29. Disasters for Real

689 52 1
                                    

Alex menggeser gelas jus jeruk sehingga lebih ke tengah meja makan. Keduanya merasakan bahwa ada sesuatu yang menjarak diantara mereka. Cara Niken berhasil. Dia memberikan perlawanan dengan cara tak bergeming sejak hari pertama. Dan ya, itu efektif meski memakan waktu lama. Setelah nyaris sebulan Alex bertahan dengan keisengannya, akhirnya dia lelah juga untuk bertindak tidak kooperatif terhadap hidup Niken. Pekerjaan, deadline, dan masalah yang timbul tenggelam membuat semangat Alex untuk membuat hidup Niken tidak tenang akhirnya terdistract.

Tapi kebiasaan memang sulit hilang. Belakangan Alex selalu memikirkan cara mengganggu Niken. Karena pekerjaan, Alex mulai mengurangi intensitas gangguannya terhadap Niken. Namun menyisakan satu kebiasaan baru yang belum bisa Alex hindarkan. Memikirkan Niken. Sengaja atau tidak sengaja. Bahkan meski hanya sekelebat.

Alex ingin membuat semuanya berhasil. Alex suka ketika dia menghabiskan waktu bersama Niken tanpa ada beban atau komitmen apapun. Itu yang dia mau. Dia butuh teman perempuan yang membuatnya merasa bahagia secara batin. Tanpa ingin ada beban apapun dulu. Dan ketika Alex mulai menyadari bahwa usaha yang telah dia lakukan tidak membuahkan hasil, maka kini ia menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Ia akan membiarkan Niken memiliki hidupnya dulu jika itu memang yang dia butuhkan.

Hari ini Alex perlu teman bicara dan pengalihan. Usaha promosinya untuk membuat beberapa unit apartement kosong dipakai sebagai wisma bagi peserta event kompetisi memasak se Asia gagal karena pesaingnya memakai cara kotor untuk merebut tempat. Bisnis memang sulit diprediksi. Ada beberapa unit apartemen sulit terjual karena pemandangan di depannya berubah seiring berjalannya waktu dan itu semua perlu dibuat income agar keuangan perusahaan menutupi pengeluaran yang telah dilakukan. Dan pesaing kadang akan melakukan apapun untuk melihat lawannya terjatuh meski itu akan membuat mereka mengeluarkan darah.

Dengan ragu Alex melihat kondisi yang hampir tidak memungkinkan untuknya bicara kepada Niken karena dia benar-benar terlihat seperti singa yang tertidur. Tapi hei, meski sedikit, tetap saja masih ada kemungkinan sehingga Alex mulai mencoba, "Ken? Kayaknya udah lama kita gak..." Alex sengaja menggantung ucapannya untuk melihat apakah Niken menjawabnya dengan ungkapan sarkastik-namun-bercanda seperti yang diharapkannya atau dia dalam keadaan siap membombardir jika lawan mengibarkan bendera perang.

"Gue lagi gak mood untuk apapun." Ucap Niken.

Ok, bahaya.

"Gimana kalo kita main UNO?"

"Alex, gue gak mood."

"Ya udah lo temenin gue nonton tv, ya?"

Please, mau. Kalo lo gak bersedia untuk hal sesederhana ini, gue gak janji untuk bisa menahan kekecewaan gue. Harap Alex dalam hati.

"Lex! Sebelah mananya yang lo gak mengerti dari 'gue gak mood'? could you please just be quite? I would really appreciate it."

Boom. Alex sudah memberi puluhan kesempatan dan dia tidak akan menahannya malam ini. "Lo ada masalah apa sih sama gue?"

"Elo yang ada masalah apa sama gue?! Gue mengisyaratkan secara jelas untuk lo diem dan lo bahkan gak ngerti?"

"Jadi lo bilang semua bantuan gue adalah sesuatu yang bisa lo anggap gangguan sehingga lo bersikeras minta gue diem?"

"Elo? Bantu gue? Emang gue minta?"

"Ken? Gue gak mau debat ya!"

"Yang ngajak lo debat siapa? Gue hanya minta lo diam dan lo gak bisa. Jadi apa gue yang salah disini?"

"Seriously, Ken? Gue belum pernah nemu orang yang menolak bantuan kayak lo begini! Lo tau, lo terlalu terpuruk karena Arsen sehingga tanpa sadar lo hanya memusatkan diri lo untuk dia! Bahkan setelah semua yang terjadi, walalupun lo jauhin Arsen sampe ujung dunia, lo gak akan bebas karena lo gak membiarkan Arsen pergi dari pemikiran lo!"

"Lo pengen bantu gue kan? Saat ini gue hanya menerima bantuan dalam bentuk diamnya elo. Bisa?"

"Terus apa? Biar bisa bikin lo makin dalam buat memikirkan Arsen? Lagu lama, Ken! Lo gak mikirin Hana karena bahkan saat dia sakit dan sedihpun dia cuma minta tolong supaya gue bantu lo! Kalo lo gak mau dibantu, sebaiknya bantu diri lo untuk sedikit lebih waras."

"Terus setelah lo bantu gue apa? Gue gak pernah minta bantuan lo! Lo bahkan bantuin gue karena Hana yang minta, karena istri bos lo, dan keuntungan lainnya lo bisa tidurin gue! Elo yang seharusnya sedikit lebih waras karena pikiran lo selama ini gak bisa jauh-jauh dari kelamin!"

Alex tertegun tapi didetik selanjutnya ia malah tertawa. "For your information, gak cuma lo yang mikir seperti itu. So thanks for reminding me who I am." Alex menatap lekat-lekat Niken untuk beberapa detik kemudian ia duduk di sofa dan menyalakan televisi.

Alex merasa percuma untuk bahkan simpati kepada Niken. Niken sama seperti perempuan lainnya. Apa sesulit itu melihat sesuatu yang baik dari dalam diri Alex? Apakah Alex terlihat sekuat itu meski dalam level paling rapuhnya bahkan tidak ada satupun yang menyadari hal tersebut?

Apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai. Keesokan harinya, hari menjadi lebih tenang dari yang Niken rasakan. Terlampau tenang hingga rasanya aneh. Ketenangan itu lebih disebut sebagai surut sebelum badai.

Dan insting Niken tepat sasaran. Malamnya, ketenangan itu berubah menjadi sesuatu yang Niken wanti-wanti terhadap dirinya sendiri. Sesuatu yang menjadi boomerang baginya bahkan ia sudah menyesal ketika kata-katanya waktu lalu baru keluar dari mulutnya sendiri.

"Niken, on behalf of your statement yesterday, gue sadar dua hal. Siapa gue dan siapa kita." Alex mengusap pipi Niken dengan punggung tangannya. "Gue, cowok manipulatif buat dapetin cewek. Dan kita adalah friends with benefit. What a perfect combo. Sorry Niken gue sempat lupa, and thanks to you for reminding who's us."

Niken berdiri tegak berusaha tidak memperlihatkan kekalutannya. "Lo gak bakal berani."

"Gak berani buat apa?"

"Apapun yang ada di pikiran lo."

"Kenapa? Lo bakal mempermasalahkan gue? Lo gak berpikir kalo gue gak bakal rekam persetujuan lo buat ada kesepakatan hubungan sama gue kan?" kemudian Alex bertingkah kaget saat mengetahui Niken baru menyadari hal tersebut. "Poor Niken, inilah kalo lo terlalu percaya diri. Tapi tenang aja, seperti kata gue, gue gak akan berbuat macam-macam tanpa persetujuan. Sayangnya, lo bukan diposisi untuk bisa memilih. You using me, I'm using you. Kita cuma mutualisme ok? Tapi kalo lo tetap bersikeras sih ya sudah. Gue bakal kirim ini straight to Arsen." Alex mengambil ponsel dari saku celananya dan audio terputar.

"Gue setuju rencana lo buat jadi friends with benefit." Mulai Niken.

"Lo yakin? There's no way to turning back." Ini suara Alex.

"Gue yakin. Untuk setengah tahun, gak lebih. Dan ini cuma have fun. Gue gak mau melibatkan emosi apapun dan tolong hargai privasi masing-masing. Deal?" kata Niken

"Couldn't be more deal."

Seringai Alex mengembang ketika audio itu berhenti kemudian menyimpan kembali ponsel itu ke dalam saku celana. Mengetahui kenyataannya, Niken bahkan tidak berusaha merebut ponsel Alex karena dia yakin bahwa Alex pasti menyimpan salinannya entah dimana.

InsanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang