20. Tawaran menjadi teman.

4 0 0
                                    

Aku sudah berjalan sejauh ini menyusuri kota. Sudah tengah hari dan waktunya aku beristirahat.
Aku duduk di salah satu trotoar dan menatap ibukota yang ramai padat merayap.

"Biarkan orang berkata, mencaci juga menghina. Ku akan terus kan terbang menggapai bintang."

Aku memetik ukuleleku pelan dengan bernyanyi ringan. Aku memang sering seperti ini jika sendiri mengisi ke kosongan.

"Prokk ... prokk .... prokk, amazing girls!" Tiba-tiba ada yang menghampiriku dan memberi tepukan tangan. Aku menoleh dan terkesiap.

"Lu? " tanyaku tak percaya.

"Ya, kita bertemu lagi. Ternyata dunia sangat sempit, ya?"

Dia adalah orang yang tempo hari ku peringatkan karena melempar botol sembarangan.
Aku bahkan hampir lupa dia. Kenapa dia masih mengenaliku?

"Terkejut? Aku sudah mengintaimu beberapa hari sejak kejadian itu. Tapi, tak juga menemukanmu. Mungkin Dewi Fortuna sedang berpihak padaku sekarang. " Dia terkekeh geli. Kemudian langsung duduk di sebelahku tanpa minta izin.

Aku mendengus kesal.

"Lu mau apa? Mau nyeret gua ke kantor polisi soal tempo hari?" tanyaku to the point tak mau berbasa-basi lagi.

"Nggak juga. Aku nggak sejahat itu sih."

Aku menaikan alis tanda tak mengerti. Dia melanjutkan kalimatnya.

"Oh ya, aku juga nggak nyangka kemampuan bernyanyi mu bagus juga," sambungnya lagi.

"Thanks deh, atas ejekannya." Aku menghembuskan nafas berat.

"Nggak lah, serius! Aku rasa kamu bisa punya masa depan cerah dengan suara emasmu itu. " Dia coba meyakinkanku.

"Really? " Aku mendecih pelan sedikit mengejek kemudian segera beranjak.

"Kamu mau kemana? " tanyanya lagi.

"Dengar ya, cowok manja, aku masih banyak pekerjaan. Sebaiknya hentikan omong-kosong ini, bye! " Aku segera berjalan meninggalkannya.

"Nice to meet you! My name Raffi. " Dia berteriak lantang.

Aku hanya menoleh dan memberinya senyuman miring.

Aku mulai berpikir, tempo hari dia menghinaku tanpa henti seolah aku ini sangat menjijikan.

Sekarang dia malah meneriakan namanya tanpa ku minta.

Dasar cowok aneh, nggak tahu datangnya dari mana tiba-tiba nyelonong aja kayak setan nggak diundang

Aku bergumam sendiri sepanjang jalan. Ku putuskan pulang saja ke basecamp.

****

"Lu dari mana aja sih, Tesss?" cecar Nadya saat baru saja ku langkahkan kakiku masuk ke basecamp.

"Ngamen lah, masak dari nguntit. Lu udah makan belom?" tanyaku tak acuh seraya duduk dan langsung selonjoran.

"Belom lahh, gua beliin sini! Lu pasti juga laper." Dia menadahkan tangan meminta uang.

Aku mengambilnya malas dan memberi sepuluh ribu buat dia.

"Lu aja yang makan, gue gorengan 2 biji aja," kataku santai kayak di pantai.

"Tes! Kan lu yang kerja, masak gue yang makan sih?" protes Nadya sesaat.

"Gue udah kenyang, Nad lagi males makan. Lu makan apa yang lu mau sono gih! Biar cepet sembuhnya. Udah sono ah! Gue mau merem bentar nih," ujarku mengusirnya. Mendorongnya agar segera pergi.

Dia'pun akhirnya beranjak dan aku mulai memejamkan mataku perlahan. Aku begitu lelah hari ini dan ingin terpejam sebentar, mengistirahatkan ototku yang terasa kaku semua.

----------------------------------------------------------
Ku hanya terus berharap ini bukan kenyataan ....
****

"Aku begitu mencintaimu, Yan," ucapku lembut seraya menengadah, menatap mata coklatnya yang selalu nampak indah. Dia menatapku begitu dalam penuh kasih. Membelai rambutku lembut dan aku pun memeluknya semakin erat.

"Aku juga, Tes aku harap kita bisa seperti ini selamanya, tapi ... " Dia menghentikan kata-katanya dan bernafas berat.

Aku menatapnya heran. Dia melepaskan tanganku dari pelukannya dan beranjak berdiri.

"Kita tak bisa melanjutkan ini lagi, Tes. Aku harus pergi, " ujarnya dengan tatapan murung dia berbalik, meninggalkanku di kamar sendirian.

Menutup pintu kemudian pergi.

Tak kuasa ku tahan tangisanku dan memanggilnya untuk kembali. Tetapi, dia memang tak'kan pernah kembali.

****

Aku bangun dengan nafas terengah-engah mengingat mimpi buruk itu datang lagi. Aku hampir melupakan Riyan orang yang paling berharga dalam hidupku. Tetapi, dia kini datang lagi.

Aku mendengus kesal. Ku raba pipiku dan ada bekas air mata. Aku menangis dalam tidur.

Toh, untuk apa aku menangis? Itu nggak akan buat dia kembali lagi kan?

Seharusnya aku sadar diri sejak dulu bahwa kita berbeda kasta. Aku yang terlalu bodoh percaya adanya keajaiban cinta. Tapi nyatanya?

Aku mengacak rambutku frustasi. Kemudian beranjak dari tempat tidurku. Berjalan keluar basecamp mencari udara segar.

Jam masih menunjukan 04.00 wib sebentar lagi subuh datang.

Aku naik ke atas balkon belakang basecamp tempat biasa ku merenung. Dari sini ku bisa lihat lengangnya ibu kota saat fajar menyingsing.
Ada sedikit aroma ketenangan disini.

"Tesya? Lu ngapain subuh-subuh udah disitu? " Tiba-tiba Alan salah satu sahabatku memanggilku dari bawah.

"Nggak apa-apa, Lan. Lagi menghirup udara segar." Dia segera menyusulku ikut naik ke atas sini.

"Lu pasti lagi ilusi makanya jam segini melek," kekehnya, aku membalas dengan tersenyum kecut.

"Gue nggak mabok sama sekali tadi, Lan. Gue aja tidur dari sore."

"Kayaknya iya deh. Mungkin gue yang lagi ilusi. Subuh gini liat bidadari cantik di atas balkon." Dia tersenyum miring.

"Lu masih mabok, Lan? Tidur sono gih!" Aku tertawa pelan menanggapi gurauannya.

"Lu belakangan ini sering menyendiri, Tes, " ujarnya pelan lebih seperti gumaman.

"Iya. Gue cuma pingin nenangin pikiran," jawabku se-kenanya.

"Tapi boleh kan, gue sekarang nemenin lu sampai sunrise tiba." Dia mengajukan diri ingin menemaniku. Aku pun membalas dengan senyuman hangat.

"Tentu. Lu kan sahabat gue yang paling bisa gue andalin."

"Thanks." Tiba-tiba dia menjawab dengan suara lemah dan wajah yang terlihat murung.

Tak ku hiraukan perubahan sikapnya, sampai sunrise terbit kami masih terdiam dengan pikiran masing-masing.

Lalu dia berbaring di sebelahku dan mulai terpejam. Tak lama ku mendengar dengkur halus darinya. Alan sudah tidur nyenyak.

Yaelah, bocah ini emang masih mabok dan lagi ilusi, pantes ngomongnya ngelantur. Aku biarkan dia tidur dan menikmati kesendirianku sampai pagi tiba.

*****

Masih ku tunggu vote dan komennya yaaa

Story of lady punk (tesya) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang