First Chapter

638 76 21
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Butiran gerimis bergerak naik ke langit malam, menjauhi trotoar lembab yang begitu dingin. Bau petrichor juga masing terasa menyengat untuk sekedar dinikmati.

Aku berlari tidak begitu cepat, melintasi setiap jalanan malam yang sepi. Terlintas di kepalaku untuk berhenti, namun tak bisa. Kedua langkah kaki ini bersikeras untuk membawaku pergi menuju gedung tertinggi di pusat Kota.

Tanpa berpikir panjang aku memasuki gedung itu, melangkah melewati setiap anak tangga untuk menuju ke rooftop, tak perduli seberapa takutnya akan ketinggian di gedung itu.

Terlihat jelas, ratusan kendaraan lewat dibawahnya, gedung bahkan bangunan berdesakan di setiap tepi jalannya. Memberikan fakta bahwa gedung ini benar-benar bangunan tertinggi di Kota.

Disana, ada dua pemuda yang sedang bertengkar satu sama lain. Di sudutnya terdapat pecahan botol minuman yang tidak berbentuk lagi-- mereka baru saja mengalami permasalahan yang begitu rumit.

Sebuah suara lengkingan terdengar dari atas sini--bukan berasal dari dua pemuda itu melainkan dari bawah sana yang lokasinya berada tepat di dekat parkiran mobil.

Aku melihatnya, ada dua pemuda lagi yang sedang tergesa-gesa kemari, sebelum akhirnya memutuskan untuk meneriakan sebuah nama.

Bertepatan saat itu, tiba-tiba aku tersungkur ke bawah. Seseorang yang lain mendorongku, namun gagal karena dua pemuda yang sedang bertengkar tadi langsung meraih tanganku. Hampir saja aku terjatuh dari rooftop, dan mati begitu saja.

Namun saat aku bertahan dan berusaha untuk beranjak naik. Pria itu--yang berusaha ingin membunuhku--terjatuh ke bawah. Tidak ada yang sempat menahannya, bahkan menyelamatkannya dari kematian yang begitu tragis.

Aku menyaksikannya bersama empat orang pemuda--dua pemuda dari atas dan dua pemuda lainnya dari bawah sana. Pria itu bercucuran darah, setiap tulangnya remuk. Bahkan darah mengalir begitu banyak dari kepalanya. Tak lama kemudian, sirine ambulan berbunyi. Jantungku berdebar begitu kencang. Aku menyaksikannya dengan jelas.

Aku terdiam dengan tatapan kosong, tak bergerak sedikitpun sebelum akhirnya pemuda itu berjalan ke arahku. Aku bahkan membiarkan mereka untuk memeluk tubuhku, lalu menepuk pelan pundakku yang berguncang, sambil berkata. "Gak apa-apa. Ini namanya takdir, dan bukan sepenuhnya salah Om."

Aku membalas pelukan mereka lalu berkata. "Saya percaya kamu." Kataku pada pemuda itu. "Saya percaya kalian semua." Lalu akhirnya terbenam dalam peluknya dan meneteskan air mata.

Seketika, semua kejadian yang barusan terjadi bergerak mundur. Jarum jam berputar arah sebaliknya, seakan-akan kejadian itu hanya sebuah kaset rusak yang terputar kembali, lalu sepasang mata pun terbuka.

The Dreamplan | NCT DREAM ft. JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang