"Ar, lo kalo nggak niat latihan udahan. Gue nggak pernah ya liat lo sekacau ini latihan. Mending lo pulang. Tenangin pikiran lo!" Deni yang menjabat sebagai sekertaris Club basket SMA Bakti bersuara.
Deni tidak pernah menegur anggotanya karena jika terjadi kesalahan pasti ketua yang akan menegur dan ketuanya yaitu Arasya.
Tapi kali ini berbeda. Arasya yang sering berbuat kesalahan saat latihan kali ini maka dari itu Deni berani angkat suara karena tidak ada yang berani menegur. Terutama karena Deni pun menjabat sebagai sekertaris.
"Gue nggak mau pas pertandingan nanti ketua kita nggak ikut main karena cedera. Lo udah terlalu banyak keluarin tenaga lo tapi hasilnya sangat jelek Ar. Nggak ada satupun bola yang lo masukin tadi."
Arasya diam.
"Semua orang memang punya masalah tapi nggak semuanya nggak bisa jaga emosinya. Dan kali ini lo nggak termasuk salah satu dari orang tersebut. Gue harap di latian besok nanti lo bakalan serius. Pulang Ar!" Deni sedikit menasehati.
Arasya yang memang merasa dirinya kacau hari ini bangkit mengambil barang-barangnya dan pergi tanpa pamit dari teman-temannya. Teman-temannya tidak ada yang berani menahan Arasya meskipun mereka bertanya-tanya apa yang terjadi pada Arasya.
Di parkiran Arasya tidak langsung pulang ia duduk di atas motornya dan mengeluarkan hp.
Vivi.
Arasya menelpon Vivi. Namun tidak ada jawaban. Sudah lima kali menelpon tersambung tapi tidak diangkat oleh Vivi.
Arasya kesal. Segera ia masukan hp nya ke dalam tas dan segera menyalakan motor. Niatnya saat ini pulang dan bertemu Vivi.
...
"Kal, kok lo tiba-tiba bisa ada di depan sekolah gue?"
"Gue nggak sengaja lewat area sini aja. Dan gue ingat lo kan sekolah disini"
"Tapi ini kan udah lewat 30 menit dari waktu pulang. Kenapa lo tetap diam di depan. Gimana kalo gue udah pulang."
"Ya feeling aja sih"
"Bisa aja lo" Vivi membuang muka salah tingkah.
"Eh iya, kenapa lo tahu gue sekolah di SMA Bakti" Vivi heran pasalnya mereka tidak pernah bercerita tentang sekolah.
Bagaimana bercerita. Ketemu saja baru dua hari dan berhubungan lewat chat baru kemarin.
"Oh, lo kan pernah upload lo pake seragam di ig lo jadi gue tahu dari situ kalo lo sekolah di Bakti."
"Iya juga ya" Vivi tersenyum kikuk.
"Oh iya Vi"
"Apa?"
"Lo sama Arasya... Pacaran?"
"Ha?" Vivi terkejut.
"Gue sama Arasya lo tahu sendiri kita sahabatan udah dari kecil. Enggak mungkin lah kalo gue sama dia pacaran. Bisa aja lo!" Vivi tertawa. Iavmerasa lucu dengan pertanyaan Ikal.
"Masa? Tapi kok gue liat lo berdua kayak ada hubungan?" Ikal kembali memastikan
"Jangan ngada deh. Enggaklah!"
"Bagus deh" Ikal sedikit berguman.
"Apa Kal?"
"Eh, enggak kok."
Vivi sedikit mengangkat alis. Ia yakin tadi Ikal berbicara. Sudahlah.
"Oh iya kal udah setengah 5 nih. Balik yuk."
Ikal melirik jam di tangannya. "Yaudah. Yuk!"
Mereka sama-sama keluar dari kafe dan menaiki motor.
"Rumah lo masih di alamat yang sama kan Vi?" Ikal sedikit berteriak karena saat ini mereka sedang berada di atas motor yang sedang melaju.
"Iya"
...
"Makasih ya Kal. Udah antar gue"
"Iya. Yang malam minggu jadi kan?" Ikal sedikit mengkonfirmasi.
"Eh, oh iya jadi kok."
"Oke gue pamit ya. Bye"
"Bye."
Setelah Ikal pergi, Vivi segera berbalik membuka gerbang rumahnya. Namun terhenti karena sebuah suara.
"Apa yang jadi Vi?"
Vivi terkejut dan berbalik.
Arasya sekarang sudah berada di belakang Vivi.
"Tadi gue denger lo mau jalan malam minggu. Lo mau kemana?"
"Oh, bukan urusan lo" Vivi masih marah. Ia berbalik dan masuk ke rumahnya. Meninggalkan Arasya dengan rasa penasaran.
Arasya yang sama-sama baru tiba pun akhirnya masuk ke dalam rumahnya.
Sesampainya di kamar ia langsung menuju kamar mandi. Tujuannya hanya satu. Mendinginkan kepalanya yang saat ini sangat panas.
...
"Ma, Vivi ke rumah nggak?"
Saat ini pukul sembilan malam. Arasya baru turun dari kamarnya karena setelah mandi tadi ia ketiduran dan baru bangun sekarang. Dia turunpun karena merasa lapar dan ingin mengetahui kalau Vivi datang ke rumahnya atau tidak.
"Enggak tuh, ada apa?"
"Oh enggak ma!"
Mamanya sedikit bingung dan melanjutkan acaranya menonton talk show favoritnya.
Arasya makan dengan tidak fokus pada makanannya. Ia memikirkan apakah percakapan tadi sore yang didengarnya dari Vivi dan Ikal benar-benar terjadi atau tidak.
Tidak ingin berlama-lama, ia segera menyudahi makananya dan beranjak. Tujuannya hanya satu. Rumah yang ada di sebrang jalan, Vivi.
"Mau kemana?" Mamanya bertanya karena melihat kelakuan Arasya yang terburu-buru.
"Mau ke depan ma. Ketemu Vivi"
"Oh iya bawain Vivi kue. Itu ada di kulkas. Tadi mama buat kue dan belum sempat kasih."
"Iya ma."
Selalu seperti itu. Mamanya selalu memberikan Vivi apapun yang mama nya buat. Entah ekperimen makanan atau seperti kue-kue kering atau basah.
Arasya telah sampai di pintu utama rumah Vivi. Rumahnya keliatan sepi walaupun seluruh sudut terpasang lampu.
Ia mengetuk pintu. Namun tidak kunjung dibuka. Ia mencoba sekali lagi tetap tidak ada. Lalu ia mencoba membuka pintu dan ternyata pintunya terkunci.
Ia berpikir sejenak apakah Vivi ada di dalam atau sedang keluar. Ia berniat menghubungi tapi hp nya tertinggal di dalam kamar. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu disini selama sepuluh menit. Ia mengira mungkin Vivi ketiduran sehingga tidak mendengar ia mengetuk pintu.
Setelah sepuluh menit berlalu ia mencoba mengetok pintunya lagi. Namun sia-sia. Tetap tidak ada yang membukanya. Rasa khawatir yang semenjak tadi dirasanya kini semakin bertambah. Namun ia tidak dapat berbuat apa-apa jika masih tetap di depan pintu tanpa berusaha mengambil hp nya. Akhirnya ia bali ke rumahnya dengan terburu-buru berniat mengambil hp nya.
Namun belum sempat membuka pintu rumahnya ia mendengar suara motor yang berhenti tepat di depan rumahnya. Bukan tapi di rumah Vivi.
Ia mengurungkan niatnya untuk masuk dan mengamati dari jauh apa yang dilakukan orang yang ada di depan rumah Vivi.
Saat ini ia tidak fokus dengan apa yang mereka bicarakan karena sedari tadi matanya melihat ke arah tangan Vivi yang digenggam laki-laki itu dan Vivi membiarkan saja apa yang laki-laki itu lakukan. Dan hal itu membuat Arasya mengepalkan tangannya kuat-kuat. Karena tidak tahan dengan hal yang dilihatnya. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arasya & Vivi
JugendliteraturMemang klasik perjalanan hidup Arasya dan Vivi. Mereka sejak masih anak-anak selalu bersama. Bagaimana jika salah satu pergi? Apakah bisa tanpa salah satunya? Ataukah harus merelakan jika seandainya salah satu pergi untuk selamanya? Ataukah keduanya...