"Ayah Ibuku lebih dulu pergi meninggalkanku. Benar. Mereka telah pergi ke surga." Minhyun.
°°°
Jihoon yang baru kembali dari kamar mandi langsung masuk ke dalam kamarnya, yang juga ditempati oleh Minhyun. Jihoon mematikan lampu kamar sebelum membaringkan tubuhnya ke tempat tidur.
Ohh.. Rasanya sangat lelah sekali tubuhnya. Sambil menggerutu kecil menyalahkan Woojin, Jihoon berjalan menuju tempat tidurnya. Perlahan merebahkan tubuhnya yang terasa sakit di beberapa bagian. Ia benar-benar kesal pada Woojin yang menjadikannya sasak untuk latihan tinjunya tadi sore.
"Aish! Awas saja kau Woojin!" gerutu Jihoon lagi entah sudah yang keberapa kali.
"Agh! To-tolong!"
Baru juga sedetik Jihoon menutup matanya untuk mencoba terlelap menghilangkan lelah, telinganya mendengar suara rintih di tengah gelap. Jihoon kembali membuka matanya. Melirik ke kanan dan ke kiri padahal sudah pasti ia tak akan jelas untuk melihat.
"Eomma! Appa! A-andwae!"
Jihoon terperanjat ketika suara itu makin terdengar keras. Ia jadi yakin dengan suara yang sebelumnya hanya ditebaknya adalah suara seseorang yang sekamar dengannya. Benar, itu suara Minhyun yang mengigau dalam tidurnya.
"Tolong! Tolong kami! Tolong!"
Jihoon segera bangkit. Ia tak langsung menuju tempat tidur Minhyun yang tepat ada di sebelahnya, tapi ia menyalakan lampu kamar lebih dulu. Baru kemudian ia segera berlari menghampiri Minhyun yang sudah penuh peluh di cuaca dingin malam ini.
"Hyung! Minhyun Hyung! Kau baik-baik saja? Hyung! Bangunlah!" kata Jihoon sambil menggoyangkan tubuh Minhyun.
"Tolong! Tolong! Eomma! Appa! Jangan tinggalkan aku! Andwae!"
"Hyung! Minhyun Hyung!"
"ANDWAE!"
Sejurus dengan itu, Minhyun terbangun bersamaan dengan teriakkannya sendiri. Ia terengah-engah bak ikut lomba lari marathon. Keringat dingin membasahi seluruh tubuh Minhyun. Kedua manik matanya menatap kosong. Jihoon menatap khawatir pada kakak yang setahun belakangan menjadi teman sekamarnya itu.
"Hah! Hah! Hah!" Minhyun mencoba mengatur napasnya.
"Hyung, gwaenchana?" tanya Jihoon.
Minhyun menelan ludahnya, memutar kepalanya menatap Jihoon. Minhyun mengusap keringatnya yang menetes melewati matanya.
"Hah! Ada apa, Hoon? Kenapa kau ada di tempat tidurku?" tanya Minhyun masih mencoba mencerna apa yang terjadi.
Jihoon mengerutkan keningnya. Lalu ia ikut membantu mengelap keringat di leher Minhyun.
"Seharusnya aku yang bertanya, Hyung. Kau kenapa? Kau mimpi buruk?" tanya Jihoon hati-hati.
Minhyun tak segera menjawab. Ia masih sibuk mengatur napasnya dan membersihkan keringatnya dengan selimutnya.
"Aku perhatikan, akhir-akhir ini Hyung sering mengigau. Apa ada yang menganggu pikiranmu, Hyung?"
"Entah kenapa akhir-akhir ini aku sering memimpikan kecelakaan itu, Hoon. A-aku... aku takut." Minhyun tanpa sadar mengeratkan genggamannya pada selimut.
"Kecelakaan keluargamu, Hyung?"
Minhyun mengangguk kecil. Pemuda itu menarik kedua kakinya hingga membuatnya duduk dengan menekuk lutut. Matanya ikut bergetar seiring dengan tubuhnya. Sorotnya penuh ketakutan. Jihoon yang merasa iba lalu menepuk-nepuk pelan tangan Minhyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful || Wanna One [Complete]
FanfictionRumah Haneul. Bukanlah hanya sekedar rumah biasa. Rumah milik wanita berusia 50 tahun itu telah banyak memberikan mereka-yang tinggal di sana-kenangan yang luar biasa berharga. Kebersamaan. Kekeluargaan. Sedih bersama, bahagia bersama. Meski mereka...