Third Chapter

453 60 28
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Kata orang, bahagia itu sederhana.

Tapi tidak sesederhana yang Jeno pikirkan. Malah menurutnya, bahagia itu rumit. Bahkan Jeno ingin bahagia saja rasanya sulit. Terutama saat dirinya teringat kembali dimana ia terpaksa harus melihat Ibunya untuk terakhir kalinya dengan kondisi yang mengerikan, tepatnya tiga tahun yang lalu. Saat Ibunya memilih untuk pergi tanpa pamit, dengan cara mengakhiri hidupnya.

Dan kini, ia harus menerima kenyataan menerima kehadiran Ibu barunya lebih sulit dibandingkan menerima kenyataan bahwa Ibu kandungnya sudah tiada, dan sudah digantikan dengan sosok Ibu yang lain, meskipun itu terpaksa. Jika tidak, Ayah akan membawanya kembali ke Los Angeles, yang nantinya akan membuatnya semakin jauh dari tempat peristirahatan terakhir mendiang Ibunya. Itu berarti ia tidak bisa dekat dengan Ibu kandungnya.

Apa salahnya seorang anak ingin berbakti kepada Ibunya meskipun sosok itu sudah tiada?!

Setidaknya Ibunya akan merasa senang di sana, apalagi jika tau pusaranya dikunjungi setiap hari oleh putra semata wayangnya.

Ayah memang seperti itu, terlalu egois dengan pemikirannya, hingga ia dibuat lupa dengan wanita pertama yang setia menemaninya dulu. Sungguh tidak adil, Jeno tidak ingin seperti Ayah. Itu juga yang menjadi alasan kenapa Jeno lebih memilih tinggal di asrama ini daripada tinggal di rumahnya sendiri. Setidaknya ia tidak bertengkar dengan Ayah, dan juga tidak harus bertemu dengan wanita itu setiap hari--Ibu barunya.

Jeno menatap lamat-lamat kamus KBBI miliknya, mencari kata, lalu setelah itu membulatkan kata itu dengan spidol merah--kebahagian/ba-ha-gi-a (n.); suatu keadaan perasaan yang ditandai dengan kecukupan rasa senang, cinta, kepuasan, kenikmatan atau kegembiraan yang intens.

Ia tersenyum tipis, kemudian mengambil buku tebal diantara tumpukan buku lainnya--endaimonia (kebahagiaan); hidup seperti apa yang membuat manusia bahagia?! Aristoteles menjawab, apapun yang dilakukan manusia demi sesuatu yang baik, demi suatu nilai, maka nilai itulah yang menjadi tujuannya.

Kebahagiaan merupakan tujuan terakhir dan inti dari kehidupan manusia. Sebab, ketika manusia sudah merasa bahagia maka tidak akan memerlukan apa-apa lagi. Di lain sisi, apabila seseorang sudah mengaku bahagia, tidak masuk akal kenapa seseorang itu masih mencari-cari sesuatu yang lainnya lagi, terkecuali orang itu belum merasakan apa itu kebahagiaan yang sesungguhnya, karena kebahagiaan adalah tujuan akhir.

Jeno mencubit keningnya, melepas kacamatanya kemudian mengambil selembar tisu di atas nakas--membersihkan hidungnya yang mengeluarkan darah. Sudah biasa seperti itu, jika ia terlalu keras untuk belajar akan membuatnya sakit kepala dan berakhir mimisan.

Jeno tersentak, saat ponselnya bergetar dan menunjukan sebaris nama, ternyata dari Ayahnya.

Daddy;
Don't play games, music, or anything. Don't do that! Setra. Kamu harus belajar.

The Dreamplan | NCT DREAM ft. JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang