0.11 - Cinta Nggak Harus Memiliki, Katanya

16.6K 1.5K 38
                                    

Beberapa muda dan mudi itu kini singgah di rumah Kevin. Namun Kevin sendiri tidak ada di rumah, sedang mengantar pulang sang kekasih.

Kara tadi menemani Anin mengembalikan Tupperware mami Ando. Ketika hendak pulang, dua gadis itu ditahan Jey yang tengah menyapu teras rumah Kevin.

Jey kalau bertamu sudah berlagak seperti di rumah sendiri.

FYI, rumah Kevin dan rumah Ando bersebelahan.

Jey dan Kara bersama Anin sekarang tengah berbincang di halaman belakang. Jey sedang bercerita tentang kisah cintanya di waktu dahulu.

"Dulu, gue pernah suka sama seseorang, adek kelas gue waktu SMA. Tapi waktu itu dia udah punya pacar. Dia nggak tau sih kalo gue pernah suka sama dia, bahkan sampe sekarang dia nggak tau," ucap Jey.

Ini sebenarnya Jey ragu bercerita. Dua gadis di depannya masih umur belasan, masih anak SMA. Takut cerita dan bahasanya tidak sampai dicerna Kara dan Anin.

"Kenapa nggak coba diperjuangin?" tanya Kara.

Jey menjawab, "Udah punya pacar, woi."

"Biasanya cowok nggak peduli, tetep ditikung," kata Anin dengan santainya.

Tawa Jey terdengar. Lalu dia berkata, "Eh, gue cowok baik, ya. Nggak main tikung menikung begitu. Tapi alasan utamanya bukan itu sebenernya. Gue ... minder. Dia beberapa kali bilang kalo dia udah menganggap gue kayak abangnya sendiri."

Tebak ekspresi Kara sekarang.

Kara merasa, beberapa hari ini banyak hal-hal yang disengaja maupun tidak disengaja terjadi untuk menyindirnya.

Dari Ando yang bertanya tentang cara menghancurkan sebuah hubungan. Lalu teman kelasnya yang request lagu tentang cinta bertepuk sebelah tangan di radio sekolah. Dan kini Jey yang bercerita tentang kisah cintanya di masa lampau.

"Berapa lama Bang Jey mendem perasaan itu?" Kara bertanya tanpa sadar sepenuhnya.

Jey tampak mengingat-ingat. "Berapa lama, ya ... Dua atau tiga tahun gitu, sampe gue lulus SMA pun rasanya masih ada."

Hm ... masih menang Kara. Dia bahkan menyimpan rasanya selama lima tahun. Cewek itu mengangguk-angguk.

"Dia nyaman dengan anggap gue sebagai abangnya. Gue takut kalo gue bilang yang sebenernya, dia malah menjauh dan nggak nyaman lagi ada di deket gue. Gue milih ngalah," ujar Jey, menyeruput es tehnya.

Ega muncul kemudian disusul Ando yang membawa bakso bakar lumayan banyak.

"Apa yang membuat seseorang mau bertahan terlalu lama sama perasaannya buat orang lain, padahal perasaan itu nggak pernah dibales?"

Sebuah pertanyaan dari Anin membuat yang lain menoleh pada cewek tersebut.

Kara sontak terdiam, lidahnya terasa kelu.

Sosok Davin mendadak muncul menampakkan diri. Ia dengan tenang berjalan membawa es kepal milo di tangan kanan.

"Lo tanya Davin tuh," celetuk Ando, menunjuk Davin dengan dagu.

Davin mengangkat sebelah alis dan memandang para orang-orang di sana dengan bingung. "Apa?"

"Apa yang membuat seseorang mau bertahan terlalu lama sama perasaannya buat orang lain, padahal perasaan itu nggak pernah dibales?" ujar Kara mengulangi pertanyaan Anin. Ia seakan bertanya pada diri sendiri. Gadis itu merunduk sambil berpikir.

Davin memandang lekat Anin, mendudukkan diri di samping cewek tersebut masih sambil memandangi. Davin memajukan diri semakin dekat pada wajah Anin. Davin berucap, "Karna cin—"

Rasa Tanpa SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang