3

10 1 0
                                    

  "Aku hanya memberinya perhatian, bukan cinta dan itu sepertinya cukup untuk saat ini".

~ Raffa ~
***

Setelah kejadian di hari selasa yang penu sesal dan sesak, aku tidak lagi berani mengabaikan telpon dari Dea, saat hari dimana dia mengirimkan 100 lebih pesan dan 200 panggilan masuk dia mengajakku berangkat sekolah bareng membuat satu sekolah heboh akan kebersamaan kami, gosip mulai tersebar dimana-mana.

Tidak cukup sampai disitu Dea juga membuat keributan dengan cewek-cewek yang menyatakan cinta padaku, salah satunya Ani, adik kelasku bukan Ani istrinya raja dangdut.

Ani menghampiriku dikelas saat jam istirahat
"Kak Raffa, apa kakak bisa menemuiku dibelakang sekolah nanti saat pulang sekolah?" Tanyanya malu-malu, Ani cukup cantik dan imut, muka-muka baby face karna baru saja selesai SMP. Aku tidak tega menolaknya setidaknya aku harus mendengar pernyatannya meski aku tau dia pasti akan menembakku, aku bukannya ge-er tapi kebanyakan kejadian memang seperti itu.

"Baiklah,  pulang sekolah nanti gue akan kesana". Kataku memberikan jawaban.

Ikbal dan indra yang baru saja dari kantin, datang mengahampiriku dengan wajah takut.

"Lo berdua kenapa sih kayak orang kesurupan ajah" tanyaku heran.

"Wah mati lu Raff" kata Indra yang tidak menjawab pertanyaanku sama sekali.

"Enak ajah lo doain gue mati, gue masih mau hidup"  kesalku.

"Lo tau siapa yang melihat adegan lo sama Ani barusan ?" Tanya Ikbal.

"Yah banyaklah, ini anak-anak hampir satu kelas yang liat" Jawabku santai.

"Eh oon, kalau itu gue juga tau".
"Yah, teruss ?".
"Tadi Dea liat bego".

Memangnya kenapa kalau Dea liat ? Toh aku gak ngapa-ngapain, aneh.

"Dih malah biasa ajah mukanya" kata ikbal melihat ekspresiku yang biasa ajah mendengar peryataan mereka, memangnya aku harus melompat dari gedung yang tinggi jika Dea melihatku mengobrol dengan perempuan.

"Lo tau Raff ?" Tanya indra.

"Ga tau"

"Dih nyebelin, dengerin dulu ! Tadi Dea liat lo sama Ani ngobrol dan kayaknya dia dengar sampai lo selesai ngomong sama Ani awalnya dia cuma diam tapi saat kamu bilang iya, ia langsung tersenyum miring, sumpah pas gue liat senyumannya itu wajah cantiknya ilang entah kemana dan berubah menyeramkan, iyakan Bal"

"Iyah Raff, asli serem banget" kata Ikbal menimpali. Kedua laki-laki yang menjadi sahabatku sejak kami melakukan masa oreantasi siswa (MOS) yang dihukum karna sama-sama tidak membawa salah satu perlengkapan yang diharuskan menunjukan wajah serius.

"Saran gue sih, lo mending gk usah ketemu sama Ani deh, nanti kalau anak orang kenapa-napa gimana? " lanjutnya.

Sejak itu aku jadi tidak fokus belajar, aku terus memikirkan apa yang akan dilakukan Dea nanti ke Ani, aku ingin tidak jadi menemui Ani tapi aku sudah mengatakan iya, aku mencoba berpikir positif mungkin Ikbal dan Indra salah liat, aku harap begitu.

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi sejak 5 atau 10 menit yang lalu, tapi aku belum juga ketempat yang aku dan Ani janjikan karna aku harus mengantarkan buku guru sejarahku ke kantornya terlebih dahulu.

Saat aku kebelakang sekolah sesuai yang Ani katakan aku disugukan dengan pemandangan yang membuatku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Ani, adek kelas yang cantik nan imut seperti tidak lagi keliatan imutnya, wajahnya merah-merah seperti kena cakaran dan rambutnya kini bak singa, aku ingin tertawa tapi bukan saat yang tepat aku bukan jahat tapi mukanya sungguh ingin membuatku tertawa.

