18. Overheard

654 39 0
                                    

Hari ini Niken berencana menginapkan mobilnya di basement. Ia sudah mengirimi Alex pesan agar mereka bisa pulang bersama. Terserah jika Alex menanggapi maknanya sebagai antar Niken pulang ke Rumahnya atau pulang ke Kondominium Alex.

Satu hal yang Niken tidak mengerti, atau ia hanya terkecoh dengan perilaku Alex yang ternyata laki-laki itu tidak sesederhana yang ia pikir. Toh Niken sudah membuka pintu jika Alex memang hanya ingin memanfaatkannya saja, karena niat Nikenpun begitu. Tapi kenapa Alex tiba-tiba menjadi complicated begini?

Jadi ketika jam tangannya menunjukkan pukul lima kurang lima, Niken bergegas membereskan mejanya lalu pergi menuju lift untuk langsung diarahkan ke basement, Niken akan cara dimana mobil Alex berada daripada ia harus bertanya disebelah mana dia memarkirkan mobilnya.

Begitu Niken menemukannya, Niken lantas menyenderkan tubuhnya pada kap depan mobil. Kalua ditanya apakah lelah? Tentu Niken sangat lelah. Tapi dipikir lagipun, entah ia mengambil keputusan atau malah diam saja, tentu semua ada risikonya. Semuanya sudah terlanjur seperti ini, yang Niken pikirkan adalah, bagaimana ia tetap membuat hubungannya dengan Alex baik-baik saja mengingat Alex adalah teman baik Dave yang dimana ia adalah suami dari sahabatnya.

Niken tidak kaget ketika mobil yang ia sandar bersuara tanda kunci telah dibuka. Tanpa melihat siapa yang mendekat, Niken kemudian masuk ke dalam mobil untuk duduk di kursi penumpang.

"Seenggaknya kasih gue satu alasan kenapa gue harus menerima ajakan lo buat milih?" kata Niken tanpa tedeng aling-aling begitu melihat Alex duduk di kursi kemudi.

"Gue udah bilang alasannya tadi siang."

Niken memijit keningnya sebelum melanjutkan, "Gue bener-bener gak make sense sama alasan lo. Bisa tolong lo kasih gue alas an yang lain?"

Alex membatalkan pergerakannya untuk menyalakan mesin. "Sebelah mananya yang gak make sense, Ken? Gue cuma butuh cewek yang jalan sama gue, makan sama gue, abisin waktu sama gue. Gue gak minta lebih dari itu. Ini alasannya kenapa gue ajak lo bukan cewek lain. Mereka gak bisa untuk jadi cewek yang begitu doang. Lagian siapa juga yang mikir positif kalo lo diajak FWB. Gue yakin lo juga mikir jelekkan, sama gue? Lo coba pikir deh, kalo Arsen tau fakta lo gak punya cowok, dia bakal nyangka lo single, bakal dengan mudahnya tanpa mikir ulang buat ajak lo ketemu. Ngerti gak sih lo, sama ucapan gue?"

"Gue ngerti. Tapi gak masuk akal bagi gue."

Alex menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya. "Ok, kita buat mudah. Kalo lo gak milih dari dua hal yang gue tawarkan, maka gue akan buat lo milih. Caranya? Gue akan sengaja pepet lo saat lo sama Arsen. Karena seperti apa yang gue bilang diawal, gak ada jalan kembali."

"Terus apa untungnya buat lo?"

"Gue biasa ada cewek. Tapi gue mulai bosen menghadapi gengsi setiap cewek-cewek di lingkungan gue. Gue cuma minta lo temenin gue doang karena sumpah, Ken, kalo kebiasaan lama mudah diubah, gue tentu bakal lebih dari Mahatma Gandhi sekarang."

"Kenapa lo gak bilang dari awal kalo itu maksud lo?"

"Jadi lo mending gue tidurin tiap hari? Ya kali, Ken. Gue senenglah kalo gitu dari awal mah." Alex menyeringai.

"Terus gue harus milih mana sekarang? Gue pikir kasih tau Arsen udah yang paling bener. Tapi tadi siang kan lo bilangnya lo itu cowoknya meja sebelah gue."

"Ya tinggal bilang."

Niken merentangkan tangannya mendengar statement Alex yang membuatnya naik darah. "Lex.. mau ditaruh dimana harga diri gue. Kemarin siang lo cowoknya orang tapi besoknya jadi cowok gue. Apa Arsen gak mikir gue rebut rejeki orang?"

"Lagian dengan lo bilang, pasti Arsen bakal lebih ngejar-ngejar lo. Apa ruginya?"

"Elo sih enak tinggal bacot."

"Kalo gitu biar gue yang ngomong."

Niken hanya memberikan kepalan tangannya sebagai jawaban. Dirasa semua unek-uneknya telah diutarakan, Niken lalu keluar mobil Alex mengingat untungnya mereka masih di basement kantor. Niken ingin menenangkan diri setelah badai dan topan yang datang bersamaan.

Tapi langkah Niken terhenti di mobil belakang Alex dan ia membalikkan tubuhnya sehingga ia menghadap ke mobil orang lain lalu dengan sengaja menjatuhkan rambut dari selipan kuping untuk menutupi wajahnya.

"Sumpah, gue lihat sendiri. Tadi gue lihat Bang Arsen di lobby kantor sama Alex dan cewek itu. Niken kan namanya? Gue gak nyangka sih kalo ceweknya ternyata satu kantor sama kita. Terlebih itu Niken." Salah seorang wanita bicara kepada temennya.

Kaki niken serasa membatu jadi ia membuka tasnya sambil pura-pura mencari sesuatu didalam sana.

"Terus lo mikir siapa?" tanggap temannya.

Dari tempatnya berdiri Niken bisa merasakan bahwa suara mereka semakin dekat. "Ya gue kira ceweknya anak pejabat sampe Bang Arsen gak bisa move on. Lagian cewek modelan Niken ngarep cowok baik-baik? Gue aja sanksi kalo Bang Arsen lurus-lurus aja pas lagi sama dia. Gue gak rendahin ceweknya, tapi menurut kabar burung ya ceweknya emang modelan bad girl."

"Uhh.. serem." Lalu keduanya tertawa. Dan Niken tidak bisa mendengar apapun karena ada sesuatu yang menutup kupingnya.

Sesuatu itu mulai melonggar dan Niken bisa mendengar, "Kenapa lo keluar mobil? Katanya pulang barengan."

Saat kepala Niken mendongak, barulah ia sadar jika itu Alex.

"Gue—" omongan Niken terpotong saat Alex menurunkan tangannya dari kuping Niken untuk menarik tangan cewek itu kembali ke mobil Alex.

Niken sudah seperti kerbau yang dicucuk hidungnya saat Alex membuka pintu penumpang dan mendorong lembut Niken untuk segera duduk disana. Bahkan ia tidak sadar saat Alex mulai mengemudikan mobilnya keluar dari area kantor.

"Ngelamun lo!" Alex menoyor kepala Niken. "Gue didiemin banget dari tadi. Pasti lo gak denger."

"Kenapa, Lex?" Niken lebih memilih mengacuhkan kenyataan bahwa ia memang habis melamun.

"Nah kan. Gue nanya lo mau makan apaan?"

"Bebas aja, gue lagi gak ada ide." Tidak nafsu makan lebih tepatnya. Tapi Niken tidak ingin memperpanjang perdebatan yang mungkin terjadi.

"Ok deh."

"Lex?" panggil Niken dengan tatapan kosong kearah kemacetan di depanya.

"Hmm?"

"Bisa gue minta lo untuk pura-pura gak denger apa yang tadi lo denger di basement?"

"Gimana tuh pura-pura gak denger? Gue kan denger."

"Seenggaknya lo bisa untuk gak lihat gue seperti mereka mereka lihat gue dan juga gak kasih tau Hana, kan?"

"Gue lihat lo dengan apa yang lo tunjukkin ke gue. Kenapa gue harus samain pandangan gue dengan orang lain? Kalo lo mau gue gak bilang-bilang Hana, ok gue gak bakal bilang."

"Thanks."

InsanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang