Chapter 8

107 13 0
                                        

Seminggu berlalu dan Luna pasrah. Bukan saatnya ia dan jodoh bersatu, Dirga sama sekali tidak ada niat menghubunginya lagi sejak hari itu. Luna juga tidak ingin semudah itu menerima ajakan Dirga bertemu waktu itu. Di sekolah pun, Luna cukup heran karena tidak pernah berpapasan dengan Dirga. Aneh. Padahal Luna rajin ke kantin tetapi batang hidung Dirga pun tidak terlihat.

Ada saatnya Dirga akan benar-benar melabuh hati pada Luna. Sebagai seorang perempuan, Luna bersyukur dirinya cukup sabar.

“Kayaknya anak kelas 3 mulai sibuk.”

“Iyalah, UN kan 2 bulan lagi.”

“Lo udah nggak pernah kontakan sama kak Dirga ?”

Luna melempar tissue bekas mengelap bibirnya kewajah Candra. “Nggak usah dibahas. Males tau, sebulan deket nggak ada hasil.”

“Lo juga sih, sok jual mahal. Siapa tau aja waktu itu kak Dirga mau jelasin sesuatu. Atau mau nembak!”

Luna mencibir. “Paling juga belain Salsa.”

“Nah masalahnya ini. Lo udah negative thinking duluan.”

“Udah, buruan makan. Bentar lagi masuk.”

“Lun, mumpung kak Dirga belum sibuk-sibuk banget. Mending omongin deh, nanti kalo dia lulus kalian bakal jarang ketemu.”

“Masa gue ? Salah gue apa ?”

***

Kenapa adegan ini terulang lagi ? Luna berharap punya kekuatan menghilang seperti Susan dalam film Fantastic Four. Bisa Luna tebak, ini pasti ide gila Candra lagi. Pura-pura ke parkiran duluan lalu tiba-tiba kirim pesan yang isinya izin pulang duluan. Sekarang Luna harus berhadapan dengan Dirga. Laki-laki itu mondar-mandir dilantai bawah.

Luna belum siap. Mengingat kejadian di perpustakaan, hati Luna tiba-tiba saja serasa dicubit. Sakitnya bukan main. Luna membalikkan badan, menaiki tangga kembali ke dalam kelas. Luna janji akan sabar menunggu sampai Tuhan mempertemukan mereka kembali. Untuk saat ini, Luna belum ingin dekat dengan Dirga yang masih memilih Salsa.

Hampir 2 jam lamanya Luna berdiam di dalam kelas. Syukurlah, Dirga sudah tidak di sana. Waktunya pulang! Di rumah Luna akan maraton menonton drama Korea guna mengalihkan pikirannya. Masa bodo sama tugas matematika! Besok tinggal salin.

Luna keluar dari gerbang sekolah kemudian mengeluarkan ponsel untuk memesan ojol.

“Kamu di kelas ngapain lama banget ?”

Luna mengalihkan pandangan dari layar ponsel dan menatap laki-laki dihadapannya. “Kak Dirga ngapain di sini ?”

“Aku kan sekolah di sini, wajar dong aku di sini.”

“Oh iya.” balas Luna kembali sibuk mengutak-atik ponselnya.

“Aku nungguin dari tadi.”

Baru saja Luna ingin menekan pesan ketika Dirga menyerahkan helm yang sering ia pakai saat pulang bersamaan Candra. Benarkan dugaan Luna!

“Kak--”

Dirga menarik helm-nya lalu turun dari motor. “Kalo kamu nggak mau, ya udah kita ngomong di sini.”

Luna terserang panik. Kepalanya menoleh ke segala arah, memastikan tidak ada yang melihat mereka. “Mau ngomong apa kak ?”

“Soal waktu itu.”

Luna mengangguk sekali.

“Walaupun nggak tau apa yang kalian bahas sebelum aku dateng, aku tetep mau minta maaf.”

Kening Luna mengernyit.

“Kamu mungkin nggak tau tapi Salsa itu agak kekanak-kanakan. Kalo dia ngomong sesuatu, nggak usah diambil hati.”

Kenapa Dirga yang minta maaf ? Bukannya lega, Luna justru merasa makin sakit hati. Sebenarnya hubungan mereka masih berlanjut atau berakhir ?

“Udah ?”

Dirga menaikkan alis mendengar tanggapan Luna. “Luna..”

“Selama ini aku udah salah paham. Mungkin buat kak Dirga kedekatan kita cuman sebatas temen tapi buat aku nggak. Aku terlalu geer dan ngarep kak Dirga suka sama aku.” jelas Luna diakhiri senyum pahit.

Setidaknya Luna lega karena mengungkapkan apa yang ia rasa. “Kalo misalnya kak Dirga masih sayang sama Salsa, tolong jangan bikin orang berharap lebih. Jangan bikin perempuan lain salah paham kayak aku.”

“Luna, aku nggak pernah suka sama Salsa!”

“Mbak Luna ?”

“Ojol aku udah dateng. Duluan kak, sukses ujiannya.”

***

“Lun! Woi, sakit!”

“Nggak ada ampun buat lo!” teriak Luna.

Kedua tangannya tidak henti memukul Candra membabi buta. Ini balasan karena Candra berani masuk urusannya dengan Dirga.

Sementara Candra yang diserang berusaha menutup bagian wajahnya dari amukan Luna.

Sorry Lun, nggak lagi-lagi deh!”

Bukannya berhenti, Luna menambah kekuatan memukul Candra. Bagian tubuh manapun ia tidak peduli, pukulan demi pukulan terus Luna layangkan.

“Gue traktir sarapan!”

Luna berhenti sejenak. “Nggak cukup!”

“Makan siang juga!”

“Oke!”

Lagipula telapak tangannya juga mulai sakit. Luna mengatur napasnya sambil berjalan menuju bangkunya.

“Mulai sekarang, gue udah nggak ada urusan sama kak Dirga.”

“Maksud lo ?” tanya Candra begitu pantatnya berhasil mendarat dibangku depan Luna.

“Kak Dirga masih suka sama Salsa.”

“Udah nyerah ? Benang merahnya gimana ?”

“Kalo jodoh juga nanti ketemu lagi.”

“Masalahnya kan bukan itu. Lo kan dari awal pengen cari tau kenapa benang merah lo pudar.”

“Gue cari tau sendiri aja.” gumam Luna menunduk dalam.

“Eh, tadi mau traktir kan?” sahut Luna lagi mengalihkan topik.

“Iya, ya udah ayo dah!”

Luna tidak akan melupakan Dirga. Lebih ke menunggu waktu yang tepat. Entah kapan, Luna yakin mereka akan bertemu lagi. Pasti.

TBC

A Mate For A Moment [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang