Bab 18.1

1.6K 220 11
                                    

Langkah Dilla berhenti tidak jauh dari ruang VK, di menghapus air matanya dan perlahan masuk ke ruang VK, disana semua orang langsung memandangnya.

"Kenapa?"

Fina mendekat, "Mbak Dilla kemana saja?"

Kini gantian Affia yang mendekatinya. "Dil.." ucapnya pelan sambil menyerahkan ponselnya, Dilla lupa, dia pergi tadi tidak membawa ponsel dan ini sudah pukul 6 lebih, dia sudah menunggu 3 jam lebih didepan ruangan Nino.

"Kenapa?"

"Ponselmu terus berdering, dan Mbak Siama menjawabnya tadi, panggilan dari Ibumu."

"Terus? Kalian kenapa?" Dilla mengamati wajah Fina dan Affia, kemudian dari belakangnya, Siama muncul.

"Aku hanya bisa meminta dua hari untukmu, Dil.." ucap Siama sambil memberikan surat.

"Surat apa?" Dilla membukanya dan membaca, "Surat cuti?"

"Bapakmu masuk rumah sakit, Dil.." ucap Affia.

*******

Nino mengemudi mobilnya pelan memasuki pekarangan rumahnya, dia tetap duduk disana walau mesin mobilnya sudah dingin. Nino memikirkan ucapan Dilla.

"Bagaimana jika kebahagiaanku bukan bersamanya?"

Lalu dengan siapa?

Nino mendongak melihat ada mobil Anggita disana, dia keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah, sontak Mamanya dan Anggita berdiri.

"Kamu darimana saja? Mama hubungi dari tadi enggak di jawab." Mamanya mulai mendekat dan memegang tangannya, "Nino? Kamu kenapa?"

Nino diam dan menatap wajah Mamanya, membasahi bibirnya kemudian menatap Anggita. "Kamu ngapain di sini?"

"Oh, Mama yang undang Gita makan malam bareng kita. Kami nunggu kamu, ayo! Kita makan sekarang."

"Git..." panggil Nino.

"Ya. Ada apa?"

"Kamu cinta sama aku?"

Pertanyaan dadakan dari Nino membuat Anggita membelalak, "Ten-tentu saja. Aku cinta sama kamu." Ucap Anggita tergagap sambil melirik kearah Hanna.

"Kalau aku enggak cinta kamu. Apa yang kamu lakukan?"

"Membuatmu jatuh cinta padaku, dan menyingkirkan perempuan itu dari hatimu, Nin. Kamu kenapa?"

"Kalau sama sama mencintai, kenapa tetap tidak bahagia?"

"Karena sebenarnya kamu mencintai orang lain. Hubungan yang hanya dilandasi keterpaksaan tidak akan membuat bahagia."

Jawaban itu datang dari Papanya, Nino melihat Papanya mendekat.

"Bagaimana jika kebahagiaanku bukan bersamanya?"

"Nino kamu kenapa, sih?" desak Hanna.

"Ma, sudahlah.."

Nino tahu jawabannya. "Aku harus pergi."

Dia pikir dia pintar, tapi nyatanya Nino bodoh, kenapa butuh waktu lama baginya mengetahui arti kalimat singkat dari ucapan Dilla.

Nino berbalik, hendak melangkah namun tangannya di tahan oleh sang Mama. "Ma?"

"Kamu mau kemana? Jangan bilang kamu pergi menemui perempuan itu?"

Kening Nino berkerut dalam, "Ma? Kenapa ucapan Mama seperti itu?"

"Apa?" Hanna mengangkat sebelah alisnya, "Mama yakin perempuan itu sudah menjauhi kamu, Nin."

Kerutan di dahi Nino semakin dalam, membuat Hanna begitu kesal, kadang kala putranya begitu bodoh. "Dia tidak pantas untuk kamu."

MIRACLE OF LOVE [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang