- 7 -

30 7 2
                                    


"Ayo, sudah waktunya kita makan!" dengan tidak sabaran, Kim Mingyu, teman sekelas Yugyeom—juga satu-satunya teman yang masuk daftar toleransi Yugyeom, menarik-narik lengannya dan hendak membawanya ke restoran kapal pesiar.

"Aku tidak lapar!" dengan menggertakkan gigi, Yugyeom berusaha keras untuk tidak mengikuti Mingyu.

"Jangan begitu! Kau selalu tidak pernah ikut perkumpulan sekolah. Dan sekarang jam makan siang, kau tidak boleh mangkir! Ayolah,"

"Tapi aku malas, Kim Mingyu!" gertak Yugyeom sambil berusaha menghempaskan tangannya yang ditarik-tarik oleh temannya yang bertubuh besar itu.

"Sekali ini saja, ayolah, Kim Yugyeom. Kalau tidak ada kau, siapa yang akan menemaniku makan, eoh?"

"Kau kan bisa makan sendiri!"

"Bisa, tapi hanya kau yang menganggapku manusia normal jika sedang berbincang-bincang." Dengan lirih Mingyu melepaskan lengan Yugyeom dari cengkramannya. "Aku juga sama tidak sukanya harus berbagi ruangan dengan anak-anak sombong itu, tapi aku lapar, Yugyeom-ah. Aku tidak mampu untuk membeli makanan sendiri dan minta antar ke kamar sepertimu."

Yugyeom memutar kedua matanya. Mulai lagi, Mingyu dan caranya mendapatkan simpati. Atau belas kasihan dari Yugyeom. Sebenarnya Yugyeom sebal dengan cara Mingyu yang menyedihkan itu, tapi kalau dipikir-pikir kasihan juga Mingyu ini. Satu dari beberapa anak yang mendapatkan beasiswa di SMA Yongsan, dan tentu saja harus menelan pil pahit bersekolah dengan anak-anak sombong yang mulutnya tidak punya rem jika sudah mulai membicarakan kekayaan yang dimiliki oleh orangtua mereka.

Salah satu alasan kenapa Yugyeom memilih berteman dengan Mingyu, adalah karena Mingyu bukan anak orang kaya. Dan tentu saja, karena selama berteman, Mingyu pun tidak begitu tertarik atau banyak bertanya mengenai Yugyeom dan keluarganya.

"Kau seperti perempuan saja!" dengan gemas Yugyeom mendorong Mingyu yang terkekeh dan mengikuti langkah pria itu masuk ke dalam restoran dimana teman-teman satu sekolahnya sudah memenuhi restoran mewah itu.

Mingyu mendesah, "Aku harusnya membawa jasku,"

"Yang benar saja!" decih Yugyeom sambil bergidik ngeri menyisir seluruh ruangan yang dipenuhi laki-laki dan perempuan yang berpakaian layaknya datang ke pesta dansa.

"Ini masih siang bolong, padahal." Gumam Mingyu. "Aku jadi merasa tidak layak disini."

"Oh, persetan!" desis Yugyeom dan mendahului Mingyu menuju meja prasmanan terdekat untuk mengambil ayam goreng.

Masa bodoh dengan penampilan.

"Err, sepertinya tidak ada meja kosong lagi, Yugyeom-ah," gumam Mingyu dengan piring berisi nasi bulgogi dan semangkuk sup dipinggir.

Yugyeom ikut mengangkat wajahnya dari mangkuk sup yang baru ia isi, "Ah sialan!" entah sudah berapa kali Yugyeom mengumpat hari ini.

"Ah disini, kita duduk disini saja... masih ada dua bangku kosong!" Mingyu berseru dengan penuh semangat, langsung mendahului Yugyeom menuju meja yang menarik perhatiannya.

Yugyeom mengangkat alisnya, "Yah, Kim Mingyu! Apa maksudmu? What?! Kita akan bergabung dengan orang lain?!"

"Yugyeom-ah, sudahlah... cuma ada dua bangku itu yang tersisa."

Dan pandangan Yugyeom jatuh pada Lee Yeori yang membeku saat Mingyu menaruh piring disamping piring gadis itu. "Hai, Yeori... kami boleh bergabung, kan? Sudah tidak ada tempat lagi."

"Tentu, duduklah." Dengan pelan, Yeori mempersilakan Mingyu untuk duduk disampingnya, dan Mingyu mendongak sambil melambaikan tangan, memberikan isyarat pada Yugyeom untuk duduk disampingnya juga. Dengan berat hati, dan setengah kesal pada temannya itu, Yugyeom akhirnya mendekat dan duduk.

ICE CHOCOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang