Sudah empat bulan umur pernikahanku, tujuh bulan usia kandunganku, dan semakin hari, aku semakin jatuh cinta pada suamiku. Ternyata dia bukan cowok ribet yang gak peka.
Dia sangat peka, cekatan dan lain sebagainya. Aku bersyukur Mami jodohin aku sama dia, dan bersyukur juga Mamanya setuju anaknya menikahiku. Gak ngerti lagi dehh, Mas Putra tuh terbaik daah.
Tapi, ada satu yang kurang.
Kami gak pernah berhubungan badan layaknya suami istri di luaran sana. Jujur ini bikin kepercayaan diriku berkurang. Pikiran jelekku banyak banget yang keluar.
Dia gak suka aku.
Aku gak napsuin.
Dia selfservice bayangin cewek lain, mantannya.
Dia homo.Pikiranku kacau, entah perasaanku saja atau memang ini kenyataannya, ada kekurangan besar dalam pernikahan kami.
"Nasinya banyak gak?" Pertanyaan itu menghancurkan lamunanku.
Kami sekarang sedang ada di rumah salah satu sahabatnya. Mas Putra punya banyak sahabat yang baik, yang caur tapi perhatian.
"Sedeng aja Mas, pake sop aja, sate gak usah." Jawabku. Sebenernya aku bisa sih ambil sendiri, tapi aku lagi gendong anaknya Bang Vino, sedangkan ibunya anak ini sedang ada di toilet, gak ada yang jaga, kasian.
"Aku tuangin sop pas Keira dateng aja ya? Biar nasinya gak ngembang. Atau kamu mau disuap?"
"Nunggu kak Kei aja."
"Okee! Di meja ini yaa, aku ambil makananku dulu."
Aku hanya mengangguk, sambil asik mengayunkan bayi berumur 4 bulan ini. Enak sih, itung-itung latihan gendong bayiku sendiri nanti.
"Eh ada yang mau jemput Kalya gak? Dia lakinya telat katanya, daripada kemaleman mending jemput aja." Seru Bang Rivan selaku tuan rumah.
"Gue aja sini!" Sahut mas Putra.
"Kamu kan lagi makan, Mas." Kataku.
"Nanti bisa lanjut, lagian enakan makannya rame-rame."
"Kakak ipar gue itu emang nyusahin mulu yaa!" Seru Bang Vino, ia mengulurkan tangan padaku, meminta anaknya. "Ikut sana, Gin." Tambahnya.
"Aku mau makan." Kataku singkat, sumpah, usia kandunganku sekarang bikin aku kaya cookies monster, makan mulu. Tapi anehnya, berat badanku cuma naik 4 kilo.
"Ikut gih!" Ucap Bang Vino lagi, memaksa, seperti menyiratkan sesuatu.
"Gue berangkat ya!" Seru Mas Putra.
"Ikut sana." Bang Vino mengulang ucapannya untuk kali ketiga. Tapi aku hanya menggeleng.
Ada apa sih? Kenapa Bang Vino maksa banget aku supaya ikut. Mas Putra kan cuma jemput Kak Kalya, sahabatnya. Kenapa aku harus ikut? Toh nanti pas sampe sini juga aku bakal ketemu.
"Ginny makan ya!" Ucap Mas Putra sebelum keluar meninggalkan ruangan. Aku hanya mengangguk.
Mengambil piring nasi yang diletakkan mas Putra di meja, aku mengambil lauk dan sayur yang dihidangkan Bang Rifan dan Kak Renata malam ini. Mereka nih baik banget, di antara semua teman Mas Putra, pasangan inilah yang paling bersedia rumahnya direcokin buat kumpul geng aneh ini.
"Gin?" Panggil Bang Vino pelan, ia duduk di sofa yang sama, di sampingku, sambil menggendong anaknya.
"Kenapa Bang?"
"Gue bingung bilangnya, asli."
"Bilang apa?" Aku malah jadi penasaran.
"Lo tau siapa mantannya Putra?" Suara Bang Vino masih pelan, seolah tak ingin didengar temannya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang lain
ChickLitKalau ada yang ingin kuubah dari hidupku, adalah aku berharap bisa lebih cepat bertemu denganmu dan lekas mencintaimu banyak-banyak. itu saja.