~2~

752 115 59
                                    

Aku membasuh wajahku dengan air wastafel yang mengalir. Pantulan diriku di cermin cukup menggerikan. Untungnya, aku tidak memakai maskara, jika iya pasti akan lebih menggerikan.

Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian. Meskipun sering kali menggundang kesedihan tak tertahan.

Kutipan dari novel Tereliye seolah menamparku.

Aku terlalu sering menangis, alasan ku menangis masih orang yang sama. Ketika aku ingin menjadi alasannya tersenyum. Dia malah menjadi alasan dari setiap bulir airmata ini.

Lelah? Aku pernah bertanya pada diri ini. Apakah aku tidak lelah? Tentu saja. Siapa yang tidak lelah mencintai seseorang dalam diam selama bertahun-tahun?

Orang yang dulunya sedekat nadi, sekarang sejauh bintang di langit.

Jangan tanya padaku bagaimana ia bisa sejauh itu. Aku sendiripun lupa. Ia yang menarik jarak sampai aku segan walau sekedar menyapa.

****
"Terima kasih atas jamuan makan malamnya."

"Sebentar lagi kita menjadi besan. Jangan sesungkan itu, Nyonya Park."

Kedua orang tua saling berpeluk hangat. Aku tetap berasa orang asing yang tidak seharusnya ada diantara dua keluarga bahagia ini.

Aku berdiri menyandar pada tembok di dekat pintu utama. Kepalaku menunduk, menolak melihat adegan mesra yang serasa mengoyak jiwa; ciuman lembut Jaebum di bibir Youngjae.

Ekspresiku tampak datar, padahal dalam hati meraung pilu. Terkadang ku bertanya, kebaikan apa yang Youngjae lakukan di masa lalu sampai ia bisa seberuntung itu. Terlahir di keluarga yang sama tapi dari rahim yang berbeda ternyata bisa membuat garis kehidupanmu berbanding begitu jauh.

"Sampai rumah langsung hubungin oppa, ya?"

"Iya. Oppa jangan khawatir."

"Oppa sayang Youngjae."

"Aku juga--"

"Juga apa, hm?"

"Aigoo, kalian berdua membuat kami iri saja."

"Eomma jangan menggodaku." Kata Youngjae yang tampak malu-malu. Anggun seperti biasa.

Aku menarik napasku panjang lalu membuangnya kasar.

Satu dua tiga...satu dua tiga... Aku menghitung dalam hati, sesuatu yang aku lakukan untuk menahan air mata yang suka berdesakan keluar tiba-tiba.

***
Tidak ada pembicaraan apapun selama perjalanan pulang. Aku segera menutup kedua kelopak mataku ketika Youngjae menoleh hendak mengatakan sesuatu. Kemudian langsung ia urungkan.

"Youngjae akan menjadi pengantin paling cantik dan paling bahagia nantinya. Jaebum tampak sangat menyayangimu, sayang."

"Anak eomma memang cantik karena aku memiliki eomma yang sangat cantik."

Bagaimana rasanya di sayang dan di puji ibu? Aku lupa rasanya. Aku bahkan lupa bagaimana rupa ibuku.

Sejak ayah menikah lagi, sama sekali tidak foto ibuku. Kata Bibi Shin semua sudah di buang oleh ibu tiriku.

Miris. Tapi aku bisa apa?

***
Suasana rumah tampak sibuk, seminggu lagi adalah hari pernikahan Youngjae dan Jaebeom.

Seharusnya aku pulang di hari pernikahan mereka saja. Kenapa ayah harus memintaku pulang dua minggu lebih awal?

Be Your Star - JJP (Sequel On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang