"Sudah sampai di rumah ?, jangan lupa berdoa sebelum tidur yah, aku khawatir kamu akan mimpi buruk setelah kejadian di kantor malam ini"
Begitulah isi pesan yang terlihat di layar ponselku. Sambil menutup pintu mobil yang sudah terparkir ke garasi, dan mengambil tas serta beberapa barang penting di atas kursi mobil, aku mencoba membalas pesan singkat dari pengirim dengan nama "Junior" tersebut
"Iya.. !! Dasar jail !" balasku singkat dengan emotikon marah di layar ponsel, walau sebenarnya aku di sini tersenyum atas perlakuannya kepadaku malam ini. Sebelum kubuka gagang pintu, Kutengok jam tanganku menunjukan pukul 23:01. Setelah masuk, terlihat ruangan begitu gelap dan sepi, lampu di padamkan yang tak seperti biasanya dibiarkan tetap menyala. Ku tengok sofa di sudut ruangan dimana biasanya Yudist beristirahat sambil menyaksikan acara televisi ataupun berita, namun kali ini sofa tersebut terlihat kosong, hanya beberapa botol minuman kaleng yang berserakan.
Ku mencoba menyalakan kembali lampu dengan menekan stock kontak di sudut dinding, namun hal tersebut terbantahkan dengan adanya suara lelaki yang bukan lain adalah suamiku sendiri.
"Kamu tahu ini sudah jam berapa ?!!" dengan suara yang sedikit menggelegar, Yudist menanyakan waktu yang mungkin bertujuan untuk menyadarkanku bahwa kenapa kamu bisa terlampat pulang selarut ini.
"Ada pekerjaan tambahan yang harus aku kerjakan" jawabku dengan wajah yang agak memalas.
"Aku tidak tahu apa yang kamu kerjakan dan aku tidak tahu apakah kamu berbohong atau tidak !, tapi setidaknya telpon aku jika merasa akan datang terlambat !!, mau aku kuncikan pintu dan bermalam di luar !" bentak Yudist yang mungkin sudah tak mampu menahan amarahnya akan jawaban singkat yang aku berikan.
Tak mempedulikan omelannya, aku pun berusaha menghindar menuju kamar, selain karena sudah tak cukup tenaga akibat seharian bekerja, juga berharap pertikaian tak terjadi lagi di rumah ini. Namun belum sampai ke pintu kamar, tiba tiba saja vas bunga melayang melewati wajahku dan terhempas keras mengenai tembok di samping kiri "Crashh !!"
"Apa kamu gila !! Haa ?!!, apa kamu mabok !!, aku ini habis pulang kerja !!, aku tidak keluyuran seperti wanita lain !!. kamu mau membunuhku setelah apa yang orang tuaku berikan kepadamu !!, setelah aku mati kamu akan menikah lagi bukan ?!!" bentakku kepada Yudist yang tak sanggup lagi menahan amarah.
Yudist serta merta maju ke hadapanku dengan wajah yang memerah dengan alis tertekuk tajam, dan tiba tiba melampiaskan pukulan tinjunya melayang ke tembok bekas sasaran vas bunga yang telah pecah.
"Prackk... !!!" terdengar suara pukulan yudist ke dinding tembok, tepat berada di samping telingaku berada. Ku lihat matanya menatapku dengan tatapan amarah yang sangat mengerikan, seakan ia akan menamparku dan menyadarkan betapa menyebalkannya diriku ini.
Di satu sisi, pikiranku malah terngiang sosok Dimas yang baru beberapa waktu lalu mendekapku dengan posisi sama yang dilakukan oleh Yudist. Namun bedanya, ia menempatkan diriku akan pengakuan kasih sayang dan benar benar membutuhkan diriku dalam kehidupannya.
"Kamu ingin memukulku ?" tanyaku dengan nada yang sedikit menantang memastikan bahwa apa ia berani mengkasari aku. Setelah beberapa detik tanpa respon darinya, aku pun menunjukan senyuman sinis akan tindakannya yang perlahan mulai mereda. Ku tepis tangan kanannya di samping kiri kepalaku, langkah kakiku perlahan menjauhinya yang tengah berdiri merenungkan apa yang tengah terjadi malam ini. Isak tangisku tak tertahankan, namun tetap berusaha menutupi kesedihan di hadapan dirinya.
Kuhentikan langkahku sebelum masuk kekamar, berusaha berpaling melihatnya yang masih berdiri namun tertunduk sedih. Tak sadar bibir ini terucap kata..
"Jangan terlalu kasar kepadaku..."
****
Terdengar suara air yang berdesis di atas kepalaku saat ku putar kerang shower di pagi hari ini. Masih terngiang di kepalaku atas kejadian tadi malam yang sungguh membuat hatiku terasa tercekik atas perlakuan Yudist terhadapku. Kupejamkan mata dan mendongak ke atas merasakan percikan air yang membasahi seluruh wajah dan tubuhku, berharap beban di hidup ini luntur bersamaan dengan air yang mengalir menyusuri leher, dada, perut dan kakiku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burung Simpananku
RomanceJika kehidupan adalah sebuah perjalanan, maka dimulailah perjalanan dengan kejutan di setiap tikungannya. Saya Layla, Layla Amanda Permatasari. Dan inilah kisah hidupku yang kini telah dijinakkan oleh burung simpannanku.