Setelah dua hari berbulan madu yang terasa tidak seperti bulan madu pada umumnya, aku dan suamiku sibuk mengurus barang-barangku yang akan dipindah ke rumah mungilnya. Rumah mungil kami maksudnya. Tempat kami akan memulai kehidupan yang baru.
"Kalo gak penting gak usah dibawa, dek! Berat-beratin doang!" Seru Bang Aril.
"Penting, Bang!"
"Kamarnya aja bawa sekalian." Sindirnya.
Aku manyun, tapi tetap, bang Aril dan Mas Putra membantu tukang membawa barang-barangku ke truk jasa pindahan yang disewa.
Setelah semua selesai diangkut ke dalam truk, Bang Aril ikut bersamaku dan Mas Putra, katanya sih mau bantu pindahan, yaa semoga bener.
Aku sudah lihat rumahnya, rumah minimalis dengan dua kamar, satu ruang keluarga yang lumayan luas, satu ruang tamu, satu kamar mandi, dapur kecil yang menyatu dengan meja makan berkapasitas 4 orang dan halaman belakang yang kecil untuk cuci-jemur.
Rumah itu sudah siap huni meskipun barang-barangnya belum lengkap. Yang paling menyita perhatian sih yaa 3 lemari kaca berisi action figure, keren-keren emang, dan aku tahu yang begituan gak murah, karena Bang Aril juga koleksi.
"Waah? Keren nih, punya ginian." Seru Bang Aril ketika ia memeriksa lemari Mas Putra.
"Susah dapetnya Bang, itu beli pas SMA."
"Jangan manggil gue Abang laah, hehehe, kan tuaan elo."
"Ya tapikan lo abangnya Ginny."
"Yaudah, gue juga manggil lo Mas Putra."
"Jihhh, apaan sih Bang?!" Sambarku.
"Ya kan biar adil, yha??"
"Emm, gak gitu juga sih." Ujar Mas Putra.
"Yaudah, hilangkan umur dan hilangkan gue kakaknya Ginny, kita saling manggil nama aja, gimana?"
"Okee!"
Kedua lelaki ini tersenyum, kemudian Bang Aril lanjut cek koleksi-koleksinya Mas Putra.
"Ini rak bawah hadiah dari Happy Meal McD yaa?"
"Ehh? Iya, tapi gak lengkap, dulu sama Mama gak boleh keseringan makan mekdi, padahal cuma ngincer hadiahnya."
Aku yang gak ngerti sama bahasan mainan itu, jadi aku memilih mengecek tukang angkut-angkut barang dan tata letak penempatan barangku.
***
Rumah mungil ini sudah rapi. Aku, Bang Aril dan Mas Putra saat ini sedang duduk santai di ruang keluarga, menonton acara berita siang, sambil sesekali mengobrol, membahas apa saja.
Kalau seperti ini, rasanya nyaman, aku tidak merasa asing dengan suamiku itu karena ada Bang Aril yang menjadi perantara kami. Gak tau deh aku kalau Bang Aril pulang nanti gimana.
"Dek besok kamu ke klinik loh!"
"Klinik apaan Ril?" Tanya Mas Putra.
"Cek kandungan, kan bulan kemaren gue yang anter."
"Ohh, yaudah sekarang kamu sama aku aja berangkatnya."
"Ehh? Mas Putra kan besok udah masuk kerja." Kataku.
"Emang jam berapa?"
"Pagi ngambil nomornya, terus sore deh dateng ke sana." Jelas Bang Aril.
"Ya kalau gitu bisa, tinggal pulang lebih cepet, biar gak telat."
"Gak apa-apa tuh? Kan baru aja cuti."
"Santai aja."
"Nah yaudah dek, sama Putra aja, besok Abang mau ketemu dosen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang lain
ChickLitKalau ada yang ingin kuubah dari hidupku, adalah aku berharap bisa lebih cepat bertemu denganmu dan lekas mencintaimu banyak-banyak. itu saja.