21. Returning the Favor

731 52 0
                                    

Hari keempat setelah Niken cuti, ia memutuskan untuk datang ke kantor besok karena saat bangun pagi hari Niken merasa sudah sehat dan segar namun sedikit merasa lemas. Ia juga sudah meminta Hana untuk tidak datang karena sudah merasa sehat.

Hari itu Niken isi dengan merapikan kediaman Alex, mencuci semua sheet bed bekas Niken sakit karena ia merasa sheet bed itu sudah dipenuhi bekas keringatnya. Setelah mencuci dan memakai kembali untuk kasurnya, Niken memesan makanan karena memang sebentar lagi Alex akan pulang. Dan juga, Niken bersiap untuk membalas budi Alex seperti janjinya kemarin-kemarin.

Sengaja Niken memesan makanan mepet waktu Alex pulang agar makanan-makanannya masih hangat tanpa perlu dihangatkan kembali.

"Lo beneran udah enakan?" Alex memastikan sambil menatap sanksi kearah Niken. Reaksinya terhitung berlebihan mungkin karena melihat rumahnya rapi padahal hari itu bukan jadwalnya pembersih rumah Alex datang. Juga dimeja makan sudah ada makanan untuk makan malam.

"Yakin, rasanya gue gak sabar mau nemuin semua yang gosipin gue besok." Niken hiperbola.

Alex terkekeh. "Bagus deh."

"Gimana keadaan di Kantor? Mereka bawa-bawa lo gak?"

"Enggak sih. Kan semua udah kadung tau kalo gue deketin banyak cewek juga."

"Ya udah buruan lo makan keburu dingin."

Meski Niken sudah sembuh, tapi dia belum memiliki nafsu makan yang normal. Jadi dia hanya mencicip beberapa lauk lalu memakan buah-buahan agar Alex bisa melihat progress kesehatannya sehingga jika ditanya Hana, ibu hamil itu bisa sedikit lebih tenang mengetahui keadaan Niken yang membaik.

"Udah lo makannya?" tanya Niken lalu membereskan semua piring dan gelas kotor untuk disimpan di wastafel cuci piring. "Besok aja cuci sama orang ya? Gue males."

Alex mengangguk. "Emang lo gak usah."

"Lex, bisa ngomong bentar? Lo duduk di sofa aja biar gue yang rapihin meja makan dulu."

"Ok."

Niken tidak gugup maupun menjadi salah tingkah. Tapi Niken hanya takut ditolak, akan jadi apa situasi besok-besok jika Alex menolak Niken yang ada mungkin akan timbul kecanggungan yang luar biasa. Setelah selesai dengan urusannya, Niken kemudian duduk di sebelah Alex yang sedang memindah-mindahkan channel televisi.

"Apa yang mau lo omongin? Masalah ke Hana?"

Niken menjadi punya ide untuk berbasa-basi. "Gue cuma mau bilang kalo gue udah baikan. Dan akan berusaha lebih keras untuk kembali kayak dulu. Lo bisa bilang git uke Hana kalo dia nanya-nanyain lo."

"Kenapa harus kayak dulu?"

"Karena gue carefree dan Bahagia."

"Lo gak harus jadi kayak dulu juga. Yang penting, lo jadi versi lebih baik dari diri lo sendiri hari ini."

Niken tertegun. Entah dia merasa seperti ada orang tambahan yang mensupport dirinya atau memang kalimat Alex ada benarnya atau bahkan ia lebih ke kaget bahwa orang seperti Alex bisa berpikiran sebijak ini.

"Ok." Niken mengangguk canggung. "Tapi gue berpikiran juga bahwa mungkin kita seharusnya bisa gimana ya? Lo ngerti kan, kita tuh friends with benefit. Tapi tingkah kita gak begitu."

"Gue beneran gak ngerti arah pembicaraan lo. Tapi yang gue tangkep, maksud lo kita kurang intimate?"

"Begitu deh."

"Ken.. Ken.. lo inget kita di rooftop kantor kemarin-kemarin debatin apa? Sekali lo mulai, lo gak bisa mundur. Lebih tepatnya gue gak akan biarin lo mundur. Karena itu bukan cuma mau gue sepihak tapi kesepakatan bersama."

"Iya, gue ngerti."

