25. Wildest Dream

472 37 0
                                    

Niken tidak dapat berkata-kata. Dari ketika Arsen memusatkan perhatiannya kepada Niken saat baru masuk mobil, bahkan Niken tahu arti tatapan Arsen. Hal terakhir yang Niken harapkan adalah Arsen bicarakan isi hatinya. Melihat Arsen dengan tatapan itu saja sudah membuat hati Niken getir. Tapi Arsen nyatanya mengucapkan isi hatinya. Hati Niken benar-benar luluh lantah.

"Arsen..." Niken nyaris putus asa karena lelaki di depannya begitu mengobrak-abrik hati dan pikirannya. "Kalo kamu gak ada hal yang penting yang mau dibicarakan, kamu bisa pulang sekarang." Niken hendak menarik handle pintu untuk membukanya namun digagalkan dengan Arsen yang menarik lengan Niken.

"Apa yang aku bilang barusan udah jadi sampah bagi kamu? Apa itu gak penting lagi, Ken?"

"Kamu tau aku udah punya cowok."

"Aku gak salah kan hanya bilang aku kangen kamu? Kita gak ngapa-ngapain. Alasan aku ajak kamu ketemu disini supaya kamu gak negative thinking. Tapi lihat apa yang terjadi sama kamu."

"Kamu bisa rusak hubungan aku kalo begini." Niken berkata penuh tekanan. "Arsen... mau gimanapun ditolak, hubungan kita udah gak sehat. Kamu dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kamu punya adalah sesuatu yang sulit ditolak oleh semua orang. Gak mudah bagi aku juga buat tolak kamu. Aku gak mau kesalahan masa lalu kita jadi beban karena yang udah lewat maka yaudah. Point aku, aku pengen kita sama-sama sehat dulu, gak mengungkit hal yang udah terjadi, bisa menjadi lebih dewasa dan lihat kedepan. Masalahnya aku belum bisa seperti itu. Jadi aku minta sama kamu Arsen untuk sehatkan diri kamu dulu. Kamu cari orang lain untuk bantu kamu atau kamu bisa kasih waktu untuk diri kamu sendiri itu terserah kamu."

"Itu artinya kita give up."

Niken menghela napas mengetahui Arsen kini sangat bebal. "Ok, Arsen. Kalo istilah kamu begitu maka ya, aku memilih untuk give up. Aku gak bisa ngebebanin diri kamu dan diri aku sendiri dengan terus ngungkit masa lalu. Hubungan kita akan jadi bom waktu."

"Kamu gak kasih aku kesempatan."

"Apa yang bisa bikin kamu berhenti, Arsen? cepat atau lambat kamu akan capek sama aku kalo aku bertingkah seperti jalang dengan ngungkit masa lalu."

"Tapi cuma kamu yang aku butuhin."

"Stop Arsen. Lebih baik kamu pulang." Niken membuka handle pintu lalu bergegas menuju lift untuk ke kondominium Alex.

Dadanya naik turun menahan amarah yang sudah sulit dia kendalikan dari tadi. Kenapa Arsen benar-benar keras kepala begini sih? Niken bahkan sudah lelah untuk mempertanyakan kenapa-kenapa lainnya yang terus berputar di otaknya selama tiga tahun terakhir.

Mengendap-endap menuju kamar Alex, Niken memposisikan tubuhnya untuk tidur dengan lelaki itu tanpa bermaksud mengganggu tidurnya. Dalam gelap, Niken mengamati wajah Alex. Lelaki di depannya ini telah melihatnya sakit, menangis, bahkan menyadari sikap pura-pura tegarnya. Alex selalu ada diwaktu yang salah yang sialnya Niken butuhkan juga. Melihat dirinya yang langsung pergi ke Alex, apakah ia mulai ketergantungan dengan lelaki ini?

Niken tidak mau lagi menyimpan kepercayaan pada orang yang salah. Tidak pada orang seperti Alex yang sudah jelas-jelas salah tanpa perlu diuji. Hidupnya hanya tau main-main. Hanya Tuhan yang bisa mengubah bagaimana cara Alex dewasa.

Mata Niken terbuka begitu jam Alex berbunyi tepat pukul 6 pagi. Lurus di depannya, Niken langsung bertatapan dengan Alex yang rupanya sedang menatapnya. Selesai menguap dan mengucek matanya sendiri, Niken memberi jarak diantara mereka.

"Lo bangun duluan? Dari kapan?"

"Setengah jam yang lalu. Lo ngapain disini?"

Niken takjub dengan pertanyaan Alex. Buat apa dia repot-repot bertanya kepada perempuan yang diam-diam mendatanginya? Toh itukan yang Alex suka. Perempuan. "Pertanyaan lo udah kayak anak alim aja. Untung gue keburu bangun juga, ya gak? Kalo gak kayanya lo udah ngambil kesempatan selama gue tidur."

"Gak ada bahasanya gue manipulatif segitunya, ya, Ken."

Niken berdecih. "Serigala berbulu domba emang lo mah."

"Gue selalu ajak cewek dalam keadaan sadar untuk memilih apa setuju buat main sama gue atau gak. Pernah lo disini gue apa-apain? Enggak kan? Atau kecuali lo mau gue apa-apain nih?" alis Alex naik turun dengan tatapan iseng.

Niken memutar bola matanya, "Waduh percaya banget gue, Lex." Katanya sarkastik.

"Ya lo memang harus percaya. Gue mau mandi, lo mau ikut?"

"Dih." Niken langsung bangun dari tidurnya untuk kembali ke kamarnya. Lelucon pagi hari Alex boleh juga. Dari tadi memang Niken tidak menangkap bahwa apa yang Alex katakan adalah kebohongan. Boleh juga jadi bahan hiburan, batin Niken. Mungkin mulai sekarang Niken akan menguji Alex dan memaksa lelaki itu untuk menunjukkan warna aslinya. Toh jika ada apa-apa Niken tidak akan rugi apapun disini.

Setelah bersiap diri, Niken langsung menyiapkan Caesar salad dan roti bawang putih panggang untuk sarapan. Mungkin akan jadi permainan menarik, Niken tidak sabar untuk menguji nyali Alex. Dia jadi gemas sendiri bahwa Alex membangun citra yang bukan dirinya padahal Niken ada di posisi dimana ia sudah tahu bagaimana jati diri Alex.

Ketika Alex selesai dengan sarapannya, Niken berpindah tempat untuk kemudian duduk di pangkuan Alex. Alis Alex terangkat sebelah. Kenapa pula dengan Niken? Dia mendadak menyelinap tidur dengannya kemudian sekarang malah duduk di tempat yang tidak seharusnya.

"Kalo lo mau main-main sama gue, makanya lo gabung gue dari tadi sih. Sekarangkan udah mau mepet berangkat."

"Kalo cuma 'main', gak boleh?"

"Apa yang enggak buat lo?" Alex terkekeh.

Niken memutar bola matanya namun kegirangan bahwa umpannya ditarik. Menyimpan wajahnya di ceruk leher Alex, Niken menghirup dalam-dalam aroma lelaki itu. Mulai mengecup leher Alex lalu ke pipi dan bibirnya. Ketika mereka sudah semakin jauh, Niken berdiri lalu merapika rambutnya.

"Lo bener, kita udah mepet berangkat." Niken menyimpan asal semua piring kotor ke wastafel cuci piring lalu meraih tasnya dan berjalan ke pintu. Melihat Alex masih duduk, Niken berdecak. "Ayo?"

Alex menghela napas, "Fine." Setelah membawa apa yang Alex perlukan, ia menyusul Niken yang sudah berjalan menuju lift.

Diri Niken bersorak gembira. Strike one. Tapi ini baru permulaan. Berbagai macam ide sudah bermunculan di kepalanya. Dia tidak sabar akan menggodai Alex lagi dengan semua pemikiran isengnya. Inilah yang akan Alex dapatkan jika ia selalu menampilkan citra sok baik di depan Niken.

Lumayan juga, Niken merasa bahwa hal ini bisa membuatnya mulai melupakan apa yang terjadi antara dirinya dan Arsen. tapi Niken tidak sejahat itu. Niken pasti akan memberi imbalan pada Alex. Imbalan yang tentunya dia suka dan tidak mampu dia tolak.

InsanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang