Part 12: Hari Lahir (Woojin)

30 5 0
                                    

"Aku sedih. Aku tak pernah tahu tepatnya aku dilahirkan di dunia ini. Kapan, di mana dan oleh siapa? Aku bahkan tak tahu sedikitpun." Woojin.






•••






Langit memang masih terlihat gelap. Tapi sebentar lagi sudah waktunya bagi matahari untuk terbit. Dan Woojin masih nyaman duduk di sana. Pesta telah berakhir sekitar tiga jam yang lalu, namun Woojin yang sebelumnya sudah pergi ke kamar memilih untuk keluar lagi. Ia pergi ke halaman belakang tempat pesta malam tadi terjadi. Beralaskan tikar, ia duduk menatap langit yang sebentar lagi akan terang benderang.

Hati Woojin sedang dalam keadaan yang tidak baik saat ini. Sesak. Ia ingin menangis. Bukan pertama kali, tetapi hampir setiap saudara-saudaranya merayakan ulang tahun, ia akan merasa seperti itu. Ah, tidak. Lebih tepatnya itu terjadi hampir setiap ia melihat pesta ulang tahun. Ketika pertambahan umur akan membuat orang merasa bahagia, maka bagi Woojin tidak. Itu hanya akan membuatnya merasa sedih, iri dan ingin menangis saja.

"Ah, menyebalkan!" gerutu Woojin, berbaring dengan kedua tangan yang ia gunakan sebagai bantal. Menutup matanya, dan mencoba untuk mengembalikan perasaan baiknya. Ia harus kembali ke Woojin yang ceria. Jangan sampai orang-orang melihat matanya yang masih memerah dan sembab itu.

"Siapa yang menyebalkan?"

Woojin tersentak ketika suara seseorang tiba-tiba terdengar. Ia bangkit dan mencari sumber suara. Terlihat Jihoon yang tengah berjalan mendekat ke arahnya.

"Kenapa di sini sendirian? Kau tidak tidur seperti yang lain?" tanya Jihoon sambil duduk di tikar yang sama dengan Woojin. Ia eratkan jaket yang dikenakannya ketika angin tiba-tiba berhembus.

"Hanya mencari udara segar saja." Woojin kembali berbaring. Memposisikan diri sama seperti sebelum Jihoon datang.

"Yakin?"

"Ten-tentu saja. Lalu kau sendiri, kenapa ke sini?" Woojin balik bertanya. Tidak ingin Jihoon bertanya lebih banyak lagi tentangnya.

Tapi Jihoon tidak menjawab. Ia malah berdecih dan tertawa kecil. Seolah tahu kalau Woojin sedang berbohong dan menutupi sesuatu.

"Kenapa tertawa? Tidak ada yang lucu sama sekali." Woojin tampak sangat tidak suka dengan sikap Jihoon baru saja yang terlihat seperti meremehkannya.

"Kau pikir aku tidak tahu?" kata Jihoon, ia tatap langit yang perlahan mulai berwarna jingga.

"Memangnya apa yang kau tahu?" Woojin mulai sedikit menaikkan nada bicaranya. Ia sampai bangkit lagi hanya agar bisa menatap tajam Jihoon.

"Semalam, kau terlihat berbeda. Pandanganmu, tangismu. Kau sepertinya iri." Jihoon menatap santai Woojin yang tengah memandang tidak suka padanya.

Deg.

Woojin terdiam. Dalam hatinya mengumpat. Sial, apa semalam begitu terlihat sampai Jihoon menyadarinya?

"Kenapa?" Jihoon mengalihkan pandangannya dari Woojin.

"Tidak ada urusannya denganmu!"

"Jadi aku tidak pantas untuk menjadi teman keluh kesahmu? Apa aku harus menjadi siapa-siapa lebih dulu agar kau mau berbicara denganku?"

Woojin tersentak. Sepertinya ia salah bicara. Tiba-tiba ia jadi merasa tidak enak hati pada Jihoon.

"Ti-tidak. Bukan begitu. Aku hanya–"

"Hanya tidak ingin orang lain tahu apa yang kau rasakan?" Jihoon memotong kalimat Woojin, yang langsung mendapat tatapan terkejut dari Woojin.

"Kau memang selalu melakukan hal bodoh, tapi yang kau lakukan ini adalah hal terbodoh. Memangnya masalahmu akan selesai hanya dengan kau menangis sendirian? Kau harus melihat betapa bengkaknya kedua matamu itu!"

Beautiful || Wanna One [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang