8. Kado terburuk untuk kekasihku.

13 0 0
                                    

Kami tiba di depan basecampku, pintunya tertutup. Mungkin semua orang sedang tidur di balik selimut hangatnya yang tebal. Aku mengembalikan jaketnya pada Rian.

"Ceritalah!" titahnya tak dapat di ganggu gugat.

Aku duduk di sampingnya mengatur nafas dan mulai bercerita. "Gue tadi pergi ama Ferdi ... " Aku menggantung kalimatku. Dia memperhatikanku.

"Dia mengajakku nonton kembang api bareng anak-anak yang lain di alun-alun kota sebelah," ucapku perlahan.

"Tiba-tiba hujan sangat lebat, Ferdy memaksa untuk berteduh di sebuah gudang tua di sana. Sampai dia berniat merebutku dan--"

"Dan menodaimu? Makanya kamu di tinggal di sana'kan?" Dia menyelaku cepat sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

"Aku sudah tahu akhirnya, dan Tesya maaf kita hanya bisa sampai di sini saja." Aku ternganga tak percaya dengan apa yang di katakannya.

"Tap--tapi kenapa?" tanyaku seperti orang bodoh.

Dia tersenyum simpul. "Makasih atas kado terindah yang kau berikan malam ini, pacarku di nodai sahabatnya pas malam ulang tahunnya sendiri." Dia tertawa sarkastik.

"Rian tunggu! Bukan seperti itu kebenarannya." Aku coba mempertahankannya.

"Tidak usah mengelak lagi, Tes. Sudah, ya?" Dia naik ke atas motornya dan langsung melaju meninggalkanku.

Aku duduk bersimpu di atas tanah, pertahananku roboh sudah. Apa yang sudah aku lakukan? Aku duduk memeluk lututku, membiarkan derasnya hujan mengguyur tubuhku. Sampai semua gelap dan terasa ringan. Aku tak ingin bangun, aku berharap ini semua hanya mimpi buruk.

****

Ku tak tahu harus berkata apa,
Kau tinggalkan diriku di dalam asa.
Jika waktu yang berputar takkan kembali.
Lagi ini jadi satu ironi.
Dan mengapa kau lemah dalam langkah.
lelah menyerah sudah lah sudah.

---------

"Tes ... Tesya bangun! Ya ampun, kenapa sih lu kok bisa kayak gini? Tolooong, hey lu! Tolong, dong! Tesya nih lagi sekarat!" Samar-samar terdengar suara Nadya yang berceloteh nggak jelas di sampingku.

Aku ingin bangun tapi badanku rasanya sakit semua, mataku pun berat untuk di buka.

Lalu ku rasakan tubuhku di bopong masuk ke basecamp.

"Lo kenapa bisa kayak gini sih, Tes?" Dia bertanya khawatir, lalu memegang keningku.

"Ya ampun demam! Doni beliin obat demam buat Tesya! Rena ambilin kompres, apa lo lihat-lihat? Bantuin kek, ini bukan tontonan!" Nadya berseru mengabsen semua yang di lihatnya, aku tersenyum tahu dia mengkhawatirkanku.

"Sabar ya Tes, lo kuat kok." Aku hanya tersenyum menanggapinya.

"Lo kenapa sebenarnya?" tanyanya hati-hati.

"Gue putus ama Rian," ucapku lemah.

"Kok bisa? kan semalem lo pergi ama Ferdy?" Dia nampak penasaran.

"Iya, gue hampir di perkosa si Ferdy semalem, tapi nggak! Setelah dia nggak dapet yang dia mau, dia ninggalin gue entah di mana." Aku hampir menangis lagi mengingat kejadian tadi malam.

"Lalu Rian datang menjemputku, meminta penjelasan dan ninggalin aku juga. Dia mengira aku sudah di nodai Ferdy," lanjutku.

"Brengsek si Ferdy!" umpatnya pelan.

"Berani aja dia kesini, gue habisin pake tangan gue sendiri," dia bergumam lagi.

"Terserah, Nad gue capek mau istirahat," ujarku lelah.

"Eh!" Dia menepuk bahuku keras. "Nanti siang ada konser, gue bakal ajakin anak-anak buat balas si Ferdy, gimana?" Dia memberi saran.

"Oke, lo yang atur."

"Siap, lo istirahat gih. Obatnya di minum dulu." Dia membantuku meminum obat dan ganti baju.

Biarlah akan terjadi perang saudara, bukankah semua memang akan ada balasannya kan?

Biar aku sendiri yang menjemput karma itu untuknya.

Segini dulu dehhh berharap ada yg mau vote dan comen

Story of lady punk (tesya) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang