- 6 -

24 7 0
                                    


"Darimana saja jam segini baru pulang ke rumah Kim Yugyeom?"

"Mempersiapkan masa depan," jawab Yugyeom santai sembari melewati ibunya yang melipat kedua tangannya, dan ekor matanya mengikuti setiap langkah Yugyeom yang tidak ada takut-takutnya sama sekali.

"Kim Yugyeom, berhenti disana! Eomma masih mau bicara denganmu." Titahnya.

Yugyeom berhenti di tempatnya berdiri, melepaskan sebelah earpod-nya dan melirik ke arah ibunya dengan seluruh massa tubuh hanya ditumpukan pada sebelah kaki dengan gaya yang sangat jemu.

"Apa, Eomma?"

"Kalau kau memang main, aku tidak akan melarangmu. Tapi berhenti mencemooh setiap aku bertanya kau kemana. Aku hanya ingin dikabari jika kau memutuskan untuk pulang terlambat, Kim Yugyeom."

Alis putra sematawayangnya terangkat sebelah, "Ya, aku memang main. Eomma pikir aku pergi hingga selarut ini di perpustakaan? Yang benar saja!"

"Kim Yugyeom, berhenti bicara dengan ibumu dengan nada seperti itu!"

Yugyeom diam, menelan kembali setiap kalimat-kalimat yang hendak ia utarakan.

"Apa ini mengenai kunjungan wisatamu ke Jeju? Kau masih marah?"

Yugyeom memutar kedua matanya, "Aku tidak marah, Eomma. Aku hanya tidak merasa kegiatan itu perlu, dan aku bisa melakukan banyak hal lain dibandingkan harus mengikuti acara menjemukan ajang pamer itu."

Ibunya menghela napas sebal, "Sampai kapan kau terus marah untuk hal seperti ini? Aku tidak memintamu untuk langsung mengambil alih atau bekerja di perusahaan kita, aku hanya minta kau bersekolah dengan baik. Apa itu terlalu banyak, ha?"

Yugyeom diam saja.

"Kau harus terus mengikuti kegiatan dari sekolah karena itu memang untuk mendidikmu. Setelahnya kau mau main atau apa terserah, aku tidak akan melarangmu. Tapi kau harus tetap mengabari Eomma."

"Iya, iya,"

Ibunya memijat pelipis, putus asa. "Yasudah, kau istirahat sana."

Yugyeom tanpa disuruh dua kali langsung melangkah menuju tangga, namun berhenti begitu kaki kanannya sudah berada di anak tangga pertama.

"Eomma," panggilnya.

"Hmm?"

"Apa kau mengenal teman di sekolahku yang bernama... Lee Yeori?"

Ibunya yang masih memijat-mijat pelipisnya mendadak menghentikan kegiatan tersebut, "Lee Yeori?"

"Hmm,"

"Kurasa aku tahu ibunya," jawab ibunya datar.

Yugyeom kenal nada itu, nada ketika ibunya merasa malas atau tidak suka dan enggan membahas sebuah topik.

"Apa mereka memiliki perusahaan kopi?"

Ibunya mendadak mendengus dan tertawa, "Tidak, Yugyeom, tentu saja tidak."

"Benarkah?" Yugyeom mengerutkan kening. "Kukira mereka melakukan usaha kopi."

"Yang benar saja," kekeh ibunya getir.

Tapi Yugyeom sudah tidak mau tahu lagi, ia mengucapkan selamat malam dan naik ke kamarnya.

* * *

Selama satu pekan berikutnya, mau tidak mau, suka tidak suka Yugyeom harus menerima kehadiran gadis ceroboh dan tidak bisa bekerja macam Lee Yeori di One Day, apabila ia ingin mendapatkan pengajaran dari Taecyeon.

ICE CHOCOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang