Aku tersadar perlahan dari tidurku, kuamati tempat yang sebenarnya masih agak asing bagiku. Tirai jendela abu abu yang setengah terbuka diterpa angin pagi seakan memanggilku bangkit dari kasur empuk ini.
Badanku yang tak terhalang oleh helai kain menyadarkanku atas pergulatan yang kulakukan tadi malam. Aku tersenyum dalam hati atas kenikmatan dan keletihan yang aku alami, bersamaan dengan rasa sakit yang sedikit terselip didalamnya.
Tak ingin berlama lama bermalasan di atas ranjang itu, akupun bangkit dan mengenakan pakaian seadanya, lantas membuka pintu kamar dan menuju dapur dekat sumber suara yang terdengar ditelingaku.
Suara desiran minyak diatas wajan, bersama dengan wangi mentega yang sudah cair menurutku. Di tengah dapur tersebut, berdirilah sosok laki laki yang tengah sibuk dengan masakannya. Aku tersenyum melihatnya, memperhatikan dengan gesik membolak balikan telur dadar dengan wajan layaknya pertunjukan chef profesional yang ada di acara TV.
"Kelihatannya enak." Ucapanku seketika membuat Dimas sedikit kaget, ia tersenyum lantas membalikkan badan menatapku di meja makan yang tengah menunggu dengan tangan yang menopang dagu sambil fokus memperhatikan.
"Ini sudah selesai, aku ambilkan piring dulu." Sambil tersenyum, ia sibuk mempersiapkan hidangannya untuk kita berdua.
Setelah dirasanya sudah siap, roti sandwich, jus orange dan telur dadar sudah siap di atas meja, tepatnya di hadapanku.
"Wow! Aku tidak percaya kalau semua ini buatanmu," ucapku ragu.
"Haha, kamu tidak tahu yah kalau aku sedikit bisa masak ?."
"No !, ini suatu kejutan bagiku."
"Kalau begitu cicipi, aku tahu penampilannya memang menggiurkan, namun aku tak tahu apakah rasanya sesuai dengan seleramu."
"Jadi aku sekarang jadi juri masaknya ?." Tanyaku seketika membuatnya tertawa kecil yang membuatku juga ikut didalamnya.
Ditengah cicipan demi cicipan dari masakannya, akupun membuka obrolan.
"Kamu habis joging ?," tanyaku saat melihat kaos putih yang setengah basah di bagian dada oleh keringat.
"Oh iya !, tadi aku sempatkan joging hari ini." Aku tak membalas, hanya kusuguhkan senyum atas jawabannya. Melihatku bereaksi demikian ia lantas berkata..
"Kenapa ?, apakah aku bau ?, oh sory !, haha aku tidak memperhatikannya, aku hanya fokus memperhatikanmu."
"Hahaha, apa sih ?, aku tidak mengatakan kamu bau kok." Kami tertawa atas kesalah pahaman kami berdua.
****
Pukul 8:30 pagi, aku masih duduk diteras rumah, menunggu kedatangan Layla yang tak kunjung kembali. Sudah sekitar dua jam saya duduk, ditemani secangkir kopi hitam yang menjadikan malam ini begitu panjang menurutku. Aku kira jika saatnya kuberjumpa dengan Layla, aku akan menjelaskan semuanya, dan aku harap ia bisa mengerti.
Ditengah lamunan pagiku, tiba tiba suara bunyi handphone yang ada di samping meja menyadarkanku. Kuambil handphone tersebut dan mengecek panggilan itu. Terlihat nomor yang tak aku kenal menelpon, kuangkat panggilan tersebut yang tidak aku ketahui dari siapa.
"Halo, ini siapa ?." Dengan suara berat akibat begadang, kujawab panggilan itu ?. Namun tak seperti biasanya, orang dibalik panggilan tersebut tak menjawab, lantas menutupnya.
"Ada apa sih ?!, dasar orang aneh," gumamku demikian.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Burung Simpananku
RomanceJika kehidupan adalah sebuah perjalanan, maka dimulailah perjalanan dengan kejutan di setiap tikungannya. Saya Layla, Layla Amanda Permatasari. Dan inilah kisah hidupku yang kini telah dijinakkan oleh burung simpannanku.