11. Kacau 2

14 1 0
                                    

Vivi melangkahkan kakinya dengan riang menuju pintu rumahnya. Belum sempat ia meraih pintunya. Matanya menangkap sesuatu yang terbungkus oleh tas kresek.

Ia menyipitkan mata "Apa itu?" Seingatnya sepeninggalnya tadi tidak ada sesuatu yang terletak di bangku teras rumahnya.

Ia penasaran dan meraih tas tersebut. Keningnya makin mengkerut "Apa?... apa tadi Arasya datang ke rumahnya?" Ia bermonolog sendiri.

Ia memutuskan masuk ke dalam rumahnya dan menuju dapur. Ia melihat isinya dan ternyata sepotong kue. Saat ia hendak memasukkan kuenya ke dalam kulkas sebuah pesan masuk ke dalam hp nya.

Arasya
"Itu kue dari mama buat lo."

Perasaannya saat membaca pesan dari Arasya menjadi tidak enak. Biasanya Arasya menghubunginya pasti dimulai dengan menanyakan kabarnya atau hal sepeleh lain tapi sekarang? Bahkan Arasya langsung mengatakan bahwa kue itu dari mamanya dan membuat Vivi menghilangkan rasa penasarannya pada pengirim kue.

Tapi yang menjadi masalah saat ini yaitu hubungannya dan Arasya. Ia memang masih marah pada Arasya tapi ia juga tidak suka jika Arasya cuek padanya. Katakanlah dia egois atau semacamnya tapi itulah yang ada pada dirinya bahkan dari dulu.

Ia segera menelpon Arasya.

Di sisi lain Arasya sedang duduk di balkon kamarnya dengan secangkir kopi panas. Ia ingin menjernihkan pikirannya. Tiba-tiba hp nya berbunyi. Ia melihat nama yang terpampang disana tapi ia mengabaikannya.

Satu panggilan tidak terjawab.

Dua panggilan tidak terjawab.

Tiga panggilan tidak terjawab.

Arasya bahkan tidak memiliki niat mengangkatnya. Kemudian ia beralih ke balkon seberang.

Seseorang yang sejak tadi ditunggunya dan dilihatnya bersama laki laki lain berdiri di balkon sambil memengang hp dan melihat ke arahnya.

Satu panggilan lagi masuk ke hp. Ia mengabaikannya lagi.

...

Vivi mengabaikan marahnya pada Arasya. Ia menghubungi sampai Arasya mengangkatnya namun ketika ia melihat ke arah balkon Arasya sedang melihatnya dan membiarkan hp nya berbunyi.

Vivi tidak tinggal diam. Ia melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar Arasya mengangkatnya. Ia menghubungi lagi Arasya. Tapi masih saja di abaikan. Oa berdecak.

Vivi
"Gue ke rumah lo sekarang"

Arasya mengirimkan pesan singkat kepada Arasya dan segera berbalik keluar menuju rumah Arasya.

"Ngapain nggak ngangkat telpon gue?"

(...)

"Harusnya gue yang marah kenapa jadi lo?"

(...)

"Ok. Kalo lo nggak ngomong juga gue balik da.."

Vivi tidak dapat melanjutkan omongannya.

Arasya memeluknya. Bahkan sangat erat sampai Vivi susah mengambil napas.

"Maaf"

Hanya satu kata yang keluar dari bibir Arasya. Tapi pelukannya bahkan sama sekali tidak melonggar.

"Hm.. lepas.. lepasin Ar. Gu.. gue nggak bisa napas." Vivi mendorong tubuh Arasya agar pelukannya terurai.

Tapi yang ada Arasya hanya melonggarkan sedikit enggan melepaskan. "Nggak! Biarkan benerapa menit begini Vi."

Vivi terdiam. Ia tidak mendorong tubuh Arasya lagi. Tangannya kali ini ia gunakan untuk membalas pelukan Arasya.

"Maafin gue Vi. Gue khawatir sama lo. Tolong jangan marah sama gue. Dan kasih tau gue kalo keluar atau ada sesuatu yang lo pengen. Jangan kayak gini. Gue khawatir Vi."

"Syaa..."

"Tolong jangan buat gue khawatir terus."

"Sya. Lo kenapa sih. Kok jadi melow gini." Ucapnya heran. "Lepas ah. Gue mau tanya sesuatu sama lo!"

Arasya melepaskan pelukannya dan menatap mata Vivi dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Tadi lo yang nganterin kue?"

"Bukannya udah gue sms?" Vivi memutar bola matanya. "Gue serius nanyanya!" Vivi mengomel.

"Hmm"

"Terus kenapa lo nggak ngangkat telpon gue?"

"Kenapa?"

"Gue tanya bukan malah balik nanya be..."

Arasya mencium pipi Vivi. "Jangan pernah ucap kata-kata kasar."

Vivi terkejut dalam beberapa saat dan tersadar segera menabok lengan Arasya. "Nggak usah cium-cium"

"Kenapa? Udah Biasa juga."

Vivi memutar bola mata. "Entar ada yang liat. Dikira kita buat yang macam-macam. Ini udah tengah malam." Vivi memperingati.

"Cuman satu macam bukan macam-macam" Arasya membela.

"Sama aja d..." Vivi terkejut lagi. Arasya lagi-lagi menciumnya.

"Udahlah Sya." Vivi segerq berbalik dan keluar kamar Arasya ia pulang ke rumahnya. Namun belum sempat masuk ke dalam rumahnya. Vivi melirik Arasya di balkon kamarnya dan memberikan satu kepalan tangannya seperti seseorang yang ingin meninju angin.

Arasya yang melihat terkekeh. Vivi terlihat menggemaskan kalau sedang kesal.

Vivi keluar rumah Arasya dengan menggerutu. Selalu seperti ini Arasya selalu membuatnya salah tingkah.

Sampai masuk kamarnya ia duduk di ranjangnya dan berpikir sesaat. Tiba-tiba ingatannya kembali kekejadian waktu di kamar Arasya. Tujuannya menemui Arasya ingin menanyakan sesuatu tapi tidak jadi karena ulah Arasya.

"Ck. Awas ya lo Sya." Vivi berdecak dan segera membersihkan tubuhnya. Hari ini dia capek sekali dan niatnya tidur. Asal urusan dengan Arasya telah selesai ia bisa merasa sedikit lega.

Sedikit. Karena ia belum sempat menanyakan sesuatu yang ingin ia tanyakan sejak lama.

...

Pendek kali ini🙏

Arasya & ViviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang