Hubungan pernikahanku dengan Mas Putra makin hari makin membaik. Kami sudah selayaknya suami-istri di luaran sana dan aku bahagia hidup bersamanya.
Malam ini, aku membantu mas Putra mengerjakan tugasnya, ia mendadak disuruh ngelist barang-barang yang harus dibeli untuk kantornya sebelum list itu diberikan ke bagian pengadaan.
"Yaang, kamu kalo ngantuk tidur aja." Ucapnya saat ia kembali dari dapur, membawa dua gelas teh hangat.
"Belom ngantuk kok Yang, lagian list barang-barang kamu masih banyak."
"Iya, mau aku jadiin PR aja."
"Lha kan emang PR, makanya kamu kerjain di rumah." Kataku, bingung.
"Maksudnya besok pagi aku gak ngantor, ini dikerjain dari rumah aja, aku bilang gak ngantor gara-gara begadang."
"Bisa gitu emang?"
"Bisa kali, aku juga gak tau, lagi musim virus, banyak yang disuruh kerja dari rumah, yaudah kaya gini dari rumah aja."
"Absen kamu gimana? Nanti alpa."
"Biarin deh, sehari doang hehehe."
Aku tersenyum, lanjut mencari barang-barang yang dibutuhkan, lengkap dengan spesifikasi, kegunaan, harga dan deskripsi singkat barang.
"Kok dadakan gini sih Mas?" Tanyaku penasaran.
"Emmm, gimana ya aku jelasinnya tanpa jelek-jelekin bagian pengadaan? Hahahahah."
"Yaudah gak usah."
Mas Putra tersenyum, ia mengulurkan gelas yang dipegangnya, dari tadi aku emang gak minum sih, gelas milikku masih penuh di meja.
Membalas senyumnya, aku menerima gelas tersebut lalu menyesap sedikit teh hangat ini, enak, rasanya enak saat mengalir di dalam tubuhku.
"Ginevra!" Aku nyengir ketika mas Putra memanggilku dengan nama. Sudah jarang sekali aku mendengar namaku disebut olehnya.
"Emm kenapa mas Putra??"
"Gak tau, banyak banget yang pengin aku sampein ke kamu, dan aku gak tau cara ngomongnya." Raut wajahnya tidak bisa dijelaskan, tapi matanya tiba-tiba berbinar.
"Yaudah jelasin aja seadanya, seada-adanya."
Kulihat Mas Putra tersenyum.
"Aku seneng hidup sama kamu, kamu gak ribet, santai banget anaknya. Kalau ada yang pengin kuubah dari hidupku, aku harap bisa lebih cepat bertemu kamu dan lekas mencintaimu banyak-banyak. Udah itu aja." Ucapnya seadanya, namun membuatku merasa penuh.
Aku tersenyum, gak tau harus ngomong apa, karena pada dasarnya aku pun merasakan hal yang sama.
"Jujur, mungkin kita saling gak mengharapkan masing-masing pada awalnya ya?"
Aku mengangguk setuju dengan ucapannya tersebut, dan gak sakit hati karena emang kenyataannya begitu.
"Tapi pas jalanin sama kamu... emang, awalnya ada orang lain yang aku mau, ada orang lain yang kujadiin standar saat aku ketemu sama kamu. Dan saat menjalani hidup sama kamu, yang ternyata sangat berbeda dengan apa yang aku mau, aku gak kecewa. Semua standarku ilang gitu aja karena kamu menunjukan hal lain. Kamu bawa aku ke dunia baru, kamu adalah semesta yang lain. Ngajarin aku hidup bukan dari harapan yang gak tau bakal terwujud apa engga, tapi dari realita yang ada, yang sudah seharusnya aku syukuri. Sekarang, aku bersyukur setiap harinya, sepanjang hidupku nanti, akan aku jalani sama kamu."
Dadaku seperti terisi penuh, bisa kurasakan semua kasih sayang yang coba ia jelaskan dalam kata-katanya, dan itu membuatku seratus kali lebih bersyukur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang lain
ChickLitKalau ada yang ingin kuubah dari hidupku, adalah aku berharap bisa lebih cepat bertemu denganmu dan lekas mencintaimu banyak-banyak. itu saja.