Aku menengok kekaca jendela di samping kananku, terlihat matahari telah berubah warna menjadi jingga kemerahan tenggelam dibalik indahnya pantai kuta Bali, kota kecil nan indah yang tak hentinya dikunjungi oleh para turis berambut putih bermata biru.
Kutengok jamku menunjukan pukul 18:32, kurasa ini waktunya pulang untuk beristirahat setelah seharian bekerja. Aku bersyukur hari ini tidak lembur seperti biasa, dan jika itupun terjadi, aku pastinya akan menelpon Yudis terlebih dahulu, memastikan kalau aku terlambat pulang kerumah.
"Nisa.. Kayaknya udah mau malam deh, kecuali jika kamu mau bermalam disini sama Dimas, aku tidak akan mengganggu kalian berdua" gurauku terhadap Nisa yang sedari tadi ngobrol keasyikan dengan Jenior kita ini.
"Ihh..Apa sih !. Tapi iya juga sih, kayaknya udah malam deh, lain kali kita ngobrol lagi yah Dimas !, aku juga mau mampir belanja ke Minimarket pak dehnya Layla nih, hahahaha.." celutus Nisa yang berusaha menggodaku atau entah mengejekku terhadap kata Minimarket dan Pak deh.
***
Ditengah perjalanan pulang, pikiranku mulai terngiang atas pertemuan mendadak di cafe. Memperhatikan sosok laki laki yang merupakan secuil masa lalu yang tak begitu penting dan mungkin sedikit tak berpengaruh dimasa kuliahku dulu, dengan penampilan culun berkacamatanya yang berusaha mendekatiku, namun kini telah berubah menjadi sosok yang gagah nan tinggi. Jujur, aku tak begitu peduli dengan penampilannya, karena diriku juga tak lebih pintar mengenai dunia fashion. Namun, kepribadiannya sedikit membuat aku terdecak kagum. Respect, sopan, senyum dan ceria, membuat wanita manapun mungkin akan menaksirnya, tak terkecuali yang sudah bersuami.
Sesampainya dirumah, kuputar gagang pintu dan ku letakkan tas diatas rak sepatu sambil berusaha membuka high heels yang dari tadi pagi mengikat kakiku.
"Hai beb, dari tadi yah dirumah ?, jam berapa pulangnya ?" sapaku kepada Yudist, sosok lelaki yang sudah dua tahun menemaniku.
"Hai.. Barusan juga pulang"
"Ohh.. Sudah makan ?. Saya tadi mampir kekafe bareng Nisa dan beli sedikit kue untuk pencuci mulut" tambahku sambil berjalan menuju kekamar.
"Hmm.." jawab Yudist singkat, sambil tetap santai diatas sofa menonton berita dilayar televisi.Yudist memang memiliki sifat pendiam dan sedikit cuek, ia memilih tidak menanggapi hal hal yang terbilang tak cukup penting bagi dirinya, candaan dan tawa sangat jarang terdengar didalam rumah tangga kami, terkecuali jika keluarga besar kami datang dan itupun mungkin diwaktu waktu tertentu. Terkadang tetangga kami menyarankan agar cepat cepat mendapatkan momongan, agar suasan rumah yang kami huni sedikit berwarna dengan tangisan malaikat kecil, namun hal tersebut mungkin masih sebatas angan angan dan tentunya kami berdua akan terus berusaha.
Pernikahan saya dan Yudist bukanlah seratus persen keinginan kami, namun juga tak bisa dikatakan perjodohan, toh sebenarnya sama sama mau. Disaat itu, menginjak usiaku telah mencapai tiga puluh tahun dan orang tuaku mulai gelisah atas statusku yang masih single, mereka berusaha untuk mencarikanku sosok laki laki agar menjadi pendamping hidup.
Mereka beranggapan bahwa aku hanyalah wanita yang gila kerja, dan itu tak dipungkiri. Setelah beberapa bulan mengurus akan perjodohanku, hingga akhirnya merekapun menemukan sosok laki laki yang tidak lain adalah teman masa kecilku sekaligus keluarga dari ibuku sendiri. Yudist, Yudist putra nghai lelaki 28 tahun yang kini telah menjadi suamiku.
Meski terbilang cukup muda bagiku, namun Yudist adalah sosok laki laki yang sangat dewasa dalam segi kepribadian, sifatnya yang kalem dan tak banyak bicara menjadikannya laki laki yang tak mudah untuk ditembus dan dibercandai, dan itu adalah salah satu tipe pria yang aku sukai.
****
Jam menunjukan pukul 22:33. Seperti biasa, saya sudah mengganti pakaian kemode lingerie, bukannya untuk memamerkan body saya kepada sang suami, walau memang tak dipungkiri jika pantat dan dada saya tak tertahankan jika dilihat oleh lelaki manapun. Namun alasan dari pada itu, diawal musim panas ini memang memiliki hawa yang sangat menyengat, meski diwaktu malam sekalipun.
"Uhh..! Sekarang cuacanya panas banget yah sayang, kamu nggak kepanasan pakai baju dikamar gitu" tanyaku sebari melihatnya dengan tatapan nakal.
"iya panas, kamu mau aku buka baju ?""kalau iya ?" tantangku.
"matikan lampunya, cahaya lampu membuat tubuh kita semakin panas".
Dimalam yang panas tersebut, sebagai suami istri kami melakukan rutinitas malam sebelum tidur. Menikmati hangatnya dibulan ini dengan dorongan kenikmatan yang berjalan selama tiga puluh lima menit, dan diakhiri dengan suara desahan penutup serta cairan yang memasuki liang kewanitaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burung Simpananku
RomanceJika kehidupan adalah sebuah perjalanan, maka dimulailah perjalanan dengan kejutan di setiap tikungannya. Saya Layla, Layla Amanda Permatasari. Dan inilah kisah hidupku yang kini telah dijinakkan oleh burung simpannanku.