Siang ini aku dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang sangat aku kenal. Teman, rekan kerja, sekaligus atasanku dulu. Mizuhara Naoki.
Sejak lima menit yang lalu, lelaki bermata sipit, berdarah Jepang-Kanada itu hanya duduk diam sambil menghirup aroma kopi yang aku buatkan.
Aku tidak tahan dengan kecanggungan diantara kami memilih untuk membuka obrolan.
"Aku tidak menyangka bertemu denganmu disini, Naoki-san."
"Seharusnya aku masih marah padamu, Jinyoung. Kamu pasti tahu alasannya kan?"
Aku menggerutu dalam hati, kenapa Naoki membuat suasana malah semakin canggung.
"Aku sudah menjelaskan padamu bahwa semuanya serba mendadak." sahutku dengan nasa suara sedikit sebal.
Pernikahanku sudah berlangsung cukup lama, dan Naoki masih saja mempermasalahkannya.
Naoki menyeruput kopi hitam pekat miliknya. "Kopi buatanmu masih sama enaknya seperti dulu."
"Apa kamu kesini karena rindu kopi buatanku?"
Ia menatap lurus, netra kami bertemu. "Merindukanmu lebih tepatnya." ucapnya lembut.
Naoki menyebalkan beberapa menit yang lalu serasa menghilang berganti dengan Naoki baik hati, menyenangkan dan lemah lembut yang aku kenal selama ini.
Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku, terlebih ketika ia tersenyum lembut dan sangat hangat padaku.
"Memangnya kamu, Park Jinyoung yang sombong setelah menikahi pangeran impiannya. Tega melupakan aku. Boro-boro rindu, pesanku yang terakhir saja tidak dibalas."
Aku memutar mataku malas. Rasanya pujian yang tadi ingin aku simpan kembali. Naoki tetaplah Naoki, sebaik apapun dia tetap saja lidahnya tajam jika berucap.
"Jauh-jauh dari Kanada kesini hanya untuk mengajakku bertengkar?"
Ia tertawa lepas, masih tawa yang sama seperti dulu. Tawa yang menular, yang membuat siapa saja berbicara dengannya ikut tertawa.
"Bagaimana kabarmu, Jinyoung?"
"Seperti yang dilihat. Baik."
"Hm...apakah benar?"
"Apasih Naoki!"
"Sayang sekali matamu tidak bisa berbohong padaku. Apa tidak ingin bercerita?"
Aku tertegun, menelan salivaku susah payah.
Aku bukan pelakon handal, selama ini jika kupikir berhasil membohongi dunia. Aku salah. Bukan aku pembohong handal tentang aku yang tidak baik-baik saja, hanya saja dunia memang tidak pernah peduli denganku.
Berbeda dengan Naoki. Walau menyebalkan, lelaki yang lebih tua beberapa tahun dariku ini sangat peduli denganku dan hidupku. Berulang kali ia mengegaskan kalau aku penting untuknya, dan ia ingin melihatku bahagia...
Aku merasakan hangat genggaman tangan Naoki di telapak tanganku yang bergetar.
"Jinyoung, aku tahu ada yang salah ini. Jika di dunia ini tidak ada yang bisa membenarkan yang salah itu. Maka izinkan aku untuk menolongmu membenarkannya."
Mendengar kata-katanya membuat kedua manik mataku basah. Lemah.
Sudah lama rasanya aku tidak menangis di depan orang lain. Namun hari ini, aku menangis tersedu dalam pelukan hangat Naoki."Jika aku memintamu untuk membawaku pergi. Apakah Nao bersedia?"
"Apakah itu sebuah pertanyaan yang harus dijawab ketika kamu tahu jawabannya?" tanyanya lagi.
Ia mendekapku semakin erat, tangan kokohnya mengusap punggungku, membiarkanku menangis dalam pelukannya. Disitu aku memulai ceritaku, kisah pilu yang kupendam sendiri sejak dulu.
***
Kondisi kesehatan Youngjae dari hari ke hari semakin membaik.
Dan yang membinggungkan adalah sikap Jaebeom dari hari ke hari yang semakin tak ku menggerti.
Ia lebih sering sarapan bersamaku. Ia beberapa kali membawakan makanan kesukaanku sepulang kerja. Ia tidak pernah senang jika aku menyinggung nama Youngjae.
Dan dari itu semua...ia tetap Jaebeom yang dingin seperti es di kutub utara. Pembicaraan kita tidak lebih dari lima atau enam kata.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Your Star - JJP (Sequel On Going)
Fanfiction"Jika kamu tidak keberatan, aku hanya ingin seperti ini. Mencintaimu, selamanya." Kalimat itu terucap tanpa ia sadari. Manik matanya telah basah oleh air matanya sendiri. Kalimat yang tidak seharusnya Park Jinyoung ucapkan saat itu, kalimat yang me...