Mugkinkah?

50 5 0
                                    


Author pov

Setelah mendapat hadiah dari opanya lira memutuskan untuk pulang kerumah lebih dulu, dengan alasan ia sangat capek. tapi besok ia akan kembali untuk menjaga opanya.

"Iraa?" panggil Ale ketika lira memasuki rumah

"Ya allah ra, kok muka kamu sembab gini sih de. Kamu kenapa?" Tanya Ale

Lira tidak menjawab pertanyaan Ale ia hanya memeluk ale lalu menangis tersedu-sedu didalam pelukan Ale.

"Ada apa? Cerita sama mbak de" kata Ale ketika lira sudah sedikit tenang.
Ale menuntun lira untuk duduk di sofa ruang keluarga kemudian memberinya minun.

"Mbak, Apa Abi sama umi ga sayang sama Lira?" Tanya lira

"Kok ngomong gitu?"

"Kenapa abi lakuin semua ini sama Lira?"

"Ada apa cerita biar mbak ale tahu de" tanya ale bingung

"Abi mau nikahin lira sama orang yang lira ga kenal"

Ale yang mendengar jawaban adiknya hanya diam, jadi ini alasannya abi minta Ale buat nenangin lira.

"Apa lira ga terlalu kecil untuk menerima semua ini? Lira masih mau sekolah, Lira mau Kuliah. Lira ga mau nikah hiks hiks " kata lira disela isak tangisnya.

Entah kenapa sejak dirumah sakit sampai dirumah air mata selalu menjadi teman setianya. Sebenarnya lira tidak lagi menangis tapi Air mata seolah mewakili hatinya, yang sedang terluka saat ini.

"Raa, Lira harus percaya sama Abi. Apapun yang abi lakukan pasti sudah abi pikirkan, Mbak Ale dan mas rifai juga dulu ga saling kenal. Kami adalah 2 orang asing yang dipersatukan dengan Akad" Jelas Ale mencoba menenangkan Lira dalam pelukannya.

"Tapi lihat kami baik-baik saja, bahkan sekarang ada Al ditengah-tengah kami. Dan lira juga jangan pertanyakan soal Rasa, Rasa itu akan datang dengan sendirinya tanpa kita harus menjemput" lanjutnya lagi.

"Mbak ale sama lira beda. Lira skarang masih skolah, waktu mbak ale nikah mbak ale udah lulus. Sedang lira hiks apa yang harus lira katakan sama guru lira kalo ada yang tanya, lira harus taro muka lira dimana kalo ada yang ngejek lira😢 dan bagaimana kalo lira dengan dia tidak cocok?" Ucap lira

"Lira ga boleh ngomong kek gitu, lira harus percaya sama allah, allah itu maha baik. Dia tidak akan membuat hambanya terluka." Jelas ale

Setelah itu tidak ada jawaban dari lira ia hanya menangis dipelukan ale, Mbak sekaligus sahabatnya ini adalah tempat mengadu kedua setelah umi.

Semalaman lira mengadukan segala isi hatinya kepada allah. Karena Lira sendiri percaya menangis dibantal tidak akan membuat hatinya tenang apalagi mendapat jawaban. itu sebabnya ia menangis dihadapan allah diujung sajadhanya semoga allah bisa membuat hatinya ikhlas menerima semua ini.

*****

Ditempat lain ada pikiran yang benar benar bingung, hati yang kacau. bahkan egopun sudah mencari jalannya sendiri karena pikiran yang tidak ingin menerima ego untuk berkeluh kesah kepadanya.

Maghribil Rasya saat ini ia tidak mengerti dengan keadaan yang menimpanya Ada apa ini? Kenapa semua ini terjadi? Mengapa papa membuat janji atas namanya?. Ia terus saja bertanya dalam hatinya.
Duduk berhadapan seperti ini sangat membuat dirinya risih.

"Abil, ini adalah janji dan amanat dari mendiang kakekmu, tugasmu hanya menjalankannya" ini adalah penjelasan kesekian kalinya dari sang papa.

Abil, Kau adalah ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang