Dilla merasakan tubuhnya bergetar hebat, entah karena tubuhnya sudah basah kuyup karena hujan atau karena dia sekarang bersama Nino, Dilla menoleh dan melihat Nino masuk kedalam mobil. Kemeja Nino sudah sangat basah, Nino mengulurkan tanganya mematikan AC mobil.
"Aku matiin, ya? Kalau enggak kita bisa sama – sama masuk angin..."
Tiba – tiba Dilla tersenyum, entah kenapa saat mendengar kalimat polos keluar dari seorang Dokter seperti Nino, dan hal selanjutnya yang dilakukan Nino membuat Dilla menahan napas, Nino mencondongkan tubuhnya mendekati Dilla, salah satu tangannya terulur dan Dilla masih menahan napas, bahkan dia memejamkan mata.
"Kenapa tutup mata? Sudah ngantuk, ya?" Perlahan Dilla membuka matanya dan menyadari ternyata Nino membantunya memakaikan seatbelt. "Saya cuma bantu kamu pasang seatbelt, belum waktunya buat cium kamu..."
Pipi Dilla memerah seketika, dia membuang muka dan menatap rintik hujan yang membasahi jendela lalu mendengar gelak tawa dari sampingnya. Dilla memejamkan mata dan ingin menutup wajahnya karena malu tapi dia gengsi.
"Saya cuma bercanda, Dil. Jangan diambil hati, nanti jadi canggung."
"Dokter kalau bercanda memang kayak gini, ya?" celetuk Dilla dan menyadari kebodohannya, mobil sudah berjalan perlahan karena hujan yang semakin deras.
"Enggak, saya enggak pernah bercanda seumur hidup saya."
Sontak kepala Dilla menoleh, matanya membulat mendengar kalimat itu. "Dokter jangan bercanda."
"Saya memang enggak pernah bercanda selama ini, cuma sama kamu."
Dilla menghela napas, "Boleh bercanda sama saya, tapi jangan bercanda yang kayak itu. Geli saya.." ucap Dilla sambil menggerakkan tubuhnya.
Nino menoleh sekilas, "Jangan panggil Dokter kalau di luar rumah sakit. Panggil saja Nino, atau...Mas juga boleh..."
Dilla sontak tertawa, namun buru – buru menutup mulutnya.
"Kenapa?"
"Dokter Nino kenapa? Kenapa suaranya terdengar ragu gitu?"
"Kan saya sudah bilang, jangan panggil Dokter kalau di luar rumah sakit. Panggil Nino saja."
"Oke." ucap Dilla, kemudian kalimat tidak terduga keluar dari bibir Dilla. "Dokter... eh, kamu lucu, deh..."
Tidak ada respon apapun, apa Dilla sudah berkata salah?
"Bisa gak..." Nino menggantung kalimatnya kemudian berdeham, "Ngobrolnya pakai bahasa santai."
Dilla mulai memikirkan sesuatu, dan yang terpikirkan olehnya adalah ucapan Saima yang mengatakan bahwa Dokter Nino menyukai dirinya, dia menatap Nino terus menerus, mengamati pria itu dengan saksama.
Tampan dengan rambut potongan pendek yang rapi.
Hidung mancung.
Kulit bersih.
Dilla merasa kalau Nino ini jauh melebihi seorang perempuan yang perawatan, bagaimana tidak, kulit Dilla saja tidak sebersih itu.
Alis tebal. Oke, itu jarang dimiliki seorang pria.
Dilla terus saja mengamati Nino sampai tiba – tiba mobil berhenti.
"Eh? Kenapa? Mogok?"
"Gak.." jawab Nino kemudian menatap Dilla sepenuhnya. "Dari tadi kau terus melihatku, membuatku..." Nino sengaja menggantung kalimatnya, tangannya yang sedari tadi mencengkeram erat kemudi kini beralih diatas dadanya sebelah kiri. "Disini, jantungku berdetak kencang."
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE OF LOVE [Tamat]
RomanceBanyak yang bilang, luka sembuh seiring berjalannya waktu.. Hal itu tidak berpengaruh pada FARADILLA NADA INDRIANI. Perjuangan, penantian, kesabaran bahkan cinta sekian tahun harus berakhir hanya lewat kalimat pendek menyisakan sakit yang teramat hi...