"Ya udah. Lo jangan lagi-lagi mancing gue. Waktu di rooftop aja gue udah ngerasa kayak maniak psikopat karena kesannya kok kayak gue yang maksa lo."

"Iya gue salah. Waktu itu gue masih kaget aja. Kali ini gue udah mikirin mateng."

"Lo random banget deh. Kalo lo tiba-tiba ngomong begini gak ada angin gak ada hujan, gue yakin bakal tiba-tiba stopin semuany—" Perkataan Alex terhenti ketika ada sesuatu yang membungkam mulutnya namun kemudian ia tahu akan apa yang sedang terjadi.

Sepersekian detik kemudian, Alex menarik wajah Niken sedikit menjauh dari wajahnya. Menatap kebenaran dari wajah Niken. Di detik itu ia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia benar-benar tidak akan membiarkan Niken jika cewek itu memutuskan sepihak untuk berselisih dengannya.

Alex lalu meraih pinggang Niken untuk membawanya berada di bawah Alex. Tidak lagi membuang waktu, Alex meneruskan apa yang barusan terinterupsi. Mencecap kembali bibir Niken yang pernah ia rasakan beberapa waktu lalu. Kedua tangan Alex membebaskan apa yang mejad batas mereka berdua hingga semuanya terjadi begitu saja.

Lewat kaca jendela, Niken melihat pemandangan yang sudah menjadi bagian dari hidupnya selama seminggu lebih ini. Tidak pernah Niken pikirkan sebelumnya bahwa ternyata dia lah yang membuat gerakan pertama kepada Alex.

Begitu semuanya usai, kepala Alex terkulai di leher Niken. Membiarkan nafasnya dan nafas Niken menjadi lebih stabil tanpa mengeluarkan kata-kata. Keduanya sama-sama mencerna keadaan mereka dan apa yang akan terjadi setelah kejadian ini.

"Pecah telor jadi FWB." Tutur Alex bercanda namun berbanding lurus dengan keadaannya.

Niken hanya terkekeh mendengarnya. Dia tidak menyesal, pun berpikir bahwa ia mungkin yang akan banyak dirugikan karena bersama Alex. Bukan begitu. Tapi rasa ketakutan masih membelenggunya. Bagaimana jika ia mengatasi masalah dengan melakukan sesuatu yang lain dan hal lain itu akan menyebabkan masalah baru?

Dan juga jika hanya mengatasi masalah dengan hanya berkubang pada hal yang sama, Niken akan gila jadinya.

Alex melepaskan diri lalu menggendong Niken untuk dibawa ke ruangan lain.

"Mau kemana?" Niken bingung karena Gerakan tiba-tiba Alex.

"Lo gak mau tidur?" Kata Alex retorik.

Namun tidur yang dimaksud Alex adalah tidur Bersama di kamarnya. Membuat Niken sedikit rikuh mengingat mereka punya kamar sendiri-sendiri. Niken kira ia hanya akan dibawa ke kamarnya lalu Alex akan balik ke kamar miliknya pribadi.

"Gak salah?" tanya Niken.

"Mau di kamar lo?"

"Kok barengan?"

"Ngapain misah?"

"Ih! Jawab pertanyaan gue. Jangan malah balik nanya." Niken protes menyadari bahwa Alex tidak menjawabnya. Di detik yang sama, Niken ditaruh Alex di sisi sebelah kiri kasur.

"Ya karena kamar disini lebih dari satu, Ken."

"Terus kenapa sekarang barengan?"

"Kemarin-kemarin gue lebih ke mencegah diri gue buat melakukan sesuatu." Alex menyeringai sambil menaik-naikkan alisnya penuh maksud. "Sekarang kan gak usah dicegah. Lo yang mancing gue."

"Lex, sekali lagi lo bertingkah seolah gue yang gatel, we're done."

Alex terkekeh. "Ok. Chill."

Malam itu berlalu menjadi lebih tenang bagi keduanya. Mungkin karena kekhawatiran yang mereka pikirkan masing-masing telah sedikit keluar bersamaan aktivitas yang mereka barusan lakukan. Dan ketika pagi menjemput, keduanya sama-sama menghibur satu sama lain dengan aktivitas yang mungkin akan menjadi rutinitas mereka dalam berminggu-minggu kedepan

InsanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang