"Gimana sih caranya jadi orang jelek?"
Ghea yang tengah mencoba lipstik baru sampai kaget dan menyebabkan hidungnya tercoret lipstik. Anin sampai menyemburkan air yang baru diminumnya. Keduanya menoleh pada Kara yang kini melamun.
"Waras nggak sih dia?" celetuk Anin bersama raut datar khasnya.
Ghea menarik beberapa lembar tisu dan membersihkan hidungnya. "Orang mah pengen cantik. Lah, ini pengen jelek. Nggak bersyukur itu namanya. Biarin, gue bilangin Mas Juna. MAS JUN—hmmppp...."
Anin hanya melirik tanpa mau memisahkan Kara dan Ghea yang sedang bergulat adu kewarasan.
"Diem ah lu. Mas Juna lagi bobo," kata Kara, menepuk-nepuk telapak tangan seolah baru saja memegang debu.
Mereka berada di rumah Kara malam ini. Ghea dan Anin berniat menginap di sana.
"Ya gimana, ya ... cape gue tuh tiap ke mana-mana ketemu cewek yang nuduh gue menelin cowoknya," gerutu Kara sambil meremas bantal. "Padahal mah gue diem aja. Cowok mereka tuh yang ganjen ke gue. Nggak gue respon juga."
"Sekalian aja lo beneran menelin cowok mereka biar mereka tambah panas," celetuk Anin enteng yang langsung membuat Kara membulatkan mata.
Ghea sudah tertawa keras. "Lah, iya, bener juga, nyet!" ujarnya setuju.
"Saran yang salah, anjir!" Kara mengacak-acak rambut dengan kaki bergerak asal. Geregetan dengan kedua sahabatnya.
"Eh, Davin apa kabar deh?"
Tatapan Ghea dan Anin sontak terpusat pada Kara. Sedikit kaget dengan pertanyaan Kara yang begitu tiba-tiba. Apalagi Kara bertanya sembari menatap lekat Anin. Aneh.
"Kenapa tiba-tiba banget ke Davin? Gila." Anin melirik sinis lalu dia merebahkan tubuhnya di tepi tempat tidur.
Lagi, Ghea tertawa. "Konyol! Ngapain sih, Ra, tiba-tiba nanyain Davin? Lah kan tadi sore juga ketemu di sekolah. Lagi ngomongin cowok orang kok mendadak ke Davin. Lo mau jadiin Davin pacar lo, hah? Mau pacaran sama Davin?"
"Sinting!" sahut Kara seketika. Lalu matanya mengerjap pada Anin. Ia menggeleng. "Nggak, Nin. Ngaco banget Ghea. Gue nggak mau pacaran sama Davin. Gue nggak mau ngerebut Davin dari lo, sumpah!"
"Apa sih?" Anin jadi kesal. "Lo juga sinting!"
Tawa Ghea semakin lepas. Kemudian tangan Kara mendarat ke paha Ghea sampai meninggalkan sedikit jejak merah. "Ogah juga gue pacaran sama Davin, nyebelin gitu. Migren gue ngadepin tingkahnya. Nggak kebayang gue kalo jadi cewek Davin. Jangan gitu lah, Ghe. Gue nggak enak sama Anin," kata Kara, melirik sok merasa bersalah pada Anin.
"Iya, iya, nggak lagi. Emang yang bisa jadi pawangnya Davin cuma Anin," balas Ghea kini satu kubu dengan Kara.
Hening.
Kara dan Ghea tidak mendapat sahutan dari Anin. Namun ketika dua cewek itu menoleh, sorot tajam Anin sudah tertuju pada mereka. Lalu Anin bangkit duduk, menurunkan kaki dan ia berdiri.
"Gue pulang, ya."
"Eh, eh, eh! Apaan sih? Kok pulang!?" Gerak cepat Kara dan Ghea menahan lengan Anin.
"Maaf, Anin yang cantik kayak Barbie...." Kompak Kara serta Ghea meminta maaf sambil memasang raut bersalah.
Mudah saja Anin mengangguk. "Oke," katanya cuek, kemudian kembali merebahkan diri di tempat tidur.
"Jadi, gue ini gimana?" tanya Kara, membuang napas keras.
Ghea tiba-tiba mengibaskan rambut panjangnya. Kara melotot ketika beberapa helai rambut Ghea masuk ke mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Tanpa Suara
Genç KurguCinta adalah perkara gaib yang tak bisa ditebak dengan mudahnya. Perasaan yang kata orang merupakan perasaan paling menyenangkan di satu waktu, tapi juga bisa berubah sangat menyakitkan di waktu lainnya. Kalau salah satu definisi cinta juga adalah b...