Terserah lelaki itu mau pulang atau tidak, Sakura tidak main-main dengan ancamannya. Dia benar-benar akan membawa Sarada jika sampai esok Sasuke tidak menemui Sarada. Lagi pula dia akan sangat senang jika Sarada bisa tinggal bersamanya, mengganti waktu bertahun-tahun yang telah Sasuke ambil dulu. Sasori juga tidak mempermasalahkan tentang itu, dia sudah pasti sangat setuju dengan semua itu.
Benar berpikir tentang Sasori, dia jadi teringat dengan cerita Ino, dia hampir melupakannya tadi. Setelah menemani Sarada tidur dia yang tidak bisa tidur memilih untuk duduk di meja kerja menikmati coklat panas. Dia menaikan kedua kakinya menekuk di atas kursi, memandang hujan yang begitu lebat, lengkap dengan petir-petirnya.
Kembali lagi dengan Sasori, Sakura tidak mengerti dengan jalan pikiran Sasori jika dia sudah tau mengapa dia masih memaksakan kehendaknya untuk pernikahan ini. Jika mau berpikir positif nya adalah, lelaki itu memang tidak mau sendiri menjalani kehidupannya, jadi dia benar-benar membutuhkan Sakura untuk mendampinginya. Negatifnya, Sasori memang sudah terlalu terobsesi dengannya.
Kedua jawaban itu, Sakura tau kalau keduanya tidak akan bisa mengubah apapun. Sasori tidak akan pernah membatalkan pernikahan mereka, jika saat ini Sakura masih tidak mampu mencintainya, dia berharap seiring berjalannya waktu dia bisa menerima Sasori dalam hatinya. Dan jika tidak dia pasti bisa menyayangi Sasori seperti teman, benar teman hidup. Bukanlah itu tujuan dari pernikahan.
Tadi dia menanyakan pada Sarada tentang pernikahannya dengan Sasori, anak itu masih kecewa tapi dia menerimanya. Dia mengatakan asalkan _mama bahagia maka Sarada juga akan bahagia. Sakura meyakinkan diri kalau dia akan bahagia, dia tidak akan bahagia jika terbebani hutang dan rasa bersalah yang sangat besar.
Sasori sudah tau bagaimana perasaannya sebenarnya, jadi lelaki itu juga pasti sudah tau resiko apa yang akan dia hadapi. Dan apa usaha yang harus dia lakukan. Sasori bukan orang yang bodoh dengan tidak memikirkan resiko dalam setiap keputusan, dia seorang dokter, dia pasti tau dan jika dia tetap melakukannya artinya dia sudah tau apa yang akan dia hadapi dan dia lakukan.
Tapi jika suatu saat nanti, atau beberapa hari nanti Sasori berubah pikiran. Dia tidak bisa melakukan apapun, dia harus menerima keputusan Sasori. Dan sebenarnya itulah yang dia harapkan untuk saat ini. Sasori sadar dengan sendirinya.
"PPAPAAAAAA!!!!!" Jeritan Sarada membuat lamunan Sakura pecah dan berhamburan.
Sakura langsung berlari ke kamar. Dan melihat Sarada terduduk di tempat tidur, dengan keringat mengucur deras di keningnya, begitu juga air matanya. Kedua tangannya menggenggam gemetar. Sakura langsung memeluknya dan menepuk-nepuk halus punggung Sarada. Tangis Sarada semakin pecah.
"Sttt its oke hanya mimpi. Semua baik-baik saja, semuanya hanya mimpi."
"Papaaaaa, Papaaaa hiks hiks..." Tangis Sarada terus meledak, isak tangisnya begitu pilu. Sakura tau pasti Sarada mimpi tentang Sasuke, entah mimpi macam apa itu.
"Hei, dengar semua baik-baik saja, hanya mimpi, hanya mimpi." Berulang kali Sakura mengucapkan kalimat itu untuk menenangkan anaknya.
"Mama, telepon Papa sekarang.." Ucap Sarada di tengah tangisnya.
"Iya nanti Mama telepon."
"Sekarang Mama"
Sakura menatap anaknya dengan ketakutan yang mendalam, seolah anaknya mempunyai firasat buruk tentang Sasuke. Akhirnya Sakura beranjak dan mengambil ponselnya untuk menghubungi Sasuke.
Satu kali dua kali tidak diangkat, semakin membuatnya takut. Sarada masih menangis dia meremas-remas tangannya sendiri.
Sakura menghampirinya masih terus menghubungi Sasuke.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comeback [SasuSaku Fanfiction] Completed
FanfictionSepuluh tahun setelah kegagalannya dalam menjalin rumah tangga dengan Uchiha Sasuke, Sakura akhirnya dapat menerima lelaki lain sebagai kekasihnya. Untuk menikah lagi dia masih begitu trauma. Tapi tanpa diduga-duga kalau anaknya, yang dulu jatuh pa...