Beberapa orang mengaku bahwa mereka menyukai rasa cokelat
Begitu ditanya mengapa
Jawabannya karena manis
Banyak yang tidak mengira bahwa cokelat adalah buah yang diambil dari sebuah pohon bernama kokoa
Seperti kopi, buah kokoa harus dicuci bersih, d...
Tepat empat puluh lima menit kemudian, Yeori berhasil mengerjakan CV-nya. Jika ibu dan ayahnya bertekad untuk tetap berakting seolah mereka tidak bangkrut dan bertingkah layaknya sosialita pada umumnya, ia membutuhkan modal lebih, tanpa harus membuat ibunya meminjam uang kesana-kemari lagi.
"Kau ingin kemana?" tanya ibunya membuat langkah Yeori terhenti dalam ketergesaannya menuju pintu.
"Bu!" Yeori balas berseru. "Aku tahu kau bermaksud baik untuk tidak melibatkanku dalam masalah ini. Tapi aku tidak bisa diam saja! Aku tidak bisa begitu saja bersenang-senang di kapal pesiar Busan, sementara Ibu harus tinggal di rumah tanpa listrik, bahkan Ibu tidak tahu akan makan malam apa hari ini!"
Ibunya terdiam, Yeori bisa melihat genangan air mata memenuhi kedua pelupuk mata wanita paruh baya itu.
"Bu," Yeori melangkah ibunya sambil meraih tangannya. "Bu, biarkan aku membantu Ibu dan Ayah. Aku akan tetap menuruti kalian yang menginginkan aku menjaga status sosial. Kalian bisa katakan kalau aku memang ingin bekerja agar begitu lulus nanti aku siap menjadi penerus ayah atau apa pun. Tapi, biarkan aku setidaknya menghidupi diriku sendiri, Bu. Setidaknya Ayah dan Ibu bisa berkonsentrasi pada hal lain selain aku."
Ibunya tersenyum kecut, bibirnya bergetar-getar menahan tangis. Tangannya terulur kedepan dan mengelus puncak kepala putrinya. "Wah, anak Ibu sudah besar memang."
Yeori balas tersenyum.
"Yeori, jangan marah pada Ayah, ya?" Ibunya terisak kecil, mengeratkan genggamannya pada putri sematawayangnya itu. "Ayah begini, juga karena ingin membahagiakan Yeori. Membahagiakan Ibu."
Yeori mengangguk, balas meremas kedua tangan Ibunya. "Iya, Bu. Aku tidak marah pada siapa pun. Memang ini proses yang harus kita lalui. Doakan aku dapat pekerjaan paruh waktu ya, Bu."
"Ne."
Dan disinilah Yeori berdiri satu jam kemudian. Sebuah tempat hybrid yang tengah digandrungi oleh remaja dan pekerja. Siang menjadi kafe, malam bisa menjadi bar. Tempat ini terletak dibilangan Ilsan, sedikit jauh dari sekolah. Meski ia mengatakan pada ibunya ia tidak khawatir jika ketahuan bekerja, jauh dari dalam hatinya Yeori berharap ia tidak perlu menjelaskan kepada siapa pun situasi sandiwara yang ia siapkan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menarik napas panjang, Yeori menyiapkan diri, tersenyum dan mendorong pintu kafe bernama One Day itu.
"Annyeonghaseyo."
"Oh, annyeonghaseyo," sapa seorang pelayan wanita dengan celemek khas One Day yang berwarna hitam. "Untuk berapa orang?"
Yeori buru-buru menggeleng, "Saya mau melamar pekerjaan. Tadi, saya baca di depan... ada lowongan part time."