Aku tersenyum lega, dalam hati mengucap syukur ketika aku resmi menjadi istri dari pria baik hati yang ada di sampingku ini.
Menjalani rangkaian acara pernikahan dengan senang hati, aku menebar senyum kepada setiap undangan yang menyalami kami, padahal 95% undangan adalah tamu dari kedua orang tua kami. Di sampingku, suamiku, ia sama sepertiku, tersenyum manis, membalas doa-doa yang dirapalkan untuk kami dan lain sebagainya.
Pernikahan berlangsung meriah meskipun resepsi hanya berlangsung sampai jam 3 sore. Saat ini, aku dan suami asingku ini ada dalam perjalanan menuju hotel yang sudah dipesankan oleh Mami, atau mungkin Mamanya, entah lah, yang pasti salah satu dari mereka.
"Makasi, Pak Tomi." Ucapku pada supir pribadiku yang sudah sedari kecil selalu mengantarku kemana-mana.
"Sama-sama, Non Ginny, yuk saya bawain tasnya."
"Gak usah, Pak. Makasih. Saya aja yang bawa." Aku melirik, tersenyum.
"Yaudah, Mas. Ditinggal yaa! Selamat Non, sekali lagi! Gak nyangka, Non Ginny udah gede!" Seru Pak Tomi.
Aku mengangguk. Ingin sekali memeluknya, namun entah kenapa itu terasa kaku. Lagi pula, aku tak pernah memeluk beliau. Kalau salim ya sering.
Meninggalkan Pak Tomi, aku menyusul suamiku yang sudah lebih dulu masuk, untuk check-in.
"Yuk, lantai 26."
Aku tak menyaut, hanya mengikutinya yang sedang mengangkut dua tas berisikan baju. Aku heran, kenapa dia gak pakai jasa bellboy aja sih? Paling kasih tips berapa gitu kan yaaa.
"Kamarnya tipe apa Mas?" Tanyaku.
"Ehh, coba deh liat ini." Ia memberikanku amplop kecil yang di dalamnya terdapat keycard.
"Suite, ini pesenan Mami apa Mamanya Mas?"
"Kurang tau deh, tadi sih kode bookingnya aku dapet dari Bang Juna. Jadi kayanya sih Mami."
Pintu lift terbuka, ia langsung mencari nomor kamar yang kami tempati. Aku menempelkan kartu ke pintu dan mendorongnya terbuka. Kupersilahkan ia masuk, sementara aku meletakkan kunci ditempatnya agar listrik ruangan ini menyala.
"Mau taro di sini aja?" Tanyanya, ia menunjuk lemari pakaian yang ada di lorong kamar.
"Boleh."
"Okee! Tas hijau punya aku yaa, tas navy baju kamu."
"Iya Mas."
"Kamu mau mandi duluan?"
Aku langsung mengangguk. Badanku super lengket, dan mendadak tubuhku terasa lelah.
"Okee, silahkan, duluan aja." Katanya.
"Makasi, Mas."
Kini gilirannya mengangguk. Aku tersenyum, lalu berjalan mendekat, untuk mengambil baju dari tas yang dibawa.
Suamiku ini, ia bergerak ke tempat lain, seperti memeriksa bagian kamar. Tak ingin mengganggunya, aku langsung masuk ke kamar mandi, melewati lounge yang lumayan besar, dan kamar tidur yang terlihat sangat nyaman.
Di kamar mandi, aku sudah tidak sabar merendam tubuhku di air hangat. Gosh! Meskipun melewati resepsi tadi dengan riang gembira, tapi badanku gak bohong kalau ia capek.
*****
Saat keluar lamar mandi dan berjalan menuju ruang tengah, kulihat suamiku sudah tertidur di sofa, ia memakai pakaian rumah. Kalau dilihat dari berantakannya, sepertinya ia cuci muka di washtafel dapur lalu langsung berganti.
Enggan mengganggunya yang sudah terlelap, aku merapikan dapur, membuang tisu yang sedikit berserakan, kemudian menuju lemari untuk merapikan baju-baju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang lain
ChickLitKalau ada yang ingin kuubah dari hidupku, adalah aku berharap bisa lebih cepat bertemu denganmu dan lekas mencintaimu banyak-banyak. itu saja.