Kulirik Dea pacarku ? Atau masih kupertimbangkan, entahlah. Dia tidak jauh berbeda, tapi masih lebih baik karna rambutnya hanya sedikit berantakan ia tetap cantik, apa baru saja aku menyebutnya cantik ? Okeh abaikan.

"De-Dea?" Aku memanggilnya hati-hati, takut-takut aku akan menjadi korban selanjutnya, aku tidak ingin berkelahi dengan perempuan.

"Hai Boy" sapanya, ia berusaha merapikan pakaian juga rambutnya yang beratankan.
"Aku tau kamu akan menolaknya, tapi aku harus memberikan dia pengajaran terlebih dahulu, agar dia tidak lagi berani menganggu milikku, kau milikku apa kau paham?".
Dea maju beberapa langkah, mengangkat tangannya dan menepuk-nepuk kepalaku dengan senyuman khas miliknya, aku hanya menurut tidak berani membatantah, aku masih sayang nyawaku jadi maafkan aku Ani aku tidak bisa menolongmu anggap saja aku pengecut.

Sebelum pergi, aku menatap nanar ke arah Ani mengisyaratkan aku meminta maaf atas semuanya, dan gadis imut itu hanya menangis sepertinya wajah juga kulit kepalanya sakit setelah aksi cakar juga jambak yang mereka lakukan.

Aku berjalan mengikuti Dea, dia berjalan kearah kamar mandi dibawah tangga menuju lantai dua, sepertinya dia membereskan dirinya, cukup lama aku menunggu hingga gadis dengan tinggi sekitar 160 cm itu keluar dengan wajah yang masih terdapat bekas cakaran tetapi rambut juga pakainya sudah rapi  seperti biasanya.

Dia keluar, menatapku, memberiku senyuman,  cantik.
"Kamu sudah menjadi pacarku, aku tidak akan akan tinggal diam bila ada gadis lain yang mendekatimu, cemburu itu seperti itu Boy, datang tanpa aku undang dan tidak jarang membuat gila karena itu ada yang bunuh diri karena cemburu tapi aku tidak akan bunuh diri mungkin hanya akan membunuh,kau akan tau nanti".
Ucapan romantis juga mengerika Dea lontarkan dihadapanku, aku tidak pernah berjumpa dengan gadis sepertinya sebelum ini bahkan dengannya dulu.

"Dea" panggilku.
Gadis dihadapanku itu hanya berdiri menatapku, sepertinya ia menunggu apa yang akan aku katakan selanjutnya.
"Apa pipimu sakit" aku bertanya dan memegang lembut pipinya, aku hanya memberikan perhatian bukan cinta, setidaknya aku harus begitu atas perjuangannya mempertahankanku.

Wajah Dea berbinar, gadis berkulit putih berubah seperti kepiting merah, ia tersenyum malu-malu atas perlakuanku.

"Rasa sakit ini tidak sebanding jika kamu meninggalkanku dengan wanita lain". Ucapnya masih dengan malu-malu, sungguh manis.
"Ayok aku antar pulang".
"Dengan senang hati".

Kami berjalan disepanjang lorong yang sepi, hanya kami berdua karna hampir semua murid telah kembali kerumah mereka, hanya suara langkah kami yang terdengar disepanjang lorong, Dea meraih tanganku dan menggenggamnya erat seolah aku adalah benda antik, jika dia tidak menggenggamku dengan erat maka aku akan jatuh lalu pecah. Aku membiarkan Dea menggenggam tanganku aku tidak akan protes, ini hanya genggaman tangan anggap saja aku sedang membantunya saat akan menyebrang dijalan raya.

****
Salam cinta dari tuan putri Raffa dan Raja iblis Dea ♥️♥️

****Salam cinta dari tuan putri Raffa dan Raja iblis Dea ♥️♥️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dea ♥️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Kampret SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang