Benar Benar ingin Mati

2.5K 46 1
                                    

"Aku pulang," kataku sambil menarik koper lantas menuju kekamar untuk beristirahat setelah seharian menempuh perjalanan.

Kurebahkan tubuhku dikasur tanpa berbenah terlebih dahulu. Kelelahan yang aku rasakan tak mempedulikan apapun kecuali keinginan untuk beristirahat sejenak. Kupejamkan mata, berharap rasa kantuk ini akan reda terganti dengab kesegaran setelah tidur beberapa menit saja.

Tak berlangsung lama peristirahatanku, tiba tiba pintu kamar terbuka.

"Hai, kamu lagi istirahat yah ?," tanya Dimas didepan pintu kamar.

"Hmm..,"jawabku sekenahnya. Rasa kantuk dan lelahku membuat obrolan kami tak begitu intensif, yang aku inginkan hanya beristirahat tanpa di ganggu oleh siapapun, namun kenapa laki laki ini tiba tiba saja muncul yang membuatku jengkel seketika.

"Ada oleh oleh nggak dari bandung ?, katanya mau beliin aku oleh oleh ?, kalau mau istirahat mandi dulu sana, sini aku lepas pakaiannya." Tak tahan akan celotehannya, dirikupun tak terkontrol dan akhirnya membentak habis habisan.

"Woe !!, aku tuh capek habis perjalanan jauh !, nggak bisa biarin aku istirahat sebentar !, keluaar !!." Bentakku pada Yudist.

Ia seketika terdiam, mematung tanpa kata, lantas keluar menutup pintu dan meninggalkan aku.

****

Mataku perlahan terbuka pelan, mengamati keadaan sunyi di dalam rumah, pikirku mungkin Yudist telah pergi ketoko, iya, karena setelah ku tengok jam dinding kamar telah menunjukan pukul tiga sore.

Kubangun dari peristirahatanku, lantas menanggalkan pakaian dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kunyalakan shower dengan air yang mengalir deras membasahi kepalaku, kuterdiam dan mengingat ingat kembali perjalanan bisnis di kota kembang. Momen momen yang tak terlupakan dan menyenangkan telah terekam dan tersimpan menjadi hal yang di sebut kenangan.

Banyak yang harus aku kerjakan pikirku, namun hari ini bos membiarkan para keryawannya libur untuk beristirahat sejenak. Namun, lamunanku seketika rumyam di saat kulihat dompet yang tergelatak di meja riasku, dompet Yudist yang ketinggalan sebelum berangkat ketoko.

Pikirku, "Ceroboh sekali sih dia." Mau tidak mau, aku harus mengantarkannya, sebelum ia kebingungan atas keteledorannya. Kulepaskan handuk yang mengikat kepalaku, lantas mengeringkan rambutku dengan hair dryer dan mengenakan pakaian santai seadanya. Aku tak mengenakan make up berlebih, hanya sebatas foundation dan pelembab bibir agar terkesan natural.

Sudah lama rasanya aku tak mengunjungi toko, terakhir kalinya saat tiga bulan lalu. Entahlah bagaimana keadaan toko tempat Yudist sekarang bekerja, yang pastinya aku tak peduli akan hal itu. Berbagai macam pertanyaan yang merasuki pikiranku saat mengemudi di jalan raya, hingga akhirnya tiba di tempat tujuan.

Terlihat tak banyak yang berubah, selain tambahan meja kursi santai dengan payungnya. Pelanggan tetap ramai yang di dominasi pengunjung turis, anak kuliahan dan karyawan perkantoran. Kubuka pintu toko dan melihat lihat sekeliling, namun pandanganku terhenti saat mendengar sapaan dari sosok wanita muda yang bekerja di toko tersebut.

"Selamat sore, ada yang bisa kami bantu ?," tanyanya seraya menunjukan senyum khas karyawan toko.

"Pak Yudist ada ?," tanyaku demikian, yang seketika membuatnya bingung dan mencari cari tahu ada apa denganku dengan bosnya tersebut.

"Oh, pak Yudist lagi keluar bu, ada apa yah menanyakan beliau ?."

"Aku istrinya," jelasku sambil menunjukan senyuman kepada gadis muda itu.

Burung SimpanankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang