Chapter 3

145 15 0
                                        

Satu hal yang Luna sadari sejak pertemuannya dengan Dirga seminggu yang lalu. Dirga berubah drastis! Candra sampai menuduhnya pasang susuk demi kelancaran misi. Jangankan Candra, Luna sendiri pun penasaran setengah mati. Dibagian mana tindakan atau kata yang terlontar dari mulutnya sampai sampai Dirga rela mengantarnya sepulang sekolah. Setiap hari terhitung sejak obrolan singkat di kantin.

Atau mungkin karena merasa bersalah ? Tapi auranya beda. Dirga yang sekarang jauh lebih manis dan tulus. Dan Candra juga menyadari hal itu. See ? Ini bukan sekedar halu.

“Trus benang merahnya gimana ?” Candra mengubah topik.

Luna menghela napas, “Masih sama.”

“Yang penting nggak tambah pudar kan ?”

Setidaknya untuk saat ini Luna bisa sedikit tenang. “Iya sih.”

Luna mendorong piring nasi kuning yang masih tersisa setengah dari porsi sebelumnya. Nafsu makannya hilang ketika Candra membahas Dirga.

“Wih, berat gue lama-lama naik Lun kalo gini mulu.”

“Daripada gue yang gemuk, mending lo aja.”

Meski protes, Candra tetap melahap nasi kuning Luna. Kalori keluarnya berapa, yang masuk berapa. Luna berusaha menahan senyum lalu mengalihkan pandangan ke abang-abang yang sibuk melayani pembeli. Beberapa diantaranya bapak-bapak yang istrinya mungkin malas memasak dihari Minggu. Selebihnya dari berbagai usia yang habis jogging seperti Luna dan Candra.

Diantara pembeli itu, Luna menangkap sosok yang tidak asing. Laki-laki jangkung dengan kaos hitam polos dan celana selutut warna senada. Luna belum sempat menoleh ketika tatapan mereka bertemu.

“Kirain salah liat.”

Luna tersenyum kikuk lalu melirik Candra. Meminta pertolongan untuk menanggapi Dirga.

“Duduk kak.” Candra berdiri dan mempersilakan Dirga duduk.

“Nggak usah.”

“Gue mau bayar dulu, duduk aja kak.”

“Oke.”

Sekarang apa ? Candra bahkan membiarkanku berjuang sendirian.

“Habis jogging ?”

Luna mengangguk singkat. “Kak Dirga tinggal dekat sini ?”

“Nggak.”

Luna menaikkan alis.

“Nasi kuningnya enak makanya kalo libur suka beli disini.”

Mulut Luna terbuka membentuk huruf O kecil. Percakapan kami baru berhenti ketika pesanan Dirga selesai. Sesekali Luna melirik jari kelingkingnya, tidak ada perubahan.

***

Beberapa hari ini, bersamaan dengan berubahnya sikap Dirga. Luna merasa selalu mendapat tatapan tidak suka dari Salsa. Kelas yang bersebelahan, memungkinkan mereka kadang berpapasan. Luna bisa langsung tahu kalau ini ada sangkut pautnya dengan Dirga. Tapi, Luna tidak peduli. Toh, perpisahan mereka bukan karena Luna. Lagipula status mereka sekarang hanya sebatas “mantan” apa salahnya kalau Dirga dekat dengan perempuan lain. Kentara sekali, Salsa masih menyimpan rasa pada Dirga.

Dengan langkah pasti, Luna melewati Salsa tak acuh. Telinganya sempat mendengar hal tidak mengenakan namun Luna sudah janji tidak akan mudah tersulut emosi. Ada hal yang jauh lebih penting sekarang. Tujuannya adalah ruang guru, mengumpulkan tugas lalu menyusul Candra di kantin. Sejak tadi perutnya meraung minta diisi. Tadi pagi Luna tidak sempat sarapan karena Candra terlambat. Yah, Luna tidak suka ke kantin sendiri.

A Mate For A Moment [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang