiku.

"Lihat siapa ini?" Dia berjalan angkuh mendekatiku. Donny hendak menghalanginya tapi aku menepisnya.

"Seneng lihat lo udah bebas lagi," ucapku sinis.

"Usaha yang bagus, sayangnya percuma!"

Feri, salah satu anggota PMI berdiri dan menyela di antara kami.

"Jangan buat keributan di sini, balik sono! Acaranya udah di mulai. Ini kawasan kami!" tegas Feri padanya.

"Kita belum selesai, Tes!" ujarnya sebelum berlalu. Aku menggeram di tempatku.

Ferdy sialan! Kenapa dia semenyebalkan ini sih!

****

Alunan lagu sholawat yang di mix campuran rock dan dangdut terdengar menghentak-hentak.

Mereka terlihat gembira bergoyang dan menari mengikuti iramanya. Cih, mereka ini sadar nggak kalo itu solawatan. Bukannya berdoa yang khusyuk malah di buat jogetan.

Sebenarnya aku nggak suka acara ini, lebih seperti menyalahi kodrat. Di tambah pula penonton yang gila, gimana nggak gila acara sholawatan di padu padankan dengan jogetan dan bermabuk ria!

"Gue pengen pulang," ucapku pelan pada Nadya.

"Kenapa? Gara-gara si Bangsat Ferdy?" tanya Nadya.

Aku menggeleng tegas. "Gue udah nggak mood di acara ini."

Aku melangkah pergi meninggalkan mereka, meninggalkan tempat menyebalkan ini.

Saat sudah di luar dan berjalan sekitar 500 meter, langkahku di hentikan oleh cekalan tangan.

"Kita harus bicara!" ujarnya penuh penekanan.

Aku menoleh dan mendapati Ferdy yang memegang tanganku. Aku coba melepaskannya perlahan.

"Diantara kita udah nggak ada yang perlu di bicarakan."

"Oh, aku terkejut," ucapnya dengan ekspresi terkejut yang di buat-buat.

"Sekarang udah berani lagi lu? Nggak inget dulu pernah nangis-nangis ama gue?"

Aku menggeleng tak percaya. Dia nggak berubah tetep aja bangsat.

"Ikut gue sekarang! Gue bakal bales kelakuan lo, tanpa ampun!" Dia menyeretku. Menggenggam tanganku erat hingga rasanya sakit di pergelangan tanganku.

"Lepas! Lu gila, ya?" Dia tak menanggapi pernyataanku dan terus saja menyeretku.

"Lepasin dia Bangsat!" teriak seseorang di depan kami. Karena gelap dia nggak terlihat, aku memicingkan mata melihatnya.

Dia berjalan pelan ke arah kami.

"Aku beri peringatan sekali lagi, lepasin dia!" Rian. Entah darimana datangnya tiba-tiba dia di depan kami.

"Yan, please. Lu nggak bisa hadapin dia," ucapku memohon. Aku nggak mau Rian harus tersakiti karena aku.

"Oh, lu yang dulu jadi pacar Tesya kan? Kebetulan sekali," kata Ferdy senang.

" Bacot!" Buughhhh! Dia menghantamkan satu tinju keras di pipinya.

Ferdy tersungkur jatuh, sudut bibirnya terluka mengeluarkan darah. Dia meludah dan tersenyum sinis. Aku sudah di seret di sebelah Rian.

"Sekali lagi lo sentuh Tesya, nggak segan gue bunuh lo!" tegasnya berang. Lalu menarikku menjauh dari Ferdy.

*

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Rian sesampainya di depan montornya yang di parkir cukup jauh dari lokasi.

"Aku nggak apa-apa."

"Aku masih kesel dan dendam, seharusnya dulu ku bunuh dia." Tatapannya menerawang jauh.

"Udah nggak apa-apa, gue tadi cuma syok makanya nggak bisa ngelawan. Lain kali nggak usah bantu gue," ucapku lemas. Aku terduduk di trotoar.

"Tes," panggilnya pelan.

Aku mendongak menatapnya, dia akhirnya ikut duduk selonjoran di sampingku.

"Kenapa kamu ngehindarin aku belakangan ini? Bukannya kamu udah setuju kita baikan waktu itu?" Aku terdiam mendengar pertanyaannya.

"Aku nggak mau dibuat pelarian lagi," jawabku tanpa menatapnya.

"Aku nggak buat pelarian," dia menarik napas dan mengeluarkannya pelan.

"Aku serius mau balik sama kamu, kamu lihat tadi kan? Aku sampe segitunya loh sama kamu," jelasnya panjang lebar.

"Kamu punya pacar, aku nggak mau ganggu cowok yang punya pacar." Dia diam mendengar jawabanku.

"Aku ... nggak serius sama dia," jawabnya pelan.

"Udahlah, aku nggak mau denger apapun. Pokoknya thanks udah bantuin aku tadi." Aku berdiri beranjak meninggalkannya.

Meninggalkan dia yang mengukir luka, meninggalkan kebodohanku di belakang. Cukup sudah, aku tak mau di bodohi dia lagi.

Aku harus berjalan ke depan, menatap masa depan dengan mantap, tanpa harus menoleh ke belakang.

*****

Tbc
Maaf lama nggak apdettt semoga ada yang mau baca dan memberi vote dan komennnn

Story of lady punk (tesya) